basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Mengukur Kemuliaan Manusia Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Bersyukurlah, Allah tidak menilai hamba-Nya dari kekayaan dan kekuasaanny...

Mengukur Kemuliaan Manusia

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 


Bersyukurlah, Allah tidak menilai hamba-Nya dari kekayaan dan kekuasaannya. Strata manusia tidak diukur dari penghimpunan dunianya. Tetapi dari interaksinya dengan Allah, yaitu taqwa. Jadi siapapun bisa mendapatkan derajat tertinggi. Inilah persamaan kemanusiaan.

Yang berkuasa dan berharta menghormati rakyat jelata. Siapa tahu yang jelata lebih bertakwa. Yang jelata menghargai yang berkuasa dan berharta. Siapa tahu yang berkuasa dan berharta lebih bertakwa. Yang bermaksiat pun dihargai, siapa tahu di akhir hayatnya meraih hidayah, lalu bertaubat. Takwa itu di hati. Sebab kerahasiaannya, semuanya saling menghargai.

Mengapa terjadi oligarki kekuasaan dan bisnis? Mengapa seseorang bisa menjadi sangat berkuasa? Mengapa muncul kediktatoran? Sebab orientasinya dunia. Para kaki tangan, pembela, dan penyanjungnya berebutan kue kekuasaan dan kekayaan. Siapa yang bisa memberi kepuasan nafsunya, dialah yang menjadi tuhan. Ini efek bila penghargaan tidak berdasarkan takwa.

Keterhinaan manusia atas manusia, disebabkan ukuran kemuliaan bukan lagi takwa. Penindasan manusia atas manusia, karena ukuran kemuliaan bukan lagi takwa. Hargailah manusia seperti Allah menghargai manusia. Bila Allah menghargai manusia karena takwanya, maka manusia pun menghargai manusia karena ketakwaanya juga. Tak ada ukuran selain takwa.

Takwa bukan "pemberian" Allah. Hasil olah diri. Hasil penempaan dan pendidikan diri. Hasil jihad diri. Sedangkan kekuasaan dan kekayaan merupakan pemberian Allah, jadi tak bisa diukur sebagai kemuliaan. Kafirin, munafikin, dan musyrikin pun diberikan kekayaan dan kekuasaan. Yang berbuat curang dan penipu pun diberikan kekayaan kekuasaan.

Kekuasaan dan kekayaan adalah ujian. Setiap yang diminta pertanggungjawaban oleh Allah tak bisa dijadikan kemuliaan, sebab di akhirat kelak akan menjadi beban. Setiap hal yang kehilanganya membuat semakin meringankan tanggungjawab di hadapan Allah, bukanlah kehilangan.

Takwa merupakan ukuran hakikat manusia. Selain ukuran ini, berarti memperturutkan hawa nafsu. Kehancuran tata nilai, oligarki, monopoli, eksploitasi, penindasan dan penghinaan, karena manusia telah salah dalam mengukur kemuliaan.

Membangun Kesadaran Keseimbangan Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Lapar itu bagian dari nikmat Allah. Melaparkan diri bagian dari pen...

Membangun Kesadaran Keseimbangan

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 


Lapar itu bagian dari nikmat Allah. Melaparkan diri bagian dari pendidikan dan perbaikan diri. Dengan lapar, bukankah manusia jadi merasakan lezatnya makanan? Dengan haus, bukankah jadi merasakan kesegaran air? Dengan keterbatasannya manusia tahu akan makna nikmat-Nya.

Bila ingin paham nikmatnya jalan kaki, tanyakan pada mereka yang tidak bisa berjalan karena sebuah penyakit dan luka? Bila ingin paham nikmatnya melihat, tanyakan pada mereka yang sebelumnya bisa melihat? Bila ingin merasakan nikmatnya gigi, tanyakan pada mereka yang giginya ompong?

Nikmat itu baru terasa kelezatannya bila dicabut nikmatnya. Bagaimana agar kenikmatannya tidak tercabut? Belajarlah membutakan mata, membisukan lisan, memtulikan telinga, melaparkan perut dan menghauskan tenggorokan. Belajar mencabut nikmat agar Allah tidak mencabutnya karena melampaui batas dalam memberdayakan nikmat tersebut.

Allah menciptakan sesuatu ada ukurannya. Keseimbangan merupakan hukum yang ada di alam semesta. Bila melampaui sesuatu atau kekurangan sesuatu, maka alan muncul aksi dan reaksi untuk menyeimbangkannya. Bencana untuk menyeimbangkan ekosistem alam.

Bagaimana agar tidak terjadi bencana? Bagaimana agar tidak terjadi kegagalan dan musibah? Bagaimana agar muncul kesadaran akan keseimbangan? Bagaimana menciptakan sensitivitas adanya ukuran pada setiap nikmat Allah? Sadarilah, semuanya itu ujian.

Hidup adalah ujian. Nikmat itu ujian. Prinsip ini membangun kesadaran akan keseimbangan, batasan, dan ukuran sehingga tidak jatuh pada melampaui batas atau kezaliman. Setiap yang melampaui batas adalah kerusakan yang menciptakan datangnya teguran dari Allah.

Puasa merupakan langkah melakukan sesuatu yang berkebalikan secara sadar. Seperti bersedekah, menyerahkan milik kita secara sadar sebelumnya menjadi sesuatu yang melampaui batas.

Ragam Tinggi Tanaman Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Sedang mencoba menyemai 1.000 tanaman cabe. Mencoba memanfaatkan sela-sela tana...

Ragam Tinggi Tanaman

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 


Sedang mencoba menyemai 1.000 tanaman cabe. Mencoba memanfaatkan sela-sela tanah di antara tanaman yang sudah ada. Memanfaatkan keragaman ketinggian tanaman. Berbeda ketinggian, berarti berbeda pula kedalaman akarnya.

Naungan pohon menunjukkan jauhnya akar menyebar. Tingginya pohon menunjukkan dalamnya akar menghujam. Pemahaman ini, menjadi dasar kombinasi tanaman dalam satu lahan dengan hidup yang saling berdampingan tanpa permusuhan.

Dibawa pohon yang tinggi, ditanami pohon yang lebih  rendah. Jadi, dalam satu lahan bisa terdiri ragam tingkat ketinggian tanaman. Setelah itu, perhatian bagaimana pengaruh sinar matahari terhadap produktivitas tanaman.

Perhatikan hutan, ragam ketinggian pohon bisa hidup berdampingan. Dari yang paling tinggi hingga yang menghampar di permukaan tanah.   Mereka hidup karena karakter yang berbeda, kebutuhan sinar matahari yang berbeda, kedalaman akar yang berbeda, kelembaban yang berbeda. Dalam kerapatan tanaman, mengapa tanahnya tetap subur? Justru bertambah subur.

Bagaimana dengan yang dikelola manusia? Tanahnya justru semakin miskin unsur haranya, padahal terus dipupuki. Padahal yang ditanami hanya satu jenis tanaman saja. Bisa jadi, keragaman tanaman justru saling mengisi dengan saling menyuburkan dan menjaga. Kesamaan justru menciptakan persaingan.
  
Al-Qur'an selalu mengisahkan ragam tanaman dalam satu lahan. Dari ragam dedaunan, buah batang, hingga ketinggian. Juga keragaman bentuk lahan, dari kebun hingga ladang. Bahkan kota Saba, diapit oleh kebun.

Mencermati tanaman berarti mencermati kehidupan pula. Seperti Nabi Adam yang diajarkan nama-nama benda oleh Allah sebelum mengarungi liku-liku kehidupan di dunia.

Berbisnis, Bertransaksi Dengan Allah Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Mencoba terus memahami hakikat bisnis, agar bisnis menjadi lada...

Berbisnis, Bertransaksi Dengan Allah

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 

Mencoba terus memahami hakikat bisnis, agar bisnis menjadi ladang akhirat, sebuah  realisasi Firman-Nya dan Sunnah Rasulullah saw. Agar Islam menjadi nyata, bukan utopia indah belaka. Agar Islam menjadi jati diri dalam rutinitas harian.

Bila akhir adalah kematian, jadi untuk apa berbisnis? Berbisnis untuk mengumpulkan bekal kematian. Semakin kuat berbisnis semakin melimpahkan bekal kematiannya. Berbisnis seperti seorang kiyai yang membangun pesantren. Berbisnis seperti seorang santri yang bergelut dengan kitab-kitabnya. Seperti ustadz yang mendidik jamaahnya. Hanya berbeda lapangan kehidupannya saja.

Bisnis tidak lagi menjadi tujuan. Laba dan uang bukan lagi tujuan. Rugi dan bangkrut bukan lagi hal yang menakutkan. Sebab ada pergantian yang lebih melimpah dan indah di sisi Allah. Berbisnis hanya untuk mengisi waktu agar tidak sia-sia hidup ini. Bisnis hanya untuk menunaikan peran kehidupan.

Tanpa berbisnis pun, Allah mampu melimpahkan kekayaan yang tak terhingga. Seperti sosok bayi, yang tidak melakukan apapun, namun yang dibutuhkan tercukupi bahkan hingga melimpah. Jadi berbisnis untuk kaya, berarti meremehkan Allah.

Berbisnis untuk berserah diri. Suratan takdir-Nya, bertebaran di muka bumi terlebih dahulu, baru diberikan sesuatu oleh Allah. Suratan takdir-Nya, menjadi khalifah untuk mengelola kehidupan ini. Seperti seekor cacing, yang hanya mengikuti takdirnya, namun sesungguhnya telah melakukan hal yang luar biasa bagi kehidupan ini.

Membuka toko, membersihkan dan menunggu pelanggan, merupakan bentuk kepasrahan kepada Allah. Melayani pelanggan merupakan bentuk berbuat kebaikan. Menginvestasikan dana, merupakan sedekah, karena seperti menanam benih yang kelak tumbuh pohon yang menghasilkan buah, daun yang rindang dan air hujan menjadi mata air.

Bila bangkrut, Allah mencatat seperti niat awalnya. Tak ada yang hilang. Tak ada yang rugi. Semuanya terjaga di sisi Allah. Membangun bisnis untuk bertransaksi dengan Allah, bukan bertransaksi dengan dunia.

Belajar "Puasa" Pada Allah  Puasa adalah prinsip dasar untuk menjalani hidup. Puasa adalah menahan diri, mengendalikan...


Belajar "Puasa" Pada Allah 

Puasa adalah prinsip dasar untuk menjalani hidup. Puasa adalah menahan diri, mengendalikan dan menyaring. Prinsip dasar kehidupan bukanlah melampiaskan, meloskan, atau menghabiskan.

Method pembebasan bagi kehidupan justru melalui cara mengendalikan, menyadari batas-batas, kesanggupan menyaring, menyeleksi dan menyublimasi. Ini berlaku pula dalam hal apa saja. Dari soal berbisnis, mengurusi kekuasaan politik, mengelola konsumsi rumah tangga, kesehatan dan sebagainya.

Kita tidak mungkin mengurusi kesehatan melalui makan tanpa batas, baik yang menyangkut banyaknya makanan, jenis kemewahan makanan, maupun dosis higiene.

Kita tidak mungkin menjalankan politik kenegaraan dengan cara melampiaskan kekuasaan sewenang-wenang, kecuali memang kita menargetkan kehancuran di depan, lambat atau cepat.

Kita tidak mungkin berbisnis dengan menuntaskan habis kapitalitas, penguasaan modal, kemenangan tender, pembengkakan saham yang disentralisasikan pada diri sendiri, kecuali memang dirancang untuk menciptakan kesenjangan dan akhirnya keruntuhan kolektivitas.

Allah sendiri memberi contoh-contoh dahsyat soal mengendalikan diri. Dengan amat setia menerbitkan matahari, tanpa peduli apakah manusia mensyukuri terbitnya matahari atau tidak.

Allah memelihara kesehatan tubuh kita dari detik ke detik meskipun ketika bangun pagi hanya ada satu dua belaka hamba-Nya yang mengucapkan syukur bahwa matanya masih bisa melek.

Allah sendiri "berpuasa". Kalau tidak, kita sudah dilenyapkan oleh-Nya hari ini, karena sangat banyaknya alasan rasional untuk itu.

Sumber:
Emha Ainun Nadjib, Tuhan Pun "Berpuasa"

Memilah  Kepalsuan dan Hakikat Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Bagaimana mengetahui sesuatu itu kamuflase atau substansial? Bagaiman...




Memilah  Kepalsuan dan Hakikat

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 


Bagaimana mengetahui sesuatu itu kamuflase atau substansial? Bagaimana mengetahui sesuatu itu fatamorgan atau hakikat? Mudah saja, apakah yang dicita-citakan itu akan dibawa ke liang lahat? Bukankah kejeniusan itu diukur dari kesiapan kematian?

Yang ditinggalkan saat kematian, semuanya palsu dan tak berharga. Yang dibawa saat kematian, itulah yang hakikat. Yang hakikat, justru tak pernah terlihat. Bentuknya ketaatan, keikhlasan, dan keridhaan kepada Allah.

Kekayaan adalah kepalsuan, hakikatnya, mendistribusikan secara ikhlas. Kekuasaan itu kamuflase, hakikatnya menegakkan keadilan, kebenaran dan kemaslahatan. Bisnis itu kamuflase, hakikatnya menebar kemanfaatan dan menghormati hak orang lain.

Mengapa yang diburu justru yang palsu? Padahal hanya bisa digunakan untuk berbangga dan menyombongkan diri. Padahal kelak hanya menjadi sampah dan sebutan nama saja. Namun tak bisa memberikan manfaat dan mencegah kemudharatan.

Puasa itu penempaan diri untuk memahami hakikat. Latihan memahami sebatas apa yang kamuflase itu boleh digenggam untuk sekedar melanjutkan perjalanan menuju kematian. Mengambil yang diperlukan saja, tak berlebihan dan menyia-nyiakan. Mengambilnya untuk bekal kematian.

Kekuasaan untuk bekal kematian. Kekayaan untuk bekal kematian. Ilmu dan kecerdikan untuk bekal kematian. Kompetensi dan sumber daya apa pun untuk bekal kematian. Bukan pelampiasan ego dan membuat decak kagum manusia.

Saat semuanya menjadi bekal kematian, maka diri telah sampai pada pemahaman akan hakikat. Bila masih berkutat pada pelampiasan ego, maka akan terus  dalam kubangan lumpur kamuflase yang menyiksanya.  

Jamaah Satu Hati "Para pemuda akan selalu terpecah belah selama berbagai bentuk jiwa mereka tidak disatukan." Inilah u...

Jamaah Satu Hati


"Para pemuda akan selalu terpecah belah selama berbagai bentuk jiwa mereka tidak disatukan." Inilah ungkapan seorang ulama dari pengalaman tarbiyah yang dilaluinya atas dukanya perpecahan kaum Muslimin. Beliau menekankan bahwa perpecahan ini karena lepasnya "persatuan hati."

Menurutnya, tarbiyah tidak boleh dimulai dan tidak cukup dengan pengisian otak dengan segala hal yang diperlukannya seperti ilmu syar'i, pendidikan pemikiran, teori politik, dan studi realita saja. Tetapi harus dimulai dengan "pendidikan hati" terlebih dahulu, hingga semua hati saling berpadu. Perhatian kepada hati ini harus tetap diberikan sekalipun perhatian terhadap akal sudah dimulai.

Menurut Muhammad Iqbal, jamaah satu hati seperti kawanan burung yang bernyanyi dengan satu irama. Tidak ada burung yang menyempal sendirian dan tidak membawa irama sumbang yang dapat merusak keindahannya. Jamaah satu hati hanya terbentuk bila semua pihak memangkas nafsu dan memotong semua penonjolan diri, agar langkah kita menjadi harmoni. Yakni, muhasabah terhadap nafsu dan mencelanya.

Jamaah satu hati terbentuk bila yang berhimpun berkomitmen dengan tiga syarat. Yaitu, menempuh jalan Nabi Muhammad saw, menjadikan hawa nafsu sebagai mayat dan meletakkan dunia di belakang punggungnya. Andai nafsu memanggilnya, segera dicelanya karena tahu bahwa Yang Maha Melihat selalu membuntutinya.

Jamaah satu hati disebutkan oleh Rasulullah saw, "Sekelompok dari umatku akan tetap berada dalam kebenaran nyata dan kemenangan sehingga datang ketetapan Allah." Di hadist yang lain, "Umat ini akan tetap teguh melaksanakan perintah Allah, tidak akan membahayakan mereka orang yang menentangnya hingga datang ketentuan Allah."

Jamaah satu hati saling melengkapi dengan kebaikan. Jamaah yang saling melengkapi spesialisasi masing-masing, yang keberadaannya akan memberikan gambaran pergerakan yang akan memenuhi kebutuhan umat dari segala bidang.

Imam Nawawi menggambarkan komposisi spesialisasi yang berhimpun di jamaah satu hati , "Satu kelompok dari berbagai bagian kaum Muslimin yang melaksanakan perintah Allah, dari kalangan mujahid, ahli fiqh, ahli hadist, ahli zuhud, orang yang memerintahkan yang makruf dan berbagai kebaikan lainnya. Mereka tidak harus berhimpun di satu tempat, tetapi boleh berpencar di berbagai tempat."

Sumber:
Muhammad Ahmad Ar-Rasyid, Hambatan Dakwah, Robbani Press 

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (277) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (404) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (70) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (305) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (450) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (186) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (211) Sirah Sahabat (130) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (138) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)