basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Jalur Keilmuan Pangeran Diponegoro Jakarta, NU Online Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Kiai Achmad Chalwani pada Haul Pange...


Jalur Keilmuan Pangeran Diponegoro


Jakarta, NU Online
Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Kiai Achmad Chalwani pada Haul Pangeran Diponegoro Jumat (15/1) malam mengatakan Pangeran Diponegoro adalah seorang faqih juga sufi, punya guru syariat dan guru tarekat.

"Pangeran Diponegoro pernah mengaji ilmu hikmah kepada simbah KH Nur Muhammad Ngadiwongso, Salaman dan mengkaji ilmu Tafsir Jalalain kepada KH Baidlowi Pesantren Bagelen, Purworejo yang makamnya ada di Godegan, Bantul," kata Kiai Achmad Chalwani dalam haul bertema Menjaga Warisan Nusantara.
 
Menurut Kiai Chalwani, KH Baidlowi adalah seorang ulama besar memiliki putra Kiai Hasan Muhibat. Salah satu keturunan dari Kiai Hasan adalah Budi Karya Sumadi Menteri Perhubungan RI. Sedangkan guru ilmu syariat Diponegoro adalah kiai Hasan Besari Tegalsari, Ponorogo. 

"Ada sosok ulama yang menjadi Mangguloyu Dunya Diponegoro simbah kiai Abdurrauf kakeknya mbah Dalhar Watucongol, Magelang yang kemudian ditunjuk sebagai bendahara perang Diponegoro yaitu kiai Gedong, Magelang,"`papar Kiai Chalwani.

Pusat peperangan ada di kampung yang bernama Benteng, dekat langgar agung tempat mujahadah. "Tempat mujahadah lain di belakang pesantren Api Tegalrejo, Magelang. Jadi, Pangeran Diponegoro lahir di Yogya punya peninggalan mujahadah di dua tempat," katanya.

"Mujahadah dilakukan Pangeran Diponegoro dengan niat mendapat keberkahan dari sang guru KH Nur Muhammad," jelas Kiai Chalwani.

Pengasuh Pesantren An- Nawawi, Berjan, Purworejo ini mengatakan, Mbah Hasyim Asyari juga punya guru syariat Syaikhona Cholil Bangkalan, Madura. Ketika menjadi katib Syekh Termas di Makkah, Hadratussyekh Hasyim Asy'ari talqin baiat Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah kepada  Syekh Mahfud Termas, Pacitan.

"Ketika Bung Karno membacakan teks proklamasi di Pegangsaan timur Jakarta, tampil putra tarekat mendampingi Bung Karno yakni Mohammad Hatta yang akhirnya terpilih menjadi wakil presiden pertama. Bung Hatta adalah putra ustadz H Jamil guru Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah, Batu Hampar, Sumatera Barat," teragnnya.

Kontributor: Suci Amaliyah
​​​​​​​Editor: Kendi Setiawan

Sosok Ulama Hafidz al-Qur’an Pengikut Pangeran Diponegoro: Kyai Chusain Mutihan Pangeran Diponegoro, selain sebagai seorang pang...


Sosok Ulama Hafidz al-Qur’an Pengikut Pangeran Diponegoro: Kyai Chusain Mutihan


Pangeran Diponegoro, selain sebagai seorang panglima Perang Jawa, juga adalah seorang Ulama yang alim. Tidak heran beliau dikelilingi banyak pengikut yang juga alim ulama, salah satunya adalah Kyai Chusain Mutihan, magelang.

Berdasarkan riwayat dari masyarakat Mutihan Magelang, disebut-sebut bahwa K.H. Chusain berasal dari Surakarta. Mereka juga meriwayatkan bahwa Kyai Chusain (begitu lazim disebut) adalah pengikut Pangeran Diponegoro dari kalangan ulama. Diperkirakan, beliau bersama para ulama pejuang Perang Diponegoro lainnya datang dan singgah ke daerah Gunungpring Muntilan, Magelang yang dikenal sebagai tempat peristirahatan para waliyullah.

Persinggahan tersebut agar para pengikut Pangeran Diponegoro dekat dan dapat memantau perkembangan sang Pangeran yang melakukan perundingan dengan kolonial Belanda di kantor Karesidenan Kedu di Megelang pada tahun 1830. Perundingan antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang diprakarsai oleh Jenderal de Cock berakhir dengan pengkhianatan dan penangkapan Pangeran Diponegoro. Hal  ini sangat ikonik sekaligus menandai berakhirnya Perang Diponegoro.

Setelah Perang Diponegoro atau yang dikenal dengan Perang Jawa (1825-1830) selesai, Kyai Chusain bermukim di dusun Mutihan, desa Gunungpring, kecamatan Muntilan. Beliau hidup sezaman dengan Simbah Kyai Krapyak II yang juga pengikut Pangeran Diponegoro dan putra beliau Simbah Kyai Krapyak III serta Simbah Kyai Abdurrauf, Watucongol. Mereka sama-sama berejuang sebagai penasihat perang Pangeran Diponegoro dari barisan Ulama.

Kisah tentang kedekatan Kyai Chusain dengan Kyai Krapyak III tidak diragukan lagi. Bahkan sampai diikrarkan bahwa kelak jika keduanya meninggal dunia, mereka ingin dikuburkan secara berdampingan. Adapun mengenai kapan Kyai Chusain lahir dan kapan beliau meninggal belum diketahui secara pasti, hanya diceritakan sekitar tahun 1855 beliau masih tinggal di Mutihan Desa Gunungpring, Muntilan Magelang.

Siapa sesungguhnya sosok Kyai Chusain ini?

Memang kebanyakan para pengikut Pangeran Diponegoro sulit ditelusuri asal usulnya. Sebab, hampir sebagian besar pengikut Pangeran Diponegoro selalu menyembunyikan identitas dirinya pasca berakhirnya Perang Diponegoro agar tidak diketahui oleh penjajah Belanda. Barangkali ini pula yang menjadi alasan mengapa informasi detail mengenai Kyai Chusain sulit ditemukan. Namun demikian, terdapat fakta bahwa para ulama pengikut Pangeran Diponegoro tersebut selalu kembali ke tengah-tengah masyarakat untuk membina umat sekaligus tetap berjuang melawan penjajah Belanda dengan cara gerilya.

Kyai Chusain dikenal sebagai seorang Ulama Hafidz Qur’an, seorang Qari’ yang bagus dan indah bacaannya serta alim dalam ilmu al-Qur’an. Banyak Kyai dan Habaib di Magelang dan sekitarnya yang menjadi santri untuk mentashih bacaan dan hafalan Qur’annya. Pada saat itu sudah menjadi tradisi jika ada santri yang mengaji atau sudah menghafalkan al-Qur’an pasti langsung diperintahkan oleh Kyainya untuk ditashihkan kepada Kyai Chusain Mutihan. Beliau juga mengkhatamkan hafalan al-Qur’an sekaligus menuliskannya sehingga banyak al-Qur’an tulisan tangan beliau yang ditinggalkan. Dengan demikian bisa kita sebut beliau adalah ulama Hafidz dan penjaga kemurnian al-Qur’an mulai dari bacaan/qiraahnya, metode penulisan dan susunannya, sanad, tafsir dan ulumul Qur’annya.

Kealiman Kyai Chusain dalam al-Qur’an diakui oleh KH.Dalhar Watucongol, wailyullah yang banyak diziarahi oleh umat Muslim Magelang dan sekitarnya. KH. Dalhar sangat takdzim dan mengakui beliau sebagai guru al-Qur’annya. Konon diceritakan meskipun Kyai Chusain sudah wafat, namun sebelum  bermukim di Makkah, KH. Dalhar terlebih dahulu sudah mengaji al-Qur’an secara ghaib kepada Simbah KH. Chusain. Setelah kembali pun beliau tetap mengaji dan mentashih bacaannya secara ghaib kepada Simbah KH. Chusain.

Bahkan, setiap kali KH. Dalhar berziarah ke kompleks Makam Gunungpring, beliau selalu menghampiri ke makam Kyai Chusain Mutihan terlebih dahulu. Konon, karena beliau selalu ditunggu oleh Kyai Chusain untuk dibacakan  al-Qur’an. Hanya para auliya kekasih Allah SWT yang mampu melakukan hal-hal seperti itu.

Bukan mustahil jika ketakdziman KH. Dalhar kepada Kyai Chusain juga sangat tinggi sampai-sampai beliau berwasiat untuk tidak mau dimakamkan di atas posisi makam gurunya, yang kebetulan posisi makam sang guru berada sedikit di bawah puncak bukit kompleks makam Gunungpring.

Kecintaan Kyai Chusain akan al-Qur’an sangat dalam sehingga beliau selalu merasa sedih setiap kali mendengar orang yang membaca al-Qur’an tidak dengan tartib dan tartil. Sering beliau menghentikan orang yang membaca tersebut sambil menitikan air mata (bahasa Jawa: muwun) sebelum membetulkan bacaannya beliau tidak menginginkan ayat-ayat al-Qur’an menjadi rusak terjemah dan maknanya karena salah membacanya.

Dalam mengajarkan al-Qur’an pada anak-anak yang menjadi santrinya, beliau sangat sabar dan telaten bahkan beliau sering menemani santri tidur bersama di pondok pesantrennya yang sederhana di dekat masjid dan tempat tinggal beliau di Mutihan.

Beliau adalah sosok yang zuhud dalam kesehariannya. Kehidupannya sangat sederhana dengan tampilan lahir yang sederhana pula bahkan bukan termasuk golongan orang yang berada. Namun demikian yang mengherankan disaat ibadah qurban tiba, beliau selalu menyembelih kambing dalam jumlah yang banyak.

Demikian sekelumit tentang sejarah Kyai Chusain Mutihan, ulama hafidz Qur’an pengikut setia Pangeran Diponegoro, yang patut kita teladani . Wallahu a’lam bisshawab.

Dini Astriani
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Berminat pada kajian tafsir Al-Qur'an, sosial keagamaan, sejarah intelektual, dan cultural studies.

Kisah Kiai Murmo Wijoyo, Guru Pangeran Diponegoro yang Pernah Jadi Crazy Rich JAKARTA, iNews.id - Kiai Murmo Wijoyo mungkin nama...


Kisah Kiai Murmo Wijoyo, Guru Pangeran Diponegoro yang Pernah Jadi Crazy Rich

JAKARTA, iNews.id - Kiai Murmo Wijoyo mungkin namanya tak begitu dikenal berbicara kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Namun siapa sangka sosoknya yang justru menginspirasi sang pangeran untuk melakukan pemberontakan kepada orang-orang kolonial Belanda yang dianggap seenaknya sendiri menindas kaum pribumi.

Apalagi saat itu pemerintahan Belanda juga bersekutu dengan keraton Yogya demi menangkapi sejumlah orang yang dianggap musuh dan membahayakan. Salah satu dari target sasarannya adalah Kiai Murmo Wijoyo crazy rich di era Pangeran Diponegoro dari daerah Pajang. 

Peter Carey dalam bukunya "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro : 1785 - 1855" mengisahkan Kiai Murmo Wijoyo adalah tokoh agama, kiai, dan crazy rich yang, begitu terpandang. Sosoknya merupakan laki-laki kelahiran desa perdikan (desa bebas pajak) Mojo, kampung asal Kiai Mojo, penasihat agama Pangeran Diponegoro. 

Ketika masih muda, Kiai Murmo pindah ke Kepundung dekat Delanggu, salah satu dari desa perdikan Yogya yang paling kaya dan merupakan tempat kelahiran ibunda Sultan pertama Mas Ayu Tejowati. Sang kiai ini ternyata masih memiliki hubungan keluarga dengan ayah Pangeran Diponegoro.

Dia juga merupakan salah satu guru agama yang mengunjungi Tegalrejo. Saat itu sang pangeran masih anak-anak dan kerap kali pangeran belajar agama kepada Kiai Murmo Wijoyo ini. Sang pangeran jelaslah sangat menghormati kiai tersebut. 

Suatu hari sang pangeran mendengar Belanda menangkap Kiai Murmo saat tengah mengajarkan ilmu agama kepada santri-santrinya. Tak hanya ditangkap, Kiai Murmo juga diasingkan oleh Belanda ke Ambon. 

Bahkan sang penguasa residen wilayah Belanda atau sekelas pejabat pemerintah daerah kala itu Nahuys Van Burgst juga memerintahkan penyitaan dan perampasan harta benda Kiai Murmo Wijoyo tanpa sebab.

Diduga penangkapan dan pengasingan sang crazy rich era Diponegoro ini hanya dijadikan kedok agar Belanda bisa, menguasai harta benda milik sang kiai dan menjarah harta kekayaan desa Kepundung.

Kiai Murmo sendiri akhirnya dipulangkan oleh Belanda ke tanah Jawa kembali pada September 1824. Dia diizinkan kembali ke Semarang dari pengasingannya di Ambon, tetapi kondisi kesehatan guru agama Pangeran Diponegoro semasa kecil itu sudah memburuk, hingga akhirnya menghembuskan napas terakhirnya tanpa melihat keluarganya lagi. 

Lambat laun tak hanya Kiai Murmo yang menjadi korban tangan besi sang residen Belanda tersebut, para santri yang belajar agama pun ikut dijatuhi hukuman mati. Pasalnya mereka dianggap menjadi simpatisan pro Pangeran Diponegoro. 

Alhasil kasus penangkapan Kiai Murmo dan peristiwa penangkapan santri menjadi tahap penting merosotnya hubungan Diponegoro dengan penguasa kolonial Belanda.

Pengasingan sang kiai selama enam tahun dan penangkapan santri mengguncang jiwa serta menumbuhkan keyakinan diri Pangeran Diponegoro bahwa para pejabat baru Belanda pasca 1816 dan para penyewa tanah betul-betul kurang menghormati islam.


Editor : Nur Ichsan Yuniarto

Kisah Hidup Kyai Taftazani, Guru Ngaji Pangeran Diponegoro yang Jarang Diketahui   JATENG | 15 Januari 2021 12:45 Reporter : Sha...


Kisah Hidup Kyai Taftazani, Guru Ngaji Pangeran Diponegoro yang Jarang Diketahui

 
JATENG | 15 Januari 2021 12:45
Reporter : Shani Rasyid
Merdeka.com - Pada masa kecilnya, pahlawan Perang Jawa, Pangeran Diponegoro, tinggal bersama nenek buyutnya, Ratu Ageng, di Tegalrejo, Yogyakarta. Waktu itu, dia dikenal dengan nama Raden Mas Mustahar.

Bersama perempuan yang juga permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono I itu, Pangeran Diponegoro diasuh di sebuah rumah yang juga berfungsi sebagai sanggar dan sekolah. Untuk mendidik Pangeran Diponegoro tentang nilai-nilai keislaman, Ratu Ageng mengundang para ulama datang ke sanggar itu.

Tak hanya itu, dia juga sesekali mendatangkan sosok ulama dari luar Jawa. Di antaranya adalah Kyai Taftazani.

Kyai Taftazani adalah seorang ulama asal Sumatra yang waktu itu mengajar di Pondok Pesantren Melangi. Oleh sang ulama itu, Pangeran Diponegoro diajarkan banyak ilmu-ilmu keislaman, terutama saat dia menjadi seorang santri di Kartasura. Berikut selengkapnya:

Keturunan Persia
kyai taftazani
©Warnawarniindonesia.org
Sebelum menjadi guru Pangeran Diponegoro, Kyai Taftazani adalah guru dari Ratu Ageng. Tempatnya mengajar berada di Desa Mlangi, Sleman. Tak hanya dikenal di wilayah Kraton Yogyakarta, Kyai Taftazani juga terkenal sampai ke wilayah Kartasura.

Setelah lama menetap di wilayah Yogyakarta, pada 1806, Kyai Taftazani angkat kaki dan pindah ke wilayah Kartasura karena ada perselisihan dengan salah seorang penghulu Kraton Yogyakarta. Di Kartasura, dia lebih dikenal dengan nama Bagus Taptajani.

Melansir dari Indonesia.go.id, Kyai Taftazani merupakan keturunan bangsa Persia. Hingga kini, keturunan Kyai Taftazani cukup dikenal. Salah satunya KH Hafidz Taftazani, pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Pesantren.

Penerjemah Teks-Teks Islam Sulit
kyai 
Melansir dari Warnawarniindonesia.org, sepak terjang Kyai Taftazani sebagai seorang ulama cukup diakui karena dia mampu menerjemahkan teks-teks Islam yang sulit. Beberapa di antara teks itu adalah Kitab Fikih Sirath Al Mustaqim karya Nuruddin Ar Raniri, yang ia terjemahkan ke dalam bahasa Jawa.

Di bawah asuhan Taftazani, Pangeran Diponegoro dididik menjadi seorang santri yang haus akan ilmu pengetahuan. Di sebuah asrama yang dikelola Taftazani inilah, Diponegoro banyak melumat kitab-kitab ajaran Islam.

Pada waktu itu, bacaan lain yang menjadi favorit Pangeran Diponegoro adalah kisah-kisah tentang kerajaan, ketatanegaraan, dan kitab tentang hukum Islam, termasuk kitab Taqrib, yang disebut-sebut memuat ajaran tentang Perang Sabil.

Tim Investigasi di Era Penguasa Pendusta Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Yotube Dengerin Hati) Membentuk tim investigasi unt...

Tim Investigasi di Era Penguasa Pendusta

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Yotube Dengerin Hati)

Membentuk tim investigasi untuk mencari fakta. Fakta kebenaran atau kumpulan fakta untuk merekayasa kebohongan? Bila penguasa nya pendusta, apakah tim investigasinya bisa mengungkapkan kebenaran? Pohon yang buruk tidak akan bisa menghasilkan buah yang baik. Tanah yang tandus tidak akan menumbuhkan pohon yang subur.

Sebelum tim investigasi dibentuk. Apa yang diungkapkan? Semoga tidak mendapat sanksi dari FIFA. Itulah orientasi terbesarnya. Bila orientasinya seperti ini, fakta apa yang akan diungkap? Pencarian dan pengumpulan fakta itu sesuai dengan maksud awalnya. Tujuan berbeda akan menciptakan pengumpulan fakta yang berbeda.

Sejumlah pembesar Quraisy mengendap untuk mencuri pendengaran bacaan Al-Qur'an Rasulullah saw setiap malam. Dalam hati dan pembicaraan internalnya, mereka mengakui kebenaran dan keindahan Al-Qur'an.  Namun apa yang harus disampaikan ke publik? Rasa takjub terhadap Al-Qur'an yang seharusnya diungkapkan sebagai mukjizat dari Allah, namun diungkapkan ke publik sebagai sihir. Fakta kebenaran diubah orientasinya.

Tim investigasi dan pencari fakta sebenarnya tidak berguna, bila dibentuk oleh para pendusta. Proses pengadilan, kehadiran hakim, saksi ahli dan jaksa, proses penyelidikan dan penyidikan, sebenarnya tak berguna bila keputusan berdasarkan pesanan penguasa dan berharta. Hasilnya sudah direkayasa sebelum proses pengadilan dimulai.

Penguasa hanya memanfaatkan legalitas formal dan prosedural untuk menguatkan kedustaannya. Struktur ketatanegaraan hanya untuk melegalkan kedustaan penguasa. Itulah hari-hari yang kita saksikan di negri ini. Kedustaan yang disahkan oleh undang-undang.

Firaun dan ahli sihir melihat langsung tongkat Nabi Musa menjadi ular besar yang memakan ular dari ahli sihir. Mengapa peristiwa yang sama menghasilkan pemikiran dan kesimpulan berbeda? Ahli Sihir, memandang ini bukan ilmu Nabi Musa. Firaun berkesimpulan bahwa ilmu sihir Nabi Musa sangat luar biasa. Tujuannya untuk menyesatkan rakyat Mesir. Fakta yang sama, bila orientasinya berbeda akan menghasilkan hal yang berbeda.

Lembaga negara, sistem hukum dan perundangan, sistem pemerintahan tak berguna bila penguasanya berjiwa pendusta. Semuanya dimanfaatkan untuk melegalkan kedustaannya.    Sistem hanya pencegah, saat penguasa mengisi pejabat diseluruh lembaga struktural dengan para pendusta maka sistem apa pun akan membuahkan kediktatoran.

Jejak Gemilang Alp Arslan OLEH HASANUL RIZQA  Perang Manzikert mungkin tidak akan terjadi kalau pihak Romawi Timur (Bizantium) t...

Jejak Gemilang Alp Arslan

OLEH HASANUL RIZQA 

Perang Manzikert mungkin tidak akan terjadi kalau pihak Romawi Timur (Bizantium) tidak mengusik wilayah Bani Seljuk, khususnya Armenia. Pada 1071 M, Kaisar Romanus IV berusaha merebut kembali negeri di kaki Pegunungan Kaukasus itu. Padahal, Bizantium masih terikat perjanjian damai yang ditandatangani dua tahun sebelumnya dengan kerajaan Muslim tersebut.

Waktu itu, sang pemimpin Dinasti Seljuk, Sultan Alib Arselan atau Alp Arslan, sedang sibuk menggempur Daulah Fathimiyah di Syam. Kabar yang datang dari Armenia tentu saja mengganggu konsentrasinya. Untuk mencegah pergerakan Bizantium lebih lanjut, sosok keturunan Turki Oghuz itu memimpin pasukannya ke utara. Di barat Armenia, ia hendak mencegat balatentara Romanus.

Kedua belah pihak bertemu di Lembah Manzikert. Secara jumlah, pasukan Romawi lebih banyak daripada Muslimin. Karena itu, sang kaisar dengan angkuh menolak opsi perundingan damai yang ditawarkan Alp Arslan.

Jumat pagi itu, tanggal 25 Agustus 1071. Manzikert akan menjadi gelanggang perang. Alp Arslan sempat merasa gelisah. Tidak pernah disangkanya, Seljuk akan melawan Bizantium dengan kekuatan “seadanya.” Sebab, segala persiapan yang telah disusunnya selama ini hanya untuk menghadapi Bani Fathimiyah, bukan yang lain.

Tidak ada gunanya menyesal. Kini, pilihan satu-satunya ialah maju. Guru Alp Arslan, Abu Nashr Muhammad bin Abdul Malik al-Bukhari al-Hanafi, menyampaikan nasihat penenang hati. “Sungguh, Anda berjihad untuk membela agama Allah. Dan Dia telah berjanji menolong agama-Nya dan akan memenangkan agama-Nya. Semoga Allah memenangkan pasukan Islam dalam pertempuran ini dengan perantaraanmu,” kata ahli fikih itu.

Saat shalat Jumat, Alp Arslan bermunajat sambil menangis. Begitu pula dengan seluruh pasukannya. Mereka dengan setulus hati berupaya mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Pertanda baik mulai bermunculan. Sebelum pertempuran pecah, sekira 25 ribu orang tentara bayaran membelot dari kubu Romanus. Orang-orang Turki itu memilih berada di pihak Seljuk dan berperang bersama Muslimin. Meskipun begitu, pasukan Alp Arslan belum sebanding dengan jumlah tentara Bizantium yang mencapai 200 ribu prajurit.

Pada 26 Agustus 1071, pasukan Romawi mulai bergerak. Alp Arslan pun mengerahkan pasukannya dengan formasi berbentuk bulan sabit. Lini tengah Bizantium terus merangsek maju, menangkis nyaris semua anak panah yang dihujankan kepada mereka.

Dengan cepat, Romanus menyergap tenda yang paling besar di kubu Seljuk. Ternyata, itu bukanlah tenda tempat sultan berada, melainkan hanya pancingan. Sempat terjebak, kaisar Bizantium itu lalu kehilangan kendali atas kedua lini sayap pasukannya. Alhasil, mereka kocar-kacir diguyur hujan panah dari arah Seljuk.

Berkali-kali, pasukan Bizantium memancing balatentara Seljuk untuk bertempur dari dekat. Namun, Alp Arslan tidak terkecoh dan terus mempertahankan jarak aman dengan Romawi. Saat sore tiba, Romanus menyuruh pasukannya untuk mundur teratur. Akan tetapi, lini yang semestinya menjaga sang kaisar dari serangan balik justru ikut-ikutan mundur.

Alp Arslan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Sang sultan memimpin pasukannya untuk menyerang dengan sekuat tenaga ke arah lini tempat Romanus berada. Sementara itu, sayap kanan dan kiri pasukan Bizantium terlanjur tidak berdaya akibat dihujani anak panah. Mereka tidak bisa berbuat banyak. Kaisar Romawi ini benar-benar terkepung.

Barulah keesokan paginya, sisa-sisa prajurit profesional yang semalaman mengawal Romanus dapat dilumpuhkan. Raja Bizantium itu pun langsung menyerah dan tertawan. Palagan di Manzikert ini akhirnya dimenangkan kaum Muslimin.

Romanus meminta Alp Arslan bersedia menerima tebusan untuk keselamatan dirinya. Sultan Bani Seljuk itu menyanggupi permintaan tersebut, asalkan dengan memenuhi tiga syarat. Pertama, semua tawanan yang Muslim di Bizantium harus dibebaskan. Kedua, Kaisar harus sanggup mengirimkan pasukan kepada Seljuk, kapan saja sang sultan menginginkannya. Ketiga, uang tebusan sang raja Romawi ialah sebesar 150 ribu dinar.

Semua persyaratan itu kemudian dipenuhi pihak Bizantium. Sebelum berpisah, Alp Arslan membekali Romanus dengan 1.000 dinar. Di samping itu, raja Muslim ini mengutus beberapa komandan Seljuk untuk menjaga dirinya hingga selamat kembali ke negeri asal. Dalam perjalanan, mereka mengibarkan panji-panji bertuliskan syahadat: “tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah.”

Tragisnya, raja Bizantium ini justru menghadapi persoalan yang pelik begitu tiba di istana. Rival politiknya, John Doucas, melancarkan kudeta. Istrinya dipaksa masuk biara, sementara Romanus ditahan di penjara Sisilia. Pada 1 Oktober 1071, ia terpaksa turun takhta dan menyingkir ke biara.

Namun, Doucas tetap menaruh curiga padanya. Paman dari kaisar baru, Michael VII Doukas, itu lantas menyuruh beberapa orang untuk menyusup ke dalam biara dan menangkap Romanus. Bekas raja Bizantium itu disiksa hingga buta kedua matanya pada Juni 1072. Tak lama sesudahnya, ia meninggal.

Menurut Dr Ali Muhammad ash-Shalabi dalam Ad-Daulah al-‘Utsmaniyyah (2003), kemenangan Alp Arslan dalam Perang Manzikert adalah peristiwa yang luar biasa. Hal itu tidak hanya disebabkan fakta bahwa sekitar 20 ribu prajurit berbalik unggul melawan 200 ribu pasukan Romawi. Sejak saat itu, pengaruh Bizantium di Asia Kecil atau Anatolia menyusut drastis. Kalangan sejarawan menyebut Pertempuran Manzikert sebagai awal dari Turkifikasi (Turkification) Anatolia. Puncaknya, Konstantinopel jatuh ke tangan daulah Turki Utsmaniyah pada 1453 M.



Sosok teladan

Ash-Shalabi mengatakan, Alp Arslan merupakan seorang pemimpin Muslim yang menunjukkan banyak keteladanan. Sosok yang bernama asli Muhammad bin Dawud Chagri itu mencintai rakyatnya. Begitu pula, umat pun menghormati dan mematuhi kebijakan-kebijakannya.

Salah satu karakteristiknya ialah peduli pada kaum fakir dan miskin. Sedekah adalah ibadah yang sangat digemarinya. Tiap bulan suci Ramadhan, Alp Arslan  bersedekah sebanyak 15 ribu dinar. Di tempatnya bekerja ada sekian nama orang melarat yang senantiasa ia santuni.

Karena menjauhi sifat serakah, kepemimpinannya pun menimbulkan rasa keadilan di tengah rakyat. Bahkan, sebut ash-Shalabi, pada masa pemerintahan sang sultan kriminalitas tidak marak terjadi atau bahkan tidak terasa sama sekali. Hukum tegak tanpa pandang bulu, sehingga membuat para pejabat takut untuk mencari-cari celah korupsi.

Sebagai pemimpin yang prorakyat, ia memfungsikan kas negara sebagaimana mestinya. Pajak yang dihimpun dari seluruh wilayah kekuasaan tak digunakannya untuk memperkaya diri dan golongan sendiri. Uang rakyat itu diperuntukkannya bagi pembiayaan banyak fasilitas publik, termasuk pendirian masjid, madrasah, universitas, rumah sakit, jalan-jalan, dan sistem irigasi. Di samping itu, pengelolaan dana negara juga dialokasikan untuk membayar gaji tentara serta membiayai jihad.

Tatkala memimpin Bani Seljuk, wilayah kekuasaannya membentang dari Pegunungan Hindu Kush di timur, lembah Amu Darya di utara, kawasan Kaukasus, sebagian besar Anatolia, Persia, Irak, Syam, hingga Hijaz di Semenanjung Arab. Kerajaannya itu merupakan vasal dari Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Bagaimanapun, para khalifah tidak memiliki pengaruh kecuali sekitaran Kota Seribu Satu Malam. Bahkan, mereka bertindak seolah-olah “boneka” bagi pemerintahan Seljuk.

Alp Arslan memimpin Kesultanan Seljuk dengan gemilang. Dinasti yang berdarah Turki Oghuz itu menjelma menjadi sebuah kekuatan yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Kekuatan militer daulah ini begitu perkasa sehingga tak ada kerajaan yang mampu menandinginya pada masa itu.

Semasa memerintah, Alp Arslan menunjukkan keterampilan dalam menerapkan birokrasi yang efektif. Dalam hal ini, sang sultan dibantu perdana menterinya yang setia, Nizam al-Mulk. Keduanya menjadi negarawan Muslim yang terkemuka di dunia pada abad pertengahan. Sang wazir berjasa besar dalam mendirikan lembaga-lembaga yang menangani urusan publik, semisal pajak, peradilan, dan edukasi. Institusi pendidikan yang diinisiasinya, Madrasah Nizamiyah, mencetak banyak sarjana. Sejumlah alim ulama brilian pernah mengajar di sana. Sebut saja, Imam al-Ghazali dan juga at-Tabari.

Sesudah sukses mengusir Fathimiyah dari Syam, Alp Arslan beralih ke kawasan timur wilayah kekuasaannya. Ia hendak menaklukkan seluruh area lembah Sungai Amu Darya, Asia Tengah. Pada akhir tahun 1072, sultan Seljuk ini harus menghadapi perlawanan dari kaum pemberontak setempat, yang dipimpin Yusuf al-Khawarizmi.

Pasukan Seljuk berhasil menangkap Yusuf. Gembong pemberontak ini hendak dihukum mati. Namun, sebelum panah algojo menembus lehernya, lelaki yang pernah menguasai sebagian Khawarizmi itu dengan cepat mencabut sebuah belati, lalu menusukkannya tepat ke dada sang raja Seljuk. Akibat luka yang dideritanya, Alp Arslan meninggal dunia beberapa hari kemudian, tepatnya pada 15 Desember 1072 M dalam usia 42 tahun. Sesuai wasiatnya, takhta kepemimpinan atas Bani Seljuk diwariskan kepada seorang putranya yang saat itu berumur 18 tahun, Malik Shah.

Sang Wazir yang Cendekia

Pada era kekuasaan Dinasti Seljuk, peradaban Islam kembali mengalami kejayaan. Seorang tokoh yang turut berjasa besar dalam mewujudkan kegemilangan ini ialah Nizam al-Mulk. Sosok kelahiran Tus, Iran, itu merupakan perdana menteri daulah tersebut saat dipimpin Sultan Alp Arslan (1063-1072) dan Malik Shah (1072-1092).

Lelaki yang lahir dengan nama Hasan bin Ali al-Tusi itu tumbuh besar di lingkungan religius. Sejak kecil, dirinya sudah piawai membaca dan menghafal Alquran. Kepandaiannya tampak jelas, terutama dalam bidang matematika dan sastra.

Ayahnya yang bernama Ali merupakan seorang pegawai pemerintah Ghaznawi di Khurasan. Sesudah daerah itu jatuh ke tangan Bani Seljuk, Ali memboyong keluarganya ke Ghazna. Di sanalah, Nizam melalui masa remaja hingga dewasa.

Mengikuti jejak bapaknya, ia menjalani karier sebagai birokrat. Tatkala seluruh Iran telah dikuasai Seljuk, lelaki ini hijrah ke Marwa (Merv), yang belakangan menjadi ibu kota daulah tersebut sejak tahun 1118.

Pada 1064, wazir Dinasti Seljuk Abu Ali Ahmad bin Shadhan wafat. Waktu itu, reputasi Nizam sudah dikenal luas di pemerintah pusat, dan bahkan sampai ke telinga Alp Arslan. Sang sultan pun tertarik untuk merekrut pegawai itu sebagai pengganti Abu Ali. Saat itu, dirinya telah menapaki usia 45 tahun.

Meskipun tidak ikut menyertai Alp Arslan di Perang Manzikert, Nizam tetap menjadi salah satu orang terdekat sang penguasa Seljuk. Berkat kehebatan dan kecakapannya sebagai pegawai negara, ia pun menjadi pejabat kaliber tinggi. Pendapat dan nasihatnya selalu didengar oleh Sultan.

Setelah raja tersebut meninggal dunia, perebutan kekuasaan sempat terjadi di antara kubu-kubu militer. Tanpa takut, Nizam mengumumkan wasiat almarhum, yakni takhta Seljuk hanya diberikan kepada Malik Shah, seorang putra Alp Arslan.

Sultan Malik Shah masih berusia 18 tahun kala itu. Alhasil, Nizam berperan besar. Ia dipercaya mengurus pemerintahan dan menjalankan keputusan politik. Bagi sang sultan, perdana menterinya itu bagaikan ayahnya sendiri.

Pada periode itu, Nizam menerapkan pelbagai kebijakan publik. Di antaranya ialah mendirikan sekolah-sekolah tinggi di banyak kota, termasuk Baghdad. Lembaga itu akhirnya dikenal sebagai Madrasah Nizamiyah. Sebagai penganut mazhab Syafii dan Asy’ariyah, ia pun berupaya menyebarkan kedua paham tersebut di setiap institusi madrasah.

Selain dunia pendidikan, perhatiannya juga pada sektor ekonomi dan keumatan. Di era kepemimpinannya, Nizam pernah menghapuskan pajak yang tidak dikenai sanksi syariat (khumus). Ia pun memperluas kawasan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, serta membuat sekaligus mengamankan jalur perjalanan haji dari Irak ke Hijaz. Di sela-sela kesibukannya, wazir yang wafat pada 14 Oktober 1092 itu sempat menulis beberapa karya. Sebut saja, Siyasatnama (Buku Pemerintahan), yang berisi petuah-petuah untuk penguasa.



Terkepung Ketakutan Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Yotube Dengerin Hati) Mengapa Allah menjelaskan hakikat kehidupan dunia ...

Terkepung Ketakutan

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Yotube Dengerin Hati)

Mengapa Allah menjelaskan hakikat kehidupan dunia dengan sangat jelas? Mengapa Allah menjelaskan perjalanan dan seluk beluk kehidupan setelah kematian dengan sangat jelas?

Paling berkuasa. Paling berharta. Apakah terhindar dari ketakutan? Tua dan kematian selalu mengepung. Datangnya tak diduga dan ditolak. Yang paling ditakuti oleh yang paling berkuasa dan berharta adalah tua dan kematian.

Selama masih ada kematian. Selama takdir tidak dalam genggaman manusia. Yang paling berkuasa dan berharta selalu dalam ketakutan yang luar biasa. Bukankah hidup dalam ketidakpastian sangat menggoncangkan?

Bukankah kematian itu menghancurkan kekuasaan dan kekayaan tanpa diketahui waktunya? Bukankah kehilangan yang sangat dicintai adalah penderitaan? Bila kekuasaan dan kekayaan menjadi paling dicintai, maka hidupnya terkepung oleh ketakutan sebab semuanya dapat lenyap dalam seketika tanpa bisa ditolaknya.

Apa yang paling diributkan oleh orang kafir yang diabadikan dalam Al-Qur'an? Yaitu, apakah setelah kematian ada kebangkitan? Yang paling diributkan, itulah yang paling ditakutkan. Apa yang dikejarnya? Itulah yang paling ditakutkan bila kehilangan.

Yang tujuan hidupnya bukan Allah akan terus dikepung oleh ketakutan, walaupun telah mengenggam dunia dengan sangat kuat. Sebab, ada sakit, tua dan kematian. Sebab, takdir perjalanan hidupnya tidak diatur oleh dirinya. Sebab, keselamatan dirinya tidak ditentukan oleh dirinya. Sebab, ketidakpastian terus mengepungnya.

Paham hakikat dunia, agar paham apa yang harus digenggam dan dilepas. Paham hakikat akhirat, agar paham apa yang digenggam dan dilepas. Dengan informasi yang jelas dan valid, tindakan benar dapat dilakukan dengan tepat. Itulah sebab Al-Qur'an menjadi penjelas segala sesuatu.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (230) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (50) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (338) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (69) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (1) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (15) Nabi Nuh (3) Nabi Sulaiman (1) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (4) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (210) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (437) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (178) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (204) Sirah Sahabat (122) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (125) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)