basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Ketuhanan Yang Maha Esa, Urat Tunggang Pancasila  (Diringkas dari Buku Hati Ke Hati, Buya Hamka) Dasar filsafat negara adalah si...


Ketuhanan Yang Maha Esa, Urat Tunggang Pancasila 

(Diringkas dari Buku Hati Ke Hati, Buya Hamka)

Dasar filsafat negara adalah sila pertama dari Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah dasar pertama dan utama dari negara kita. Ia dijadikan niat dasar pertama dari negara ini, bukanlah semata-mata buah mulut (lip service)

Ia adalah dasar pertama sebagai dasar niat bermasyarakat dan bernegara. Dijadikan titik tolak berfikir. Apa saja yang dikerjakan, diamalkan dan diusahakan dalam bernegara ini adalah niat mencapai ridha Allah.

Soekarno pernah mencoba memeras Pancasila menjadi gotong royong saja sehingga Tuhan menjadi habis. Ruslan Abdulgani mengatakan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa sama kedudukannya dengan empat sila lainnya, padahal semuanya bersumber dari Dzat Yang Satu yaitu Allah.

Pikiran yang bebas merdeka. Akal yang rasional pasti akan sampai pada kesimpulan, dasar pertama dan utama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi selama jalan pikiran bangsa Indonesia masih dipengaruhi oleh ajaran tauhid, Pancasila pasti demikian adanya. Yaitu, sila pertama adalah sumber dari sila yang empat.

Pancasila bukanlah cangkokan dari kiri-kanan, gabungan isme-isme dari luar. Namun suatu pandangan hidup dari satu bangsa yang percaya kepada Tuhan. Tidak seperti persepsi Sutan Takdir Alisyabana bahwa Pancasila saling bertentangan. Diambil dari agama, Marxisme, Nasionalisme, Liberalisasi, dan Materialisme.

Cendikiawan, politisi, anggota parlemen muslim harus awas tentang ini. Jangan sampai karena perebutan kursi dan pengaruh, tidak sadar bahwa payung panji Pancasila tempat berlindung mulai bocor.

Setelah teguh kepada ke-Esa-an Allah, kita bermohon taufik dan hidayah-Nya, lalu ditetapkan dalam amal soleh dengan terciptanya perikemanusiaan, berbuat dalam bangsa dan tanah air, bermusyawarah dalam urusan bersama, dan menegakkan keadilan sosial dalam masyarakat.

Penerapan Syariat Islam di Serdang Sumatera Utara Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia ...

Penerapan Syariat Islam di Serdang Sumatera Utara

Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli setelah sengketa tahta kerajaan pada tahun 1720. Seperti kerajaan-kerajaan lain di pantai timur Sumatra, Serdang menjadi makmur karena dibukanya perkebunan tembakau, karet, dan kelapa sawit.

Struktur tertinggi di Kesultanan Serdang dipimpin oleh seorang Raja. Pada masa itu, peranan seorang raja adalah:
1. Kepala Pemerintahan Kesultanan Serdang.
2.Kepala Agama Islam (Khalifatullah fi’l ardh)
3. Kepala Adat Melayu.
4. Lembaga Orang Besar Berempat

Pada masa pemerintahan raja yang ke-2, Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah (1767-1817), tersusunlah Lembaga Orang Besar Berempat di Serdang yang berpangkat Wazir Sultan, yaitu:
1. Raja Muda (gelar ini kemudian berubah menjadi Bendahara)
2. Datok Maha Menteri (wilayahnya di Araskabu)
3. Datok Paduka Raja (wilayahnya di Batangkuwis) keturunan Kejeruan Lumu
4. Sri Maharaja (wilayahnya di Ramunia).

Pembentukan Lembaga Orang Besar Berempat di Serdang ini, disebabkan Raja Urung Sunggal kembali ke Deli, sementara Raja Urung Senembah dan Raja Urung Tg. Merawa tetap menjadi raja di wilayah taklukan Serdang.

Sultan Ainan Johan Almashah memperkukuh Lembaga Empat Orang Besar di atas berdasarkan fenomena alam dan hewan yang melambangkan kekuatan, seperti 4 penjuru mata angin (barat, timur, selatan, utara), kukuhnya 4 kaki binatang dan asas Tungku Sejarangan (4 batu penyangga untuk masak makanan).

Lembaga itu juga melambangkan sendi kekeluargaan pada masyarakat Melayu Sumatra Timur yaitu: suami, isteri, anak beru (menantu) dan Puang (mertua). Demikianlah, pembentukan lembaga di atas didasarkan pada akar budaya masyarakat Serdang sendiri.

Selain para pejabat istana di atas, Sultan juga dibantu oleh Syahbandar (perdagangan) dan Temenggong (Kepala polisi dan keamanan). Sultan Serdang menjalankan hukum kepada rakyat berdasarkan Hukum Syariah Islam dan Hukum Adat seperti kata pepatah, “Adat bersendikan Hukum Syara, Hukum Syara’ bersendikan Kitabullah”.

Sumber:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Serdang

Penerapan Syariat Islam di Palembang Setelah Kesultanan Demak menggantikan Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemu...


Penerapan Syariat Islam di Palembang


Setelah Kesultanan Demak menggantikan Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula Kesultanan Palembang Darussalam dengan "Susuhunan Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman" sebagai raja pertamanya.

Kerajaan ini mengkawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Melayu pada masanya. Salah satu raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).

Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kekalahan Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran besar yang melibatkan Jeneral de Kock, Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan.

Beberapa sultan selepas Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda, berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumihangusan bangunan kesultanan. Setelah itu Palembang dibahagikan menjadi dua Keresidenan besar, dan pemukiman di Palembang dibahagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.

Dalam catatan sejarahnya, Palembang pernah menerapkan undang-undang tertulis berdasarkan syariat Islam, yang berasal dari buku Simbur Cahaya. 

Kitab Simbur Cahaya merupakan kitab undang-undang hukum adat, yang merupakan perpaduan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatra Selatan, dengan ajaran Islam. Kitab ini diyakini sebagai bentuk undang-undang tertulis berlandaskan syariat Islam, yang pertama kali diterapkan bagi masyarakat Nusantara.

Kitab Simbur Cahaya, ditulis oleh Ratu Sinuhun yang merupakan isteri penguasa Palembang, Pangeran Sido Ing Kenayan (1636 - 1642 M). Kitab ini terdiri atas 5 bab, yang membentuk pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatra Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki.

Pada perkembangan selanjutnya, ketika Palembang berhasil dikuasai Kolonial Belanda. Sistem kelembagaan adat masih dilaksanakan seperti sediakala, yaitu dengan mengacu kepada Undang Undang Simbur Cahaya, dengan beberapa penghapusan dan penambahan aturan yang dibuat resident.

Berdasarkan informasi dari penerbit “Typ. Industreele Mlj. Palembang, 1922”, Undang Undang Simbur Cahaya terdiri dari 5 bagian, yaitu:

Adat Bujang Gadis dan Kawin (Verloving, Huwelijh, Echtscheiding)
Adat Perhukuman (Strafwetten)
Adat Marga (Marga Verordeningen)
Aturan Kaum (Gaestelijke Verordeningen)
Aturan Dusun dan Berladang (Doesoen en Landbow Verordeningen)


Sumber:
https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Palembang
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Simbur_Cahaya

Penerapan Syariat Islam di Bima Islam pertama kali diperkenalkan ke Kesultanan Bima oleh Sayyid Murtolo yang berasal dari Gresik...

Penerapan Syariat Islam di Bima


Islam pertama kali diperkenalkan ke Kesultanan Bima oleh Sayyid Murtolo yang berasal dari Gresik. Ia adalah putra Syekh Maulana Ibrahim Asmara dan saudara dari Sunan Ampel.

Penyebaran Islam dilakukan bersamaan dengan kegiatan perdagangan. Penerimaan Islam hanya oleh kelompok kecil pedagang dan masyarakat Kerajaan Bima yang berada di wilayah pesisir.

Islamisasi di Sulawesi Selatan selama periode tahun 1605 hingga 1611 membuat Kesultanan Gowa memperluas penyebaran Islam ke Kepulauan Nusa Tenggara.

Kesultanan Gowa memusatkan penyebaran Islam di Pulau Sumbawa setelah hampir seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan diislamkan.Penyebaran Islam dilanjutkan oleh para pedagang dari Kerajaan Gowa, Kerajaan Tallo, Kesultanan Luwu, Kesultanan Bone, dan Kesultanan Ternate.

Hubungan politik, budaya dan ekonomi antara Kerajaan Gowa dan Kesultanan Bima akhirnya membuat raja Kerajaan Bima yang bernama La Kai menjadi muslim. Islam yang berkembang di Kesultanan Bima juga dipengaruhi oleh Kesultanan Gowa.

Kesultanan Bima kemudian menerapkan hukum Islam dan hukum adat secara bersamaan. Pemerintahan Kesultanan Bima kemudian membentuk lembaga eksekutif dan yudikatif.

Sejak tanggal 14 Agustus 1788, Kesultanan Bima memiliki lembaga peradilan Islam yang bernama Mahkamah Syar'iyyah. Tugas utamanya adalah mengadili dalam urusan syariat Islam.

Setelah Belanda memerintah di Kerajaan Bima, Mahkamah Syar’iyyah digantikan oleh sistem peradilan Hindia Belanda pada tahun 1908.

Rimpu Sunting
Rimpu adalah busana wanita berupa sarung yang digunakan oleh para muslimah di Kesultanan Bima. Kegunaannya adalah sebagai penutup kepala dan bagian tubuh bagian atas.

Rimpu terdiri dari dua lembar kain sarung. Sarung pertama digunakan untuk menutupi kepala sehingga yang terliihat hanya bagian muka atau mata saja. Kain kedua diikat di perut dan digunakan sebagai pengganti rok. Rimpu diperkenalkan pertama kali di Bima pada akhir abad ke-17 M.

Sumber:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Bima

Penerapan Syariat Islam di Ternate Zainal Abidin dan Kesultanan Ternate adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ya, karena Zain...

Penerapan Syariat Islam di Ternate


Zainal Abidin dan Kesultanan Ternate adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ya, karena Zainal Abidin adalah pemimpin pertama kesultanan ini. Dalam untaian sejarah nusantara, nama Sultan Zainal Abidin memang tidak setenar Sultan Baabullah, penguasa ke-24 Kesultanan Ternate yang berkuasa antara 1570-1583. Sultan Baabullah yang berhasil mengalahkan Portugis dan mengantarkan Ternate ke masa keemasan, kini diabadikan sebagai nama bandar udara Ternate, Maluku Utara.

Meski demikian, bukan berarti Sultan Zainal tak menorehkan pencapaian penting bagi Ternate. Memimpin Ternate pada rentang waktu 1486-1500, Sultan Zainal tercatat oleh sejarah sebagai peletak dasar sistem pemerintahan Islam pada abad ke-15. Zainal merupakan putra mahkota dari Raja Ternate ke-18, Kolano Marhoem, yang memerintah pada 1465-1486. Kolano adalah sebutan lain dari raja. Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, Kolano Marhoem diyakini sebagai raja pertama yang memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.

Untuk memperdalam pengetahuan terhadap Islam, sang raja kemudian meminta bantuan seorang ulama asal Jawa bernama Datu Maula Hussein untuk mengajarkan agama Islam. Dalam referensi lainnya dikatakan, ulama asal Jawa ini bernama Maulana Husayn. Keduanya diyakini adalah sosok yang sama. Selain memiliki pengetahuan keislaman yang luas, ulama dari Jawa ini juga mahir membuat kaligrafi Alquran dan membaca Alquran.

Dari Hussein inilah, Zainal muda mendapatkan pengetahuan dasar tentang Islam. Seiring perjalanan waktu, proses pembelajaran Islam pada diri Zainal muda ternyata tak hanya berhenti pada sosok Hussein. Sebab, Hussein kemudian menyarankan Zainal untuk mendalami Islam ke seberang lautan, yakni tanah Jawa.

Karenanya pada 1495, berangkatlah Zainal bersama sang guru ke tanah rantau untuk menimba ilmu. Seperti disebutkan dalam buku berjudul Kepulauan Rempah-Rempah yang ditulis M Adnan Amal, tempat yang dituju Zainal adalah Pesantren Giri di Jawa Timur. Di tempat ini, Zainal Abidin menimba ilmu Islam secara langsung dari Sunan Giri. Sunan Giri yang termasuk salah satu Walisongo adalah pendiri Kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur.

Dalam literatur yang sama, Adnan Amal menulis, Zainal hanya tiga bulan berada di Pesantren Giri. Diyakini, keberadaannya di sana bukan hanya untuk menimba ilmu agama, melainkan sebagai upaya strategis untuk mengeratkan hubungan dengan kerajaan Islam di Gresik ini.

Saat datang ke Jawa, Zainal Abidin ini dijuluki sebagai Raja Bulawa yang berarti raja cengkih. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia tertulis, cengkih yang dibawa Zainal dari Maluku digunakan untuk persembahan. Sebagai imbal jasa dari persembahan cengkih itu, Zainal kemudian membawa sejumlah ulama dari Pesantren Giri ke Ternate. Seorang di antaranya adalah Tuhubahalul.

Saat datang ke tanah Jawa, Zainal Abidin sebenarnya sudah menyandang status sebagai raja ke-19 Ternate. Dalam literatur tersebut dijelaskan, hubungan antara Ternate dan Giri sudah terjalin erat. Hubungan yang terjalin dalam bidang politik dan ekonomi itu berlangsung hingga abad ke-18.

Ubah konstelasi politik
Selepas berkelana singkat ke Giri, Zainal membuat perubahan besar dalam konstelasi politik Kerajaan Ternate. Gelar Kolano atau raja yang sempat disandang ia tanggalkan. Sebagai gantinya, ia menyematkan gelar sultan yang menjadi cerminan dari kerajaan bercorak Islam.

Pada masa itu juga, Sultan Zainal Abidin mendirikan sejumlah pesantren. Ini adalah kali pertama pesantren didirikan di Ternate. Para tenaga pengajarnya didatangkan langsung oleh Zainal dari Giri. Mereka itulah yang turut serta bersamanya ketika meninggalkan Pesantren Giri.

Hal penting lain yang dilakukan Sultan Zainal adalah membentuk lembaga Bobato. Lembaga ini merupakan salah satu perangkat agama yang mengatur sistem hukum Islam di dalam sistem kesultanan. Di bawah kepemimpinan Sultan Zainal inilah, Islam kemudian diakui sebagai agama resmi kerajaan. Di saat yang sama juga, syariat Islam diberlakukan.

Dengan dibentuknya Bobato, Sultan Zainal Abidin telah meletakkan dasar untuk menjadikan Ternate sebagai kekhalifahan Islam. Model semacam ini pula dilakukan Demak di Pulau Jawa. Sayangnya, sejarah gemilang yang telah ditorehkan Sultan Zainal rupanya kurang didukung oleh pencatatan sejarah yang apik. Akibatnya, tak begitu jelas kapan dia dilahirkan dan dalam usia berapa sang sultan tutup usia. 

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/qf093a430

Memutus Nusantara Dengan Makkah dan Kairo (Bagian-1) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Mengapa Portugis...


Memutus Nusantara Dengan Makkah dan Kairo
(Bagian-1)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Mengapa Portugis menguasai kota Malaka? Sekadar penguasaan jalur perdagangan rempah? Portugis berusaha menguasai Malaka sejak 1511. Saat sudah kuat, dikirimlah 18 kapal perang untuk menguasai Malaka.  Apa semangatnya?

Panglima perang Portugis berpidato sebelum penyerangan, "Adalah suatu pemujaan yang sangat suci dari kita untuk Tuhan dengan mengusir, mengikis orang Arab dari Malaka, dan memadamkan pelita pengikut Muhammad sehingga tidak ada lagi cahayanya di sini selama-lamanya."

Lalu disambungnya, "Sebab, saya yakin kalau perniagaan di Malaka ini telah kita rampas dari tangan kaum muslimin, habislah riwayat Kairo dan Makkah, dan Venesia tidak dapat lagi berniaga rempah-rempah kalau tidak berhubungan dengan Portugis."

Misi utama penghancuran Malaka adalah memutuskan jalur Melayu dan Nusantara dari Makkah dan Kairo. Karena di dua kota inilah sumber keilmuan dan gelora jihad perlawanan terhadap Penjajahan. 

Penjajah Belanda merasakan hal ini. Pada tahun 1686 M, datang pula Raja Iskandar yang Dipertuan Minangkabau. Diadakan hubungan rahasia dengan sultan Aceh, Susuhunan Mataram, Raja Kalimantan dan Andalas Timur supaya berserikat melawan Belanda dan meninggikan bersama semarak Islam.

Rencana ini tercium oleh Belanda, salah satu sebab pergolakan perlawanan di Nusantara bukan dari Jawa dan Sumatera tetapi dari orang tua, Syekh Yusuf Al Makasari, yang diasingkan di pulau Langkapuri Srilangka. Orang tua yang hanya memegang tasbih dalam tangannya itu, tersimpan kekuatan yang lebih tajam dari pedang.

Nasihat, kitab dan tulisannya menyebar melalui jamaah haji Nusantara. Kemudian secara berantai menyebar ke murid-muridnya dan santri-santri yang ada di Nusantara. Gelora keilmuan dan perjuangan kemerdekaan yang ingin diputus dengan memutus mata rantai jaringan Nusantara dengan Makkah dan Kairo.

Sumber:
1. Dari Perbendaharaan Lama karya Buya Hamka, GIP 2017, hal 42
2. Dari Hati Ke Hati, Buya Hamka, GIP 2016, hal 106-107

Penerapan Syariat Islam di Gowa Penyebaran Islam dilakukan atas prakarsa raja serta kemampuan adaptasi para mubaligh. Tak hanya ...

Penerapan Syariat Islam di Gowa


Penyebaran Islam dilakukan atas prakarsa raja serta kemampuan adaptasi para mubaligh.

Tak hanya Gowa-Tallo, sejumlah kerajaan lain juga tumbuh di Sulawesi Selatan. Namun, Gowa-Tallo-lah yang paling berpengaruh di sana.

Maka, dengan Islamnya kerajaan tersebut, dakwah Islam pun kemudian menyebar dengan pesat. Jika Aceh merupakan "Serambi Makkah" Indonesia, Gowa-Tallo-lah "Serambi Madinah"-nya. Karena di Gowa-Tallo, syariat Islam diterapkan kemudian didakwahkan ke timur Indonesia.

Setelah Kerajaan Gowa-Tallo memeluk Islam, penyebaran Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat pesat. Kerajaan Gowa-Tallo berhasil menorehkan tinta emas sejarah peletakan dasar dan penyebaran Islam di bagian timur negeri ini.

“Kerajaan ini juga menerapkan syariat Islam. Karena itu, wajar kalau Gowa ini dikenal sebagai Serambi Madinah," dikutip dari artikel Kerajaan Gowa-Tallo; Ekspedisi Islam Oleh ‘Serambi Madinah’ dari Timur di majalah al-Waie.
 
Prof DR Ahmad M Sewang MA dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII menuturkan, peristiwa masuk Islamnya Raja Gowa-Tallo merupakan tonggak sejarah dimulainya penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.

Pasalnya, terjadi konversi Islam secara besar-besaran pascaperistiwa tersebut. Penerimaan Islam dimulai dari sebuah dekrit yang dikeluarkan pemimpin Gowa-Tallo, Sultan Alauddin, pada 9 November 1607 M. Dekrit tersebut menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan dan agama masyarakat.

Saat dekrit dikeluarkan, dakwah Islam masih berlangsung dengan damai. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan Gowa-Tallo pra-Islam pun dengan sukarela menerima agama Allah ini. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.

Namun, hambatan dakwah mulai muncul ketika Raja Gowa-Tallo menyerukan Islam ke tiga kerajaan Bugis. Ketiga kerajaan yang tergabung dalam aliansi Tellunpoccoe menolak seruan tersebut. Maka, terjadilah perang antara Kerajaan Makassar yang terdiri atas Kerajaan Gowa dan Tallo dan Kerajaan Bugis yang terdiri atas Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo.

Menurut artikel Islam di Kerajaan Gowa-Tallo; Menelusuri Jejak-jekak Islam dalam Kaitannya dengan Penyebaran Islam di Sulawesi di laman Wacana Nusantara, kerajaan yang menolak dakwah Gowa-Tallo merupakan kerajaan Bugis dan Mandar yang secara pemerintahan telah kuat.

Mereka khawatir Gowa-Tallo akan menjajah mereka. Faktor penolakan lain juga karena mereka sukar meninggalkan kegemaran makan babi, minum tuak, sabung ayam dengan berjudi, dan kebiasaan negatif lain.

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/n1boft
 

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (230) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (50) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (338) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (69) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (1) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (15) Nabi Nuh (3) Nabi Sulaiman (1) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (4) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (210) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (437) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (176) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (204) Sirah Sahabat (122) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (125) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)