basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Kisah Kiai Busyro Syuhada, Jawara Asal Banjarnegara Guru Silat Jenderal Soedirman Rabu, 26 Mei 2021 21:25 WIB Editor: Adi Suhend...


Kisah Kiai Busyro Syuhada, Jawara Asal Banjarnegara Guru Silat Jenderal Soedirman




Rabu, 26 Mei 2021 21:25 WIB
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA - Pusara di sebuah lahan sempit yang berada di belakang masjid Desa Binorong, Kecamatan Bawang, Banjarnegara, Jawa Tengah menyimpan sebuah cerita sejarah.

Di tempat tersebut, diketahui Kiai Busyro Syuhada, pendekar silat yang melegenda dimakamkan.

Tak ada beda makam tokoh tersebut dengan makam lain di sekitarnya.

Hanya batu nisan tua yang menancap di pusaranya.


Tidak ada bangunan atau pagar yang menandai kekeramatannya.

Rumput liar tumbuh subur menutupi permukaan lahan.

Meski namanya kurang populer, Mbah Busyro nyatanya telah melahirkan banyak tokoh pendekar, di antaranya pahlawan nasional Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Bukan hanya memiliki kemampuan militer dan taktik perang, Soedirman rupanya juga membekali dirinya dengan ilmu bela diri dan spiritual.

Untuk urusan itu, Jenderal Soedirman harus mengakui kehebatan Busyro Syuhada, jawara silat di zaman kolonial.

Hingga ia memutuskan pergi ke Banjarnegara untuk menemui sang jawara.

Jenderal Soedirman mendaftar sebagai murid di padepokan yang diasuh kiai Busyro.

Bangunan padepokan yang berada di sisi jalan nasional itu kini sudah tak berbekas.

Baca juga: Mentan SYL di Indonesia Food Summit 2021: Pertanian Adalah Tanggung Jawab Bersama

Lahan padepokan telah disulap menjadi Rumah Sakit Islam (RSI) Bawang, Banjarnegara.


Di padepokan itu, Soedirman bersama santri lainnya dari berbagai daerah digembleng dengan ilmu bela diri dan spiritual.

Tetapi Fuad tak mengetahui persis materi spesifik yang diajarkan kakeknya kepada Jenderal Soedirman.

“Yang diajarkan silat dan ilmu rohani,” kata Fuad, cucu KH Busyro Syuhada, Selasa (25/5/2021)


Jenderal Soedirman tak lama menimba ilmu di padepokan, hanya 21 hari.

Tetapi di waktu yang singkat itu, Soedirman benar-benar total belajar.


Keseriusannya ia buktikan dengan menetap atau tinggal di langgar padepokan.

Sehingga, ia bisa maksimal menyerap ilmu dari sang guru.

Sayang Fuad tak mengetahui cerita lebih lengkap perihal hubungan guru-murid Kiai Busyro dengan Jenderal Soedirman.

Hanya yang ia tahu, setelah berguru ke Mbah Busyro, Soedirman sempat berceramah pada acara gerakan kepanduan Hizbul Wathan di dataran tinggi Dieng, Kecamatan Batur, Banjarnegara.

“Habis di Banjar, dia diundang untuk ceramah Hizbul Wathan di Batur,” katanya


Guru Jenderal Soedirman ini jelas bukan orang sembarangan.
Busyro Syuhada adalah jawara silat yang kesohor di zamannya.

Ia memenangi banyak pertarungan dan sayembara di berbagai daerah.

Di antara pertarungan yang membuatnya kondang adalah ketika melawan seorang warga Belanda.


Pria Belanda itu mulanya sempat sesumbar.

Fuad menceritakan, ia menantang orang Indonesia yang paling kuat untuk melawannya.


Tantangan itu sampai ke telinga Busyro.

Ia menyambut tantangan orang asing itu.

Duel keduanya pun dimulai.

Mereka berusaha saling melumpuhkan.


Pria asing itu tentu bukan lawan sembarangan.

Ia sempat berhasil mengempit anggota tubuh Busyro.

Tetapi Busyro tak gampang ditaklukkan.

Ia balik menyerang.

Dalam kondisi terjepit, Busyro mengeluarkan jurus tendangan.
Pria asing itu terkena tendangan maut Busyro di selangkangan.

Tubuh pria bule itu seketika roboh. Ia takluk di tangan Busyro. Busyro berhasil memenangkan pertarungan mematikan itu. Sang jawara kembali berjaya di arena pertarungan.

"Setiap ada sayembara pendekar silat, dia selalu menang," katanya.

Penulis: khoirul muzaki

Mengenal Kiainya Tentara Indonesia & Guru Jenderal Sudirman REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhyiddin Di balik sosok hebat, pasti ada...


Mengenal Kiainya Tentara Indonesia & Guru Jenderal Sudirman



REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhyiddin

Di balik sosok hebat, pasti ada seorang guru yang mendoakan dan membimbing. Termasuk Jenderal Besar Sudirman. Keteguhan hati dan keberanian sang jenderal melawan penjajah Belanda diwariskan dari salah satu gurunya, KH Bey Arifin, ulama asal Sumatra Barat.

Mungkin tak banyak yang tahu siapa KH Bey Arifin. Padahal, sepak terjangnya di berbagai organisasi ulama, akademisi, hingga dunia militer membawanya mengenal banyak tokoh di Indonesia.

KH Bey Arifin menjadi juru dakwah dan imam tentara selama bertahun-tahun. Ia pun menjalin persahabatan dengan banyak tokoh militer Tanah Air, termasuk Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Sosok yang akrab disapa Pak Dirman itu menganggap Kiai Bey Arifin sebagai salah seorang gurunya. Dalam buku biografi Bey Arifin, Jenderal Sudirman menyumbangkan tulisan berjudul Ustadz H Bey Arifin sebagai Perwira Rohani dalam Kesatuanku dan Juga Sebagai Guruku.

Selain dekat dengan kalangan tentara, Kiai Bey Arifin tentunya juga akrab dengan para ulama. Apalagi, ia pernah menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Jawa Timur. Lelaki kelahiran Sumatra Barat itu juga aktif dalam pergerakan politik kebangsaan, misalnya, melalui Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Di Konstituante, ia duduk sebagai anggota mewakili partai tersebut.

Dalam catatan sejarah, KH Bey Arifin juga pernah belajar bersama-sama dengan Ketua Umum MUI per tama Indonesia, yaitu Buya Hamka. Ia dan Buya Hamka pernah ikut dalam forum diskusi besar kalangan alim ulama di Masjid Batu Merah, Ambon, Maluku, tepatnya pada mo men Hari Kebangkitan Nasional. Dalam buku Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia dijelaskan, Masjid Batu Merah tak cukup lapang untuk menampung para peserta forum. Maka, pada 1924 masjid itu pun direnovasi.

Cendekiawan Muslim Prof Deliar Noer pernah mengadakan penelitian tentang gerakan-gerakan Islam di Indonesia pada 1955. Saat melakukan penelitian itu, ia menumpang di rumah Kiai Bey Arifin yang berada di kompleks perumahan dinas militer, Jalan Perwira, Surabaya.

Deliar Noer pun mengenang masa-masa dirinya menumpang di rumah sang kiai. Selama sebulan, ia mengaku mendapatkan kesan yang mendalam tentang sosok Kiai Bey Arifin dan keluarganya. Menurut dia, cita-cita Kiai Bey Arifin untuk menjadi seorang mubaligh saat itu sudah terpenuhi.

Kalau dilihat secara lahir dan mengenal kemauan keras Bey Arifin dari dekat, tampaknya hanya Allah yang akan menghentikannya dalam berdakwah, ujar Deliar Noer, seperti dikutip dalam publikasi Kinantan edisi Agustus 1995.

Kiai Bey lahir pada 26 September 1917 di Desa Parak Laweh, Kecamatan Tilatang, Agam, Sumatra Barat. Ayahnya bergelar Datuk Laut Basa bernama Muhammad Arif, ibundanya bernama Siti Zulaikha.



Dalam buku Perjalanan Panjang Seorang Dai KH Bey Arifin tulisan Totok Djuroto, dirawikan, ayahnya Bey Arifin hanya seorang petani. Akan tetapi, kerja kerasnya berbuah manis. Bey Arifin dapat masuk sekolah umum tingkat dasar (Folkschool).

Di kelas, ia fokus belajar, terutama mengingat perjuangan ayahnya dalam mencari nafkah. Tiga tahun kemudian, ia lulus dengan hasil yang memuaskan.

Karena masih haus ilmu pengetahuan, ia pun melanjutkan pendidikan ke Vervolgschool. Saat duduk di kelas empat, ia juga belajar agama di Ibtidaiyah Diniyahscholl, Simpang Empat. Sekolah Islam itu terletak tidak jauh dari desanya. Pada 1931, ia berhasil menyelesaikan studinya di Vervolgschool.

Sekitar tujuh tahun kemudian, Bey Arifin meneruskan pendidikan di Islamic College Kota Padang. Waktu itu, ia sudah terbiasa dalam kegiatan dakwah Islam. Kemampuan berceramah pun dikuasainya, terutama sejak usia 17 tahun.

Ia sering berpidato atas nama Himpunan Pemuda Islam Indonesia (HPII) di berbagai forum. Di antaranya adalah pengajian umum yang disebut sebagai Openbare Vergadering.

Di atas podium, ia kerap menyingkat namanya menjadi BJ dan menambahkan nama belakang ayahnya. Lengkapnya menjadi BJ Arifin. Namun, pada 1934 seorang sahabatnya, Tamarajaya, menyarankan agar penanda BJ diganti menjadi Bey karena lebih mudah dilafalkan. Sejak saat itu, namanya pun lebih dikenal sebagai Bey Arifin atau Ifin.

Mengikuti tradisi Minangkabau, Bey Arifin pun merantau pada 1939. Dalam buku Nasionalisme Indonesia di Kalimantan Selatan, Wajidi menjelaskan, Bey saat itu menumpang kapal Slout van Dieman. Ia berangkat bersama temannya, Maisyir Thaib, ke Banjarmasin.

Saat itu, Bey Arifin sudah menapaki usia 22 tahun. Begitu tiba di Banjarmasin, mereka lantas menuju daerah Rantau. Di sana, Bey mengajar pada Noormal School Islam, yaitu sekolah yang mendidik para calon guru.

Bey Arifin merasakan zaman pendudukan Jepang. Mulanya, Dai Nippon datang membawa janji-janji pembebasan kepada rakyat Indonesia. Namun, belakangan propaganda itu tak lagi mempan dalam memikat massa.

Apalagi, Jepang sering berlaku kejam terhadap penduduk setempat. Secercah harapan muncul ketika para pemuda pergerakan mengetahui kabar kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.

Bey Arifin pada Agustus 1945 masih berada di Kalimantan. Seperti halnya jutaan rakyat Indonesia, ia pun larut dalam syukur dan gembira usai menerima berita Proklamasi RI.

Berikutnya, ia mendapati informasi, tentara Sekutu mulai memasuki wilayah Tanah Air. Bahkan, Belanda dipastikan turut membonceng balatentara pemenang Perang Dunia II itu dengan niatan ingin kembali menjajah Indonesia.

Pada September 1945, Bey Arifin dan keluarganya menumpang sebuah perahu Madura untuk meninggalkan Kalimantan. Ia menuju Surabaya, Jawa Timur. Di kota itu, suasana sudah menegangkan. Kaum Republik sudah siap tempur melawan tentara Sekutu, utamanya Inggris.


Bey Arifin pun terlibat langsung dalam Perang 10 November di Surabaya. Ia bergabung dengan Laskar Hizbullah. Sesudah pertempuran yang kelak diperingati sebagai Hari Pahlawan itu, ia pun hijrah ke Madiun untuk jangka waktu tertentu. Usai masa revolusi, ia kembali lagi ke Surabaya dan bekerja sebagai guru agama pada Yayasan Pendidikan al-Irsyad.

Waktu itu, Bey Arifin memboyong seluruh anggota keluarganya ke Surabaya. Dengan bantuan dari pihak al-Irsyad, kepindahan Bey dari Madiun ke Surabaya dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang. Sebab, jalur darat waktu itu kurang kondusif.

Dalam era Orde Lama, kariernya sebagai juru dakwah semakin mulus. KH Bey Arifin tidak hanya mengajar di sekolah dan berdakwah di kalangan sipil. Ia pun aktif menjadi penceramah di kalangan tentara. Bahkan, ia pernah menjadi imam tentara di Kodam Brawijaya dan turut mengisi Pusat Rohani Islam Angkatan Darat ABRI (kini Tentara Nasional Indonesia/TNI).

Di atas podium, Kiai Bey Arifin tak selalu menggunakan gaya bahasa formal. Ia juga tak jarang membumbui ceramahnya dengan berbagai anekdot lucu. Karena itu, menurut Totok Juroto, sosok ulama ini sangat disenangi oleh semua tentara, baik dari lapisan prajurit bawahan maupun perwira.

Bahkan, rohaniawan yang mengurusi agama Kristen Protestan juga nyaman berinteraksi dengan Kiai Bey Arifin yang notabene Muslim. Hal ini membuktikan, dalam memberi pengajian seorang juru dakwah penting pula melontarkan guyonan. Mengutip nasihat almarhum KH Maimoen Zubair (Mbah Moen), Kiai yang tidak bisa guyon saat mengaji kitab itu kurang lengkap ilmunya.

Kemampuan humor yang dimiliki KH Bey Arifin menjadi penting agar pesan-pesan agama bisa membekas dalam pikiran jamaahnya. Melalui anekdot, ia dapat lebih mudah menyampaikan makna tekstual yang mungkin terbilang berat kepada para pendengarnya.

Sejak menjadi imam tentara, ia merilis sejumlah karya. Di antaranya adalah Hidup Sesudah Mati (1969), Mengenal Tuhan (1963) dan Samudera al-Fatihah (1966). Saat berumur 72 tahun, Kiai Bey Arifin tercatat sudah menghasilkan sekitar 47 buku. Seluruhnya membahas tentang agama Islam, termasuk dari segi filsafat.

KH Bey Arifin berpulang ke rahmatullah pada 30 April 1995 dalam usia 77 tahun. Selama hidupnya, sang kiai tampaknya benar-benar terpengaruh hadis sahih yang diriwayatkan Imam Bukhari. Sabda Nabi SAW, Sampaikan dariku walau hanya satu ayat. Itulah yang diamalkan Kiai Bey Arifin hingga akhir hayatnya. ed: hasanul rizqa

Mengenal Kiai Subchi, Guru Jenderal Sudirman Jurnalis - Ayu Dita Rahmadhani     Kemerdekaan rakyat Indonesia didapat dari perjua...


Mengenal Kiai Subchi, Guru Jenderal Sudirman
Jurnalis - Ayu Dita Rahmadhani

   
Kemerdekaan rakyat Indonesia didapat dari perjuangan semua golongan rakyat. Termasuk perjuangan kaum santri dan barisan kiai yang berjuang keras untuk menyelamatkan negeri.

 
Jenderal Soedirman

Namun kisah perjuangan para kiai dan santri mulai tenggelam dari narasi sejarah Indonesia. Perjuangan mereka sering tak terlihat dalam buku-buku teks pelajaran sejarah di Indonesia.

Seperti dilansir NU Online, salah satunya pejuang Muslim yang ikut membela Tanah Air adalah Kiai Subchi Parakan. Ia dikenal dengan Kiai Bambu Runcing.

Kiai Subchi merupakan seorang ulama besar yang berasal dari Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Lahir pada tahun 1850, Subchi, atau sering disebut dengan Subeki, merupakan putra sulung Kiai Harun Rasyid yang merupakan penghulu masjid di kawasan tersebut.

Kiai Subchi dikenal sebagai ulama dan pejuang yang membakar semangat para pemuda untuk bertempur melawan penjajah. Pada masa revolusi, beliau meminta pemuda-pemuda untuk mengumpulkan bambu yang ujungnya dibuat runcing, kemudian diberi asma' dan doa khusus.

Dengan bekal bambu runcing, pemuda-pemuda Tanah Air berani berjuang di garda depan bertarung dengan melawan kolonial Belanda. Bambu runcing inilah yang kemudian menjadi simbol perjuangan bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah Belanda.

Melansir dari akun Instagram @ulama.nusantara, Kamis (8/8/2019), Kiai Subchi dikenal sebagai seorang yang murah hati dan suka membantu warga sekitar yang kekurangan. Beliau dikenal sebagai orang yang dermawan dan suka bersedekah.

Kiai Subchi sering membagikan hasil pertanian, maupun menyumbangkan lahan kepada warga yang tidak memilikinya. Inilah kebaikan hati Kiai Subchi, hingga disegani warga dan memiliki kharisma yang sangat kuat.

Ketika barisan Kiai mendirikan Nahdlatul Ulama pada 1926, Kiai Subchi turut serta dengan mendirikan NU Temanggung. Beliau kemudian menjadi Rais Syuriah NU Temanggung. Kiai Subchi juga sangat mendukung anak-anak muda untuk berkiprah dalam organisasi.

Kiai Subchi juga dikenal sebagai sosok sederhana, zuhud dan sangat tawadhuk. Ketika banyak pemuda pejuang yang sowan untuk minta doa dan asma', Kiai Subchi justru menangis tersedu-sedu.

Dalam memoarnya 'Berangkat dari Pesantren', Kiai Saifuddin Zuhri (1919-1986) menceritakan bahwa KH Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin, dan KH Masjkur pernah mengunjungi Kiai Subchi. Dalam pertemuan tersebut, Kiai Subchi menangis karena banyak yang meminta doanya. Padahal ia merasa tidak layak dengan maqam tersebut.

Kiai Saifuddin Zuhri juga menuliskan bahwa, Kiai Subchi menjadi rujukan laskar-laskar yang berjuang di garda depan revolusi kemerdekaan. Berbondong-bondong barisan-barisan laskar dan TKR menuju Parakan, hanya untuk meminta doanya agar mereka mampu berperang melawan penjajah.

Bahkan Jenderal Sudirman berkunjung ke kediaman Kiai Subchi untuk meminta doa dan bantuan darinya. Beliau sowan ke kediaman Kiai Subchi.

Jenderal Sudirman sering berperang dalam keadaan suci. Beliau juga mengamalkan doa dari Kiai Subchi yang merupakan teladannya. Dari kisah ini dapat diketahui kalau Jenderal Sudirman merupakan santri Kiai Subchi.

Aktivitas Dunia Jadi Amal Jariah Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Yotube Dengerin Hati) Amal Jariah, sekedar membangun masjid...

Aktivitas Dunia Jadi Amal Jariah

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Yotube Dengerin Hati)

Amal Jariah, sekedar membangun masjid dan sarana ibadah? Sekedar mengajarkan ilmu dan anak yang mendoakan? Semua jejak peninggalan yang ikhlas untuk kebaikan manusia dan jagat raya adalah amal jariah.

Membuat sumur, menggali sungai dan menanam pohon juga termasuk amal jariah yang disebut oleh Rasulullah saw. Banyak aktivitas "dunia" yang merupakan amal akhirat. Bahkan hubungan seksual dengan istri pun amal akhirat. Bila benar mengelolanya seluruh aktivitas dunia adalah amal akhirat.

Memudahkan menjual, memudahkan membeli, memudahkan memberi pinjaman, memudahkan menagih hutang, memudahkan pembayaran, dan menerima komplainan dalam bertransaksi akan dirahmati Allah.  Membangun bisnis dengan bisnis proses seperti ini merupakan amal jariah.

Yang memudahkan urusan manusia, akrab, lembut dan rendah hati akan diharamkan dari Neraka. Kemampuan berkomunikasi dan relationship dengan manusia ternyata amal akhirat. Mengapa hanya diniatkan untuk customer service, marketing dan salesmanship saja?

Orang lain adalah ladang amal akhirat. Kesulitan orang lain adalah ladang amal. Memecahkan kesulitan orang lain adalah amal jariah. Mengapa hanya dijadikan ladang bisnis saja? Bila semuanya dijadikan ladang akhirat, maka dunia akan mengikuti.

Mengapa urusan manusia sering tak beres? Mengapa urusan menjadi kusut? Mengapa persoalan bertambah sulit? Karena seluruh aktivitas manusia dibelokkan menjadi amal dunia bukan amal akhirat. Bagi mukmin tak ada amal dunia, semuanya amal akhirat.

Mengapa kesibukan manusia tak pernah tuntas? Mengapa Allah tidak memudahkan urusan manusia? Saat kesibukannya adalah kesibukan akhirat maka Allah akan menyelesaikan kesibukan dunianya. Bila kesibukannya berorientasi dunia, maka kesibukannya akan membinasakannya.

Agar Nafsu Terpuaskan Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Yotube Dengerin Hati) Apa yang didapatkan dari dunia ini? Tidak ada. U...

Agar Nafsu Terpuaskan

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Yotube Dengerin Hati)

Apa yang didapatkan dari dunia ini? Tidak ada. Usia hanya berkurang. Harta dan jabatan hanya pengakuan dan kebanggaan. Apakah berguna? Saat sakit, yang dimiliki, yang diakui, yang dibanggakan tak berguna.

Bila visi hidup untuk dunia, apa yang didapatkan? Hanya kesibukan yang tidak pernah bisa memuaskan keinginan. Manusia jadi budak keinginannya. Menyengsarakan diri demi keinginan yang tak pernah bisa dipuaskan.

Nafsu manusia tak bisa dipuaskan dengan gemerlapnya dunia. Andai seluruh perhiasan dunia jadi miliknya, nafsu tidak akan pernah terpuaskan. Nafsu hanya bisa dipuaskan dengan isi kesenangan surga.

Di surga, manusia diminta berangan, berimajinasi dan berkhayal. Lalu khayalan diwujudkan dengan beberapa kali lipat tambahan lagi dalam seketika. Di dunia, khayalan manusia bisa terwujud butuh waktu. Sering kali terwujud di saat usia senja. Oleh sebab itu, nafsu tidak akan pernah terpuaskan di dunia.

Apakah kesenangan surga, memuaskan manusia? Tidak. Kepuasan manusia hanya terhenti saat melihat Allah. Nafsu manusia di dunia pun tidak akan pernah terpuaskan. Sebab yang bisa memuaskan hanya kebersamaan dengan Dzat Yang Maha Indah dan Sempurna.

Saat penghuni terakhir surga baru keluar dari neraka. Allah melimpahkan 10 kali lipat dari kenikmatan yang pernah dirasakannya di dunia. Bisakah kita mengecap berlipat-lipat dari yang dirasakan saat ini? Bila belum, nafsu tidak akan pernah terpuaskan.

Bila ingin memuaskan nafsu, keinginan, khayalan dan angan-angan, jangan dengan kesenangan dunia. Sebab, jiwa manusia bukan untuk dunia tetapi untuk akhirat. Jiwa manusia hanya ingin bersanding dengan Allah. Itulah yang bisa memuaskan nafsu.

Perintah dan Larangan Allah adalah Mukjizat Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Yotube Dengerin Hati) Apapun yang datang dari Al...

Perintah dan Larangan Allah adalah Mukjizat

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Yotube Dengerin Hati)

Apapun yang datang dari Allah adalah kemukjizatan. Apa yang datang dari manusia adalah kelemahan. Semua perintah dan larangan Allah adalah kemukjizatan. Tanda kemukjizatan, sederhana namun manfaatnya tak terjangkau oleh manusia.

Berdzikir itu sederhana. Buahnya yang selalu diburu manusia. Apakah ada cara yang lebih mudah untuk mendapatkan ketentraman selain berdzikir? Berpuasa adalah sederhana. Hingga sekarang hikmahnya tak henti digali oleh manusia. Puasa akan terus terjaga, sebab manusialah yang membutuhkan puasa.

Shalat adalah mukjizat. Andai tak ada shalat, manusia akan menciptakannya sendiri. Dengan kebodohannya, manusia akan terus mencari jalan menuju dan tersambung dengan penciptanya. Mendapatkan pertolongan Allah dengan shalat.

Semua perintah dan larangan Allah adalah mukjizat. Allah yang menciptakan jagat raya, maka Allah mengetahui tata kelola, hukum sebab akibat, dan sistem kehidupan yang sudah dirancang melalui takdir-takdir-Nya. Dengan kesederhanaan, kehidupan ini bisa dilalui dengan amat mudah. Itulah buah mentaati perintah dan menjauhi larangan Allah.

Jagat raya dan manusia adalah satu kesatuan. Manusia dan sistem kehidupan adalah satu kesatuan. Bagaimana mengintegrasikannya? Bagaimana mengkolaborasikannya? Jagat raya dan sistem kehidupan bersifat tetap. Sedang manusia sebagai khalifah di muka bumi diberikan kebebasan. Bagaimana dalam kebebasannya manusia bisa beriringan dengan jagat raya dan sistem kehidupan?

Pola interaksi, komunikasi, keterhubungan dan eko sistem antara manusia dengan jagat raya dan sistem kehidupan harus dibentuk.  Oleh sebab itulah Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menjelaskan wahyu kepada para Nabi dan Rasul agar manusia mengetahui pola interaksi, pola komunikasi, pola keterhubungan dan eko sistem dengan jagat raya dan sistem kehidupan yang telah Allah rancang.

Dengan akalnya, manusia bodoh dalam memahaminya. Itulah sebab jagat raya dan sistem kehidupan pada akhirnya merusak dan menghancurkan manusia. Manusia menjadi tak tentram dan selalu was-was, jagat raya dan sistem kehidupan terus mengepung untuk menghancurkannya. Pola manusia penuh kekacauan dan bertabrakan  karena tak sejalan dengan pola jagat raya dan sistem kehidupan.

RA Kartini: Gelar Tertinggi itu Menjadi Hamba Allah Perjumpaan dengan Kyai Sholeh Darat Ada seorang tokoh yang tidak disebutkan ...

RA Kartini: Gelar Tertinggi itu Menjadi Hamba Allah

Perjumpaan dengan Kyai Sholeh Darat

Ada seorang tokoh yang tidak disebutkan secara langsung dalam literatur awal sejarah kehidupan RA. Kartini. Tokoh besar ini adalah Kyai Sholeh Darat.

Hubungan murid-guru RA Kartini dengan Kyai Sholeh Darat terungkap dari catatan pribadi Kyai Sholeh Darat yang disimpan oleh KH. Ma’shum Demak. Selanjutnya sejarawan dan keturunan Kyai Sholeh Darat juga mengkonfirmasikan hal ini.

Dalam beberapa buku disebutkan bahwa Kartini, selain belajar di sekolah Belanda juga pernah belajar agama dari Kyai Sholeh Darat.

Beliau adalah seorang alim yang disegani, nama lengkapnya Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani al-Jawi as-Syafi’i atau lebih dikenal dengan panggilan Kyai Sholeh Darat atau Mbah Sholeh Darat.

Beliau dilahirkan pada tahun 1820 di desa Kedung Cumpleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Ayahnya adalah Kyai Umar yang merupakan salah seorang pejuang dan tangan kanan Pangeran Diponegoro di wilayah pesisir utara pulau Jawa.  

Kyai Sholeh Darat mendalami ilmu-ilmu keislaman diawali dengan belajar kitab-kitab fiqih kepada KH. M. Syahid di Pesantren Waturoyo, Margoyoso, Kajen, Pati.

Dalam bidang tafsir, Kyai Sholeh Darat mempelajari kitab Tafsir Jalalayn karya Imam Suyuti di bawah bimbingan Kyai Raden Haji Muhammad Sholeh bin Asnawi (Sepuh) di Pondok Damaran Kudus.

Setelah menikah, Kyai Sholeh Darat merantau ke Mekah untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan berguru kepada ulama-ulama besar, seperti Syekh Muhammad al-Muqri, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dan lain-lain. Saat Kyai Sholeh Darat berada di Mekah, beliau juga mengajar disana.

Tercatat dalam sejarah beberapa murid dari Kyai Sholeh Darat yang masyhur, antara lain KH. Hasyim Asy’ari (muassis Nahdlatul Ulama), KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH. Bisri Syamsuri (Jombang) dan lain-lain.

Sekembalinya dari Mekah beliau mendirikan pesantren di daerah Darat, Semarang. Kyai Sholeh Darat kerap kali memberikan pengajian khususnya tafsir al-Qur’an di beberapa pendopo Kabupaten sepanjang pesisir Jawa.

Sampai suatu ketika RA Kartini berkunjung ke rumah pamannya, Bupati Demak Ario Hadiningrat. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan, khusus untuk anggota keluarga Bupati. Pertemuan Kartini dengan Kyai Sholeh Darat bukan hanya dalam satu kali pengajian saja.

Menurut beberapa penulis sejarah, ternyata Kartini selalu hadir dalam pengajian-pengajian Kyai Sholeh Darat saat mengisi pengajian di Demak, Kudus dan Jepara.

Suatu saat dalam pengajian itu, Kyai Sholeh Darat menyampaikan materinya tentang makna yang terkandung di dalam surat al-Fatihah. Saat itulah, ketika mendengar ceramah Kyai Sholeh Darat,  Kartini merasakan ketentraman yang belum ia rasakan sebelumnya.

Karena tertarik pada materi pengajian tentang tafsir al-Fatihah, setelah selesai Kartini mendesak pamannya agar bersedia menemani untuk menemui Kyai Sholeh Darat.

Ia mengatakan: “Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surah pertama (al-Fatihah), dan induk al-Qur’an yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku”.

Al-Qur’an yang selama ini dibacanya hanya sebagai sebuah lantunan tanpa makna, sedangkan dalam pertemuannya dengan Kyai Sholeh Darat ia mampu menyerap makna yang terkandung di dalamnya dalam bahasa yang ia mengerti.

Bila dilihat dari surat-surat yang ia kirimkan kepada sahabat-sahabat penanya, dapat dikatakan bahwa pemahaman dan penghayatan keagamaan Kartini semakin intens dari waktu ke waktu.

Kartini pada zamannya adalah pemeluk Islam yang masih sangat sederhana. Tidak seperti saudara-saudara laki-lakinya yang memperoleh pendidikan pesantren, ia sama sekali tidak mendapatkan pelajaran agama secara ilmiah.

Dalam surat-suratnya tampak dengan jelas bahwa jiwa Kartini sedang bergolak dalam memahami kebenaran agama.

Perubahan besar terjadi setelah dia sering mengaji kepada Kyai Sholeh Darat dalam banyak kesempatan. Artinya ada keberkahan ia dapatkan disebabkan karena kecintaannya kepada ulama besar ini.

Bahkan Kartini pernah memohon kepada Kyai Sholeh Darat agar beliau menuliskan tafsir al-Qur’an dalam bahasa Jawa. Permintaannya pun dikabulkan oleh Kyai Sholeh Darat.

Setelah peristiwa pertemuannya dengan RA Kartini, Kyai Sholeh Darat tergerak menulis kitab tafsir Faidhur Rahman Fi Tarjuman Tafsir Kalam Malik ad-Dayan dalam bahasa Jawa dan aksara pegon.

Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh Darat adalah al-Fatihah sampai Surat Ibrahim. RA. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayangnya Kitab Faidhur Rahman ini tidak selesai karena Kyai Sholeh Darat sudah keburu wafat.

Kyai Sholeh Darat menyatakan dalam pembukaan kitab tafsirnya bahwa permintaan untuk menerbitkan bagian dari seluruh tafsir ini merupakan permintaan dari sebagian teman-temannya.

Bukan hanya itu, Kyai Sholeh Darat menuliskan bahwa mereka yang memintanya adalah ikhwan kito fid diin (teman kita yang seagama). Ini menegaskan bahwa permintaan itu bukan dari Belanda yang beda agama.

Alasan kuat beliau mempercepat penerbitan tafsir itu adalah karena umat sudah sangat membutuhkan. Sedangkan sebagian besar orang Jawa tidak bisa berbahasa Arab.

Ungkapan ini senada dengan ungkapan Kartini dalam surat pada Stella Zeehandelaar, sahabat Kartini asal Belanda, pada tanggal 6 November 1899:

“Al-Qur’an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Disini, orang belajar Al-Qur’an tetapi tidak memahami apa yang dibaca. Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca, itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.”

Hal ini mengindikasikan bahwa salah satu faktor yang mendorong Kyai Sholeh Darat untuk menerbitkan kitab tafsir berbahasa Jawa ini adalah permintaan dari RA. Kartini.

Kitab ini kemudian dihadiahkan kepada RA. Kartini saat ia menikah dengan Bupati Rembang RMAA. Djojo Adiningrat pada 12 November 1903. Kitab Tafsir ini kemudian banyak mempengaruhi Kartini,  terutama dalam tafsir surat al-Baqarah yang ia baca. Dari  sini tercetuslah kata Door Duisternis Tot Licht (Dari Kegelapan Menuju Cahaya).

Ungkapan itu sebenarnya dari petikan firman Allah SWT dalam Surat al-Baqarah ayat 257, yaitu minazh zhulumaati Ilan nuur. Ù…ِّÙ†َ الظُّÙ„ُÙ…َاتِ Ø¥ِÙ„َÙ‰ النُّورِ

Kalimat Door Duisternis Tot Licht, itu sebenarnya berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”, jadi bukan “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Walau terlanjur diterjemahkan secara tidak akurat seperti itu, tidaklah menghilangkan pemikiran RA. Kartini yang menginginkan perubahan dari kegelapan menuju cahaya terang.

Pemikiran dan penghayatan keagamaan Kartini

Ilustrasi mengenai perjalanan pemikiran keagamaan Kartini dapat dilihat dari perubahan-perubahan pandangannya tentang agama Islam yang ia tulis dalam surat kepada sahabat-sahabat penanya.

Kegalauannya ini tercermin pada pandangan-pandangan kritis Kartini yang mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami.

Perlu diketahui pada zaman itu Belanda melarang penerjemahan al-Qur’an dalam bahasa-bahasa apapun di Nusantara/ Hindia Belanda.

Ia juga pernah mengungkapkan pandangan bahwa dunia akan menjadi lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti.

“Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyak dosa diperbuat atas nama agama itu..”.

Meskipun dalam surat-suratnya Kartini sering mengkritisi ajaran Islam, tapi dengan penuh kesabaran ia terus mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan kemampuannya, seperti berpuasa, ziarah kubur bahkan kerelaannya dimadu.

Pada awalnya poligami bagi Kartini adalah musuh besarnya. Namun seiring bertambah pengetahuan Kartini terhadap agama Islam, akhirnya ia dapat menerima poligami, tentunya setelah memahami juga bagaimana konteks dan syarat-syarat poligami dalam Islam.

Perkembangan spiritualitas RA. Kartini terjadi setelah ia banyak bertemu dengan Kyai Sholeh Darat dan membaca kitab yang dihadiahkan kepadanya, kegalauannya itu semakin berkurang dan keyakinannya semakin menguat. Dari surat yang ia tulis kepada Ny. Van Kol pada 21 Juli 1902 Kartini mengatakan:

“Tuhan sajalah yang tahu keajaiban dunia. TanganNya mengemudikan alam semesta. Ada seseorang yang melindungi kami, ada seseorang yang selalu dekat dengan kami. Dan seseorang itu akan menjadi pelindung kami, tempat kami berlindung dengan aman di kehidupan kami selanjutnya”.

Di bagian lain Kartini mengatakan:

“Tiada Tuhan selain Allah! Kata kami umat Islam, dan bersama-sama kami semua beriman, kaum monoteis: Allah itu Tuhan, Pencipta alam semesta”.

Dalam surat ke Ny. Abendanon, pada tanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis kalimat bermakna batin yang dalam:

“Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.”

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (232) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (50) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (352) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (69) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (1) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (25) Nabi Nuh (3) Nabi Sulaiman (1) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (218) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (437) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (180) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (204) Sirah Sahabat (124) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (131) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)