Si Pitung, Jagoan Betawi yang Menjadi Musuh Bebuyutan Kompeni
Kompas.com, 23 Juni 2021, 10:00 WIB
Editor: Nibras Nada Nailufar
KOMPAS.com - Pada masa penjajahan kolonial Belanda, muncul sosok jagoan dari Betawi yang dikenal dengan nama Si Pitung.
Sosok yang juga dijuluki sebagai Robin Hood dari tanah Betawi ini diperkirakan hidup pada akhir tahun 1800-an.
Si Pitung adalah seorang bandit yang mencuri dari rumah-rumah orang kaya untuk dibagikan kepada rakyat miskin yang tertindas.
Bagi masyarakat Betawi, ia disanjung sebagai seorang pahlawan.
Namun, bagi kompeni (penjajah asal Belanda), Si Pitung dianggap sebagai penjahat dan musuh bebuyutan karena telah berani mengganggu ketenteraman orang-orang kaya.
Di sisi lain, minimnya jejak sejarah dan banyaknya versi cerita tentang Si Pitung terkadang membuat eksistensinya diragukan.
Lantas, benarkah Si Pitung itu ada?
Biografi Si Pitung
Surat kabar Hindia Olanda, yang diterbitkan pada akhir abad ke-19, menjadi salah satu sumber sejarah yang membuktikan keberadaan Si Pitung.
Namun, berita-berita dalam surat kabar berbahasa Melayu tersebut hanya memuat tentang aksi pencurian dan akhir hidup Si Pitung, tidak dengan hari lahirnya.
Menurut riwayat yang diturunkan orang-orang Betawi, Si Pitung diperkirakan lahir pada 1866 di Kampung Pengumben, sebuah pemukiman kumuh di Rawabelong.
Si Pitung adalah anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bang Piung dan Pinah.
Nama asli Si Pitung adalah Salihun. Ia baru merubah namanya setelah menjalankan aksi merebut harta orang-orang kaya untuk si miskin.
Semasa kanak-kanak, ia berguru di pesantren di bawah bimbingan Haji Naipin hingga menjadi anak kesayangannya.
Oleh Haji Naipin, Si Pitung pun tidak hanya diajari mengaji dan pencak silat, tetapi juga ilmu kekebalan diri.
Pada akhirnya, Si Pitung tumbuh menjadi sosok yang cerdas, sopan, soleh, pemberani, dan suka menolong.
Awal cerita rakyat Si Pitung
Awal kisah Salihun menjadi Robin Hood dari Betawi bermula saat dirinya menjual kambing milik sang ayah di Pasar Tanah Abang.
Dalam perjalanan pulang, uang milik ayahnya tersebut dicuri oleh para bandit.
Dibantu teman-temannya, Salihun berhasil menemukan para pencuri dan mengambil kembali uangnya.
Oleh para pencuri, Salihun justru ditawari untuk bergabung bersama mereka.
Meski sempat menolak, Salihun akhirnya setuju dan sejak saat itulah ia menggunakan nama Si Pitung dan aksi pencuriannya dimulai.
Aksi pencurian Si Pitung pertama kali diberitakan Hindia Olanda pada Juni 1892.
Beragam pro dan kontra pun menyelimuti sosok legendaris Si Pitung.
Beberapa pihak menyebutnya sebagai pahlawan sosial karena menyalurkan hasil curiannya untuk orang-orang miskin.
Namun, sebagian lainnya bersikeras bahwa aksi kriminal Si Pitung tetap tidak dapat ditoleransi.
Terlepas dari kontroversi yang ada, aksi Si Pitung diyakini sebagai bentuk pemberontakan sosial terhadap penguasa pada saat itu.
Kesaktian Si Pitung
Dalam menjalankan aksinya, Si Pitung kerap mempraktikkan kesaktian yang diajarkan oleh sang guru.
Konon katanya, Si Pitung memiliki kemampuan untuk menghilang, mengubah diri menjadi ayam, dan menguasai ilmu kekebalan diri.
Pada beberapa versi cerita, rahasia kesaktikan tersebut diyakini berasal dari sebuah jimat.
Kendati demikian, koran Hindia Olanda mengungkap informasi yang dapat menyangkal kesaktian Si Pitung.
Ketika tengah menjalankan aksinya, Si Pitung pernah tertangkap dan dipenjara.
Beberapa bulan kemudian, Si Pitung berhasil menghilang dari penjara dengan cara yang misterius.
Setelah dilakukan investigasi, ternyata Si Pitung berhasil kabur setelah seorang petugas penjara meminjaminya sebuah belincong (linggis pencungkil).
Akhir Hidup
Dari surat kabar Hindia Olanda, diketahui bahwa Si Pitung menjalankan aksinya dan menjadi buronan Belanda selama kurang lebih 16 bulan.
Pada Oktober 1893, Kepala Polisi Schout A.W.V. Hinne mendapat laporan tentang keberadaan Pitung.
Si Pitung akhirnya disergap dan tewas setelah terkena beberapa tembakan di tubuhnya.
Kabar mengenai tewasnya Si Pitung dimuat dalam surat kabar berbahasa Belanda, De Locomotief, edisi 19 Oktober 1893 dan koran Hindia Olanda edisi 20 Oktober 1893.
Si Pitung kemudian dimakamkan oleh kepolisian Belanda di daerah Krekot, dekat Pasar Baru.
Referensi:
Suliastuti, Threes. (1988). Batavia: Kisah Jakarta Tempo Doeloe. Jakarta: Intisari.
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif