Saat Seluruh Sektor Kehidupan Dikendalikan Ulama
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin)
Dahulu ulama adalah sultan, ulama adalah negarawan, ulama adalah cendikiawan, ulama adalah panglima perang, ulama adalah pebisnis, ulama adalah dokter, ulama adalah guru, ulama adalah petani, ulama selalu berada diseluruh profesi manusia. Itulah mengapa negri diberkahi. Itulah mengapa seluruh bidang kehidupan diberkahi.
KH Muhammad Shiddiq, kelak banyak keturunannya menjadi pengurus Nahdatul Ulama, sambil mengajar santrinya beliau membuka warung. Bila ada yang membeli, dia melayani pembeli. Bila tidak ada, dia melanjutkan mengajar para santri. Sang kiyai bisa menghafalkan Al-Qur'an selama 2 tahun diusia belianya. Bagaimana caranya? Menghafal Al Quran selama perjalanan dari rumah ke pasar. Beliau pun menyempatkan menulis kitab. Ulama, pebisnis dan cendikiawan berpadu pada sang kiyai.
KH Hasyim Ashari, pagi hari dan sore hari mengontrol karyawannya yang merawat sawah, konstruksi dan fasilitas pondok, sisanya mengajar para santri di pesantrennya. Selasa dan Jumat, beliau libur mengajar untuk berdagang di pasar, bertani di sawah dan bersilaturahmi ke tetangga dan kerabat. Beliau juga yang menyerukan seruan jihad melawan penjajah. Di waktu senggang beliau menulis kitab. Ulama, pebisnis, pejuang dan intelektual berpadu pada sang Kiyai.
Syekh Nurudin ar-Raniri, menjadi penasihat sultan Iskandar Tsani, membangun Aceh menjadi sebuah negara demokratis. Ada legislatif dan yudikatif. Dialah perumus ketatanegaraan Samudera Pasai. Banyak kitab yang dibuatnya. Dalam dirinya ada keulamaan, negarawan dan cendikiawan.
Dahulu ulama dan negara tak bisa dipisahkan. Namun mengapa sekarang ingin memisahkan ulama dan negara? Ulama dan bisnis? Ulama dan ketentaraan? Ulama dan kebudayaan? Ulama dipisahkan dari seluruh sektor kehidupannya. Inilah penyebab seluruh sektor kehidupan dan profesi penjadi perusak bukan penopang kebaikan. Mengapa ulama hanya ditujukan kepada mereka yang memberikan nasihat akhirat saja?
Syekh Yusuf dari Makassar. Beliau adalah Mursyid Tarekat Khalwatiyyah. Namun beliau juga pakar ketatanegaraan. Beliau membangun sistem ketatanegaraan kesultanan Banten, menjadi Hakim Agung. Menjadi panglima perang saat melawan penjajah Belanda. Menggerakkan rakyat Nusantara untuk melawan penjajah dari balik jeruji besi di Sri Lanka. Beliau pun menjadi inspirator gerakan anti Apartheid di Afrika Selatan. Menulis banyak kitab. Masih adakah ulama yang bisa menghimpun seluruh kompetensi ini?
Syekh Khatib As Sambasi, Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di masanya, yang kemudian dilanjutkan oleh Abah Anom Pesantren Suralaya. Beliau fokus memperbaiki jiwa dan hati. Sangat paham membangun jiwa dengan mendekatkan diri pada Allah. Sangat paham membangun motivasi dan spirit. Andai dahulu ada Psikolog, Motivator, Trainer, dan Coach, maka ulama ini adalah pakarnya. Namun sayang seluruh profesi ini sudah menjauh dari nilai spiritual.
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, beliau pakar hukum perdata dan pidana, beliau yang memandu pemberlakuan syariat Islam di Kalimantan Selatan, pakar dalam tata kelola air dan irigasi, dia juga ulama tasawuf dan fiqh. Mengapa kita kehilangan sosok parpurna yang memadukan seluruh ilmu dalam satu jiwa?
KH Ahmad Rivai fokus membangun generasi muda untuk menjadi kader dakwah. Menghimpun semua kalangan dari petani, pedagang, pegawai pemerintah untuk dididik menjadi kader dakwah. Menterjemahkan kitab-kitab bahasa Arab ke bahasa Jawa untuk mentransformasikan pemikiran dan mindset masyarakat. Melalui penerjemahan dan pengkaderan sang Kiyai membangun Nusantara.
Saat ulama dipisahkan atau memisahkan dari bidang kehidupan manusia, Bagaimana jadinya umat ini? Mari belajar pada ulama Nusantara sebelumnya.
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif