basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Mengapa Nusantara Terjajah? Alwi Alatas (Peneliti Insists, Dosen Sejarah International Islamic University of Malaysia) Ada yang ...

Mengapa Nusantara Terjajah?


Alwi Alatas

(Peneliti Insists, Dosen Sejarah International Islamic University of Malaysia)
Ada yang mengatakan bahwa dahulu VOC, perusahaan dagang Belanda, datang ke Nusantara bukan untuk menjajah, melainkan untuk berniaga di kawasan ini. Namun, saat lembaga ini melihat bahwa negeri-negeri di Nusantara dapat dijajah, maka sedikit demi sedikit kawasan ini pun dikuasai oleh VOC.

Pernyataan ini tentu saja cenderung menyederhanakan proses sejarah yang kompleks. Namun, ada juga kebenaran di dalamnya, yaitu pada awalnya, setidaknya sampai penghujung abad ke-18, Jawa dan beberapa kawasan di Nusantara dijajah bukan oleh Pemerintah Belanda, melainkan oleh perusahaan dagang bernama VOC, yang dalam lisan lokal disebut kompeni (//compagnie/company///perusahaan).
Cara menjajahnya pun pada awalnya lebih bersifat tidak langsung (//indirect//). Hanya pada masa-masa yang lebih belakangan, terutama setelah VOC bangkrut dan posisinya digantikan oleh Kerajaan Belanda, penetrasi administrasi kolonial menjadi semakin merembes ke bawah dan bersentuhan dengan masyarakat pribumi dan secara gradual mereduksi kedudukan pejabat pribumi menjadi karyawan yang menerima gaji (Howard Dick, “State, nation-state and national economy”, dalam Howard Dick dkk, (eds), //The Emergence of a National Economy//, Honolulu: Allen and Unwin & University of Hawai’i Press, 2002, 15-16).

Apa pun cara yang digunakan serta kebijakan yang diperkenalkan, tujuan kolonialisme pada hakikatnya sama saja: eksploitasi ekonomi atas negeri terjajah. Lewat Tanam Paksa maupun kebijakan lainnya, jutaan guilder mengalir ke negeri Belanda sehingga dikatakan bahwa “Indonesia adalah gabus tempat negeri Belanda terapung” (Margono, 1971, //Ikhtisar Sejarah Pergerakan Nasional 1908-1945//, Jakarta: Pusat Sedjarah Departemen Pertahanan Keamanan, hlm 2).
Antara tahun 1830 dan 1899 saja, menurut Van Deventer, salah satu pengasas Politik Etis, sejumlah 832 juta guilder mengalir dari Hindia ke negeri Belanda (ES de Klerck, 1975, //History of the Netherlands East Indies//, Vol 2, Amsterdam: BM Israel NV, hlm 403), itu tentunya belum termasuk keuntungan yang telah dikeruk VOC sebelumnya. Semua itu nyaris tak menyisakan apa-apa bagi penduduk pribumi selain kemiskinan dan penderitaan.

Penjajahan selamanya tak pernah menguntungkan bangsa terjajah dan bangsa yang dijajah tak pernah setara dengan bangsa penjajah. “We are the rulers, they are the ruled,” ucap JC Baud, salah satu arsitek kolonial Hindia Belanda, dalam suatu kesempatan (C Fasseur, 1994, “Cornerstone and stumbling block: Racial classification and the late colonial state in Indonesia” dalam Robert Cribb (ed), //The Late Colonial State in Indonesia: Political and Economic Foundations of the Netherlands Indies 1880-1942//, Leiden: KITLV Press, hlm 33).
Masalahnya, mengapa Indonesia, khususnya pulau Jawa, boleh demikian lama dijajah oleh bangsa Belanda? Apakah betul, seperti pernyataan di awal artikel ini, bahwa hal itu terjadi tidak lain karena peluang yang dibuka oleh penguasa dan masyarakat lokal itu sendiri?

Jika kita merujuk pada pemikiran Malik Bennabi (w 1973), pandangan di atas sedikit banyak akan menemukan pembenaran. Bennabi berpandangan bahwa penjajahan tak lain adalah produk dari //colonizability// atau keadaan bisa dijajah. Ini adalah suatu keadaan internal yang lemah dan rentan terhadap kolonialisme di tengah masyarakat (Muslim) yang menjadi penyebab dan pengundang hadirnya kolonialisme (Malik Bennabi, //On the Origins of Human Society//, London: The Open Press, 1998, hlm 32).
Lantas, apa gejala yang menandai //colonizability//? Bennabi menyebutkan setidaknya dua hal. Pertama, adanya penyakit cinta dunia, seperti yang disebutkan dalam satu hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang umat Islam di akhir zaman yang dikerumuni oleh lawan-lawannya bak hidangan di atas meja makan. Kedua, tercabiknya hubungan-hubungan sosial (//ibid//, hlm 30).

Cinta dunia tentu saja tidak ditentukan oleh kepemilikan atas kekayaan duniawi, melainkan oleh suatu kondisi jiwa yang mengutamakan kekayaan duniawi yang dapat menjerumuskan seseorang pada hal-hal yang dilarang atau dipandang buruk oleh agama. Jika sudah begitu, tentu akan terjadi kompetisi yang tidak sehat serta tujuan menghalalkan cara, yang dengan sendirinya akan menyebabkan rusaknya hubungan sosial.
Keadaan ini pada tingkat tertentu berlaku juga dalam konteks penjajahan Belanda di Indonesia. Proses penjajahan VOC di Jawa, misalnya, menunjukkan bahwa perusahaan dagang ini hampir tidak pernah bertindak sendiri tanpa melibatkan konflik di antara penguasa lokal. Dalam beberapa kasus, VOC justru “terpaksa hadir” membantu salah satu pihak dalam konflik istana. Sayangnya, pihak yang merapat ke VOC hampir selalu menang, tetapi hanya untuk mendapati kekuasaan mereka secara gradual tergerus oleh pengaruh VOC yang semakin kuat dan semakin mencekik leher.

Ini yang terjadi, misalnya, dalam konflik antara Sultan Haji melawan ayahnya sendiri, Sultan Ageng, di Banten. Begitu pula dalam perang di Jawa yang melibatkan Amangkurat I, Amangkurat II, dan Trunajaya yang membuat Kerajaan Mataram terpaksa memberikan konsesi kepada VOC dengan menyerahkan sebagian hasil pendapatannya serta sebagian wilayah kekuasaannya. Dalam kasus Mataram, ini berlangsung juga dalam beberapa kejadian setelah itu, yang menjadikan kekuasaan kesultanan ini dari waktu ke waktu semakin tereduksi secara signifikan (Colin Brown, 2003, //A Short History of Indonesia//, Crows Nest: Allen & Unwin, 58-60).
Tidak terlalu mudah untuk menunjuk pada hadirnya sifat cinta dunia dalam kasus-kasus di atas. Namun, tentu saja perebutan kekuasaan selalu berkenaan dengan hasrat duniawi, dan kenyataan bahwa salah satu pihak rela bekerja sama dengan pihak asing yang berbeda agama dalam menghadapi sanak famili atau lawan politiknya yang masih serumpun seagama sedikit banyak memperlihatkan bagaimana dorongan-dorongan duniawi yang kuat memainkan peranan yang penting.

Konflik dan peperangan yang terjadi dengan sendirinya menggambarkan perpecahan sosial yang serius, setidaknya di lingkungan istana. Permintaan atau persetujuan akan campur tangan VOC dalam konflik internal merupakan satu bentuk undangan bagi hadirnya kolonialisme, walaupun mungkin ini sama sekali tidak menjadi maksud dari pihak yang mengundang. Maksud asalnya hanyalah keuntungan-keuntungan pribadi, tetapi akhirnya membawa dampak kerugian serta kehinaan jangka panjang bagi bangsa yang dipimpinnya.
Tentu tidak tepat jika dikatakan sifat-sifat yang menggambarkan //colonizability// tadi terdapat pada seluruh komponen masyarakat Nusantara. Selalu ada pihak yang menentang dan berusaha menghapuskan penjajahan. Dalam hal ini, Islam memainkan peranan yang sangat penting. Bahkan, pihak-pihak yang sejak awal atau yang kemudian berhadapan dengan kekuatan kolonial sering kali berasal dari kalangan yang memiliki keberpihakan yang lebih menonjol terhadap agamanya serta lebih didukung oleh kelompok santri, setidaknya dibandingkan dengan pihak //pro// kolonial yang berlawanan dengan mereka.

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/pw7dpe282

Perseteruan Antar Bangsa Penjajah Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Isi Perjanjian Zaragoza membagi wil...

Perseteruan Antar Bangsa Penjajah

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Isi Perjanjian Zaragoza membagi wilayah dunia di luar Eropa untuk Spanyol dan Portugis. Dari Meksiko ke arah barat hingga Kepulauan Filipina menjadi milik Spanyol. Sementara Portugis mendapatkan wilayah dari Brasil ke timur sampai Kepulauan Maluku. Bagaimanakah nasibnya kini?

Di masa Phillip IV, beban Spanyol semakin berat karena harus berperang dengan banyak negara. Tidak hanya dengan Belanda, tapi juga dengan Perancis dan Swedia. Jika dengan Belanda ada Perang delapan Puluh Tahun, maka dengan Perancis dan Swedia ada Perang Tiga Puluh Tahun. Belum lagi Spanyol harus bersaing dengan tetangga yang juga sesama imperium Eropa, Portugis. Di Maluku, Portugis adalah saingan Belanda. Peran Spanyol pun melemah.

Setelah bercokol selama kurang lebih seabad, pada 25 Februari 1605, Portugis dipaksa hengkang dari Maluku. Masa kuasa Portugis di kepulauan rempah-rempah itu berakhir setelah ditikung oleh kompeni dagang Belanda (VOC).

Pada 1641 Malaka berhasil ditaklukkan Belanda. Hal ini menandakan akhir hegemoni Portugis di Nusantara. Sisa-sisa kekuatan Portugis hanya terdapat di Pulau Timor, yang dikuasainya sejak pengusiran dari Maluku pada 1575.

Pada 31 Desember 1799, VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan, serta hak miliknya berada di bawah penguasaan kerajaan Belanda di Nederland. VOC bangkrut dengan utang 136,7 juta Gulden dan kekayaan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal, serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Dalam Perang Koalisi yang pertama (1792-1797), Prancis berhasil mengalahkan Austria, Prusia, Inggris, Spanyol, Sardinia, dan Belanda.  Jatuhnya Belanda ke tangan Prancis juga berarti jatuhnya semua jajahan Belanda, termasuk Hindia Belanda atau Indonesia. Louis  Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Pada 1810-1811 terjadi perang Inggris dan Belanda di seluruhnya di pulau Jawa. Gubernur-Jendral Hindia-Belanda, Herman Willem Daendels (1762-1818), memperkuat Jawa. Inggris menuju Jawa, merebut pelabuhan Batavia (Jakarta) pada Agustus 1811, dan memaksa Belanda menyerah di Semarang. Jawa, Palembang, Makassar dan Timor diserahkan kepada pihak Britania.

Persaingan dengan para pedagang Inggris, Perang Napoleon di Eropa, dan Perang Jawa, mengakibatkan beban keuangan yang berat bagi Belanda. Diputuskan, Jawa menjadi sumber pendapatan utama untuk Belanda dan karena itu Gubernur Jenderal Van den Bosch mendorong dimulainya era Tanam Paksa di tahun 1830.

Liberalisme di Belanda membuka jalan dimulainya periode baru sebagai Zaman Liberal (1870-1900). Pengaruh kapitalisme swasta dalam kebijakan kolonial di Hindia Belanda semakin membesar. Pemerintah kolonial sebagai pengawas hubungan pengusaha Eropa dengan masyarakat pedesaan Jawa. Walau keuntungan pertumbuhan ekonomi juga akan mengucur kepada masyarakat lokal, keadaan para petani Jawa yang menderita karena kelaparan, kurang pangan, dan penyakit tidak lebih baik di Zaman Liberal dibandingkan dengan masa sistem Tanam Paksa.

Pada 1 Maret 1942, Jenderal Hitoshi Imamura, Jepang dapat menguasai wilayah penting di Jawa. Jepang berhasil menguasai Batavia pada 5 Maret 1942 dan memukul mundur pasukan Belanda ke Lembang, Jawa Barat. Merasa terdesak dengan kedudukan Jepang, akhirnya Belanda takluk tanpa syarat dengan ditandai penandatanganan Perjanjian Kalijati pada 8 Maret 1942.

Belajar dari Bangkrutnya VOC: Sejarah Belanda di Indonesia Banyak yang Hanya Dongeng Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejara...

Belajar dari Bangkrutnya VOC: Sejarah Belanda di Indonesia Banyak yang Hanya Dongeng

Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dam Budayawan Betawi

VOC bangkrut secara resmi tahun 1799. Persoalan pokok tidak ada perencanaan. Berbeda dengan Portugis dan Inggris yang lama menentukan peran yang akan dilakukan di tanah asing.

VOC cenderung pameran kekuasaan. Menyiksa perempuan pribumi yang menolak diperkosa. Penghasilan mereka didapat dari merampas tanah pribumi dan dijual pada pemodal. Mereka berkuasa sangat sombong, suka pecitraan, dan foya-foya. Mereka bersikap seperti itu karena VOC kuyup dengan korupsi. Gubernur Jenderal VOC, misalnya, suka gunakan ebro, bendi, yang mahal.

Hingga saat ini banyak kalangan kita yang tidak gagah berhadapan dengan pakar asing ketika menyoal sejarah VOC. Padahal pakar asing itu hanya penggemar dongeng juga. Ambil misal van der Zee dengan bukunya Stad van Coen, 1922, isinya pun ada elemen dongeng.

Dia menyebut VOC masuk Jakatra dengan perang. Tak ada perang sampai adanya Perang Sultan Agung 1628-1629. Ini bica ditelisiik belihat mengacu pada time line kedatangan orang Belanda dan Eropa:

1. 1595 datang orang Belanda Cornelis de Houtman via Banten terus ke Maluku. Kemudian pulang via Banten terus ke Aceh dan dia dibunuh di sana.

2. Tahun 1602 Pieter Both datang Jakatra. Mondok di loji. Para pelayaran lain setelah itu banyak kemari menyewa loji.

3. Tahun 1605 JP Coen datang di Jakatra. Terus ke Maluku.

4. Tahun 1618  Coen ke Jakatra lagi.

5. Tahun 1619  Coen minta tanah untuk bikin kantor, ditolak Arya Ranamanggala selaku penguasa ataU Syahbandar Kalapa. 

6. Tahun 1623 Belanda ganti Jakarta dengan Batavia. Mereka ribut dengan orang Betawi (lihat, OUD BATAVIA, 1915, de Haan)

7. Tahun 1623 juga orang Belanda mengusir tentara Mataram yang ikut mengawal Sunda Kalapa sejak 1550.

8. Tahun 1628-29 Mataram membalas. Terjadi tiga kali pertempuran, Mataram menang: di Pulau Untung Jawa, di depan Beos, Kota, dan di Jl Pakin. Lalu mereka balik Jawa. Penyerangan ke Batavia cuma ingin kasih pelajaran kepada Belanda. 

9. Belanda menjajah. Tahu-tahu kita kejajah, tak jelas ujung pangkal.  Mereka kuasai sedikit tanah Jacatra, tapi tidak SundaKalapa.

10. Belanda hanya kuasai sedikit tanah Jacatra buitenstad di Jl Kunir ke timur, mereka berkantor di Pulau Onrust sampai 1707.

11. Pada 1707 Belanda selesai mendirikan dua bangunan di Kota Tua: Stadhuis yang jadi balai kota. Bangunannya kini masih ada. Mereka juga, yakni Belanda Yahudi, mendirikan Synagog.

12. VOC bubar 1799. Alat tukar logam yang mereka keluarkan dari VOC lembaga yang tak punya credensi perbankan. Alat tukar itu pun berakhir 1790 (lihat foto). Setelah itu Andunisi vacuum dari kekuasaan asing sampai VOC secara resmi dinyatakan bubar pada 1799.

13. Setahun kemudian masuk Prancis pada 1800 di Jawa. Mereka dirikan lembaga pemerintahan yang disebut Indié Batav sampai 1825/1826.

14. Pada 1811 masuk Raffles dari Inggris di Jawa (Bogor). Namun, karena Jawa dikuasai Prancis, orang-orang Inggris itu ke Bengkulu. Tahun 1813 pasukan Inggris perang vs Prancis di Mester. Peperangan Piala Dunia ini dimenangkan Prancis. 

Sumber:
https://m.republika.co.id/berita/r54atc385/belajar-dari-bangkrutnya-voc-sejarah-belanda-di-indonesia-banyak-yang-hanya-dongeng

Menghakimi Atas Nama Keluasan Ilmu Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Tanda kebahagiaan di surga itu tid...

Menghakimi Atas Nama Keluasan Ilmu

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Tanda kebahagiaan di surga itu tidak ada perkataan yang tidak berguna. Perhatikan di era sekarang? Berita dan Medsos penuh dengan pertengkaran, persengketaan, caci maki, pertentangan, kegaduhan dan keributan. Bahkan Itu pun terjadi antar pelaku yang mengusung dakwah.

Ucapan di Surga adalah salam, tasbih, dan tahmid. Yang berorientasinya akhirat, hati dan lisannya akan dipenuhi salam, tasbih dan tahmid. Mengapa justru habis dengan pertengkaran mazhab dan pergerakan yang mengatasnamakan dalil lebih kuat dan shahih?

Menurut Buya Hamka, semua pendapat ulama adalah Zani bukan Qathi, urusan cabang bukan pokok dan rukun. Mengapa saling membela dan menjatuhkan yang bukan pokok dan rukun dengan membabi buta? Padahal ukhuwah islamiyah sesuatu yang pokok dan rukun.

Bila lisan masih menghujat muslimin karena perbedaan yang bukan rukun dan pokok. Bila lisan terus asyik dengan perdebatan dan perseteruan antara mazhab, pergerakan dan organisasi. Padahal nanti kita berharap dikumpulkan bersama Rasulullah saw. Tidakkah malu kepada Rasulullah saw?

Bila lisan terus menikmati perseteruan, bersegera introspeksi diri. Ada penyakit hati. Ada kekerasan hati. Ada kerusakan hati yang tertutupi oleh indahnya dalil-dalil agama yang meluncur dari lidah-lidah yang penuh dengan pengetahuan agama. Apakah pengetahuan dan kumpulan kitab yang membawa pada kebaikan?

Ahlul Kitab tempat bertanyanya kafir Quraisy. Setiap ada persoalan mereka mendatangi Ahlul Kitab yang sudah diberikan anugerah pengetahuan Taurat dan injil. Namun bagaimana sikapnya ketika kebenaran itu datang dari bangsa yang tidak pernah diprediksinya? Ahlul Kitab seperti keledai yang membawa kitab.  Banyak pengetahuan tetapi tak berguna.

Ilmu manusia sangat terbatas. Namun selalu merasa paling pintar dan luas ilmunya dalam kebodohannya. Bukankah dalam luasnya ilmu ada keterpedayaan dan ketertipuan juga? Bukankah dalam kepintaran manusia ada kebodohan yang terus menggelayutinya?

Banyaknya kitab dan referensi yang dibaca. Banyaknya guru-guru yang didatangi dan didengarkan. Tidak akan pernah bisa menghapuskan kebodohan manusia. Perhatikan fenomena lahirnya beragam mazhab fiqh, teologi dan tasawuf, semua tanda masih banyak sisi yang harus dijawab dan tak terjawab dalam menghadapi kehidupan ini.

Perhatikan bermunculannya banyak teori dan teknologi, menandakan bahwa warisan ilmu pengetahuan dan teknologi generasi terdahulu tak bisa menyelesaikan persoalan manusia di era sekarang. Butuh pembaharuan dan penyempurnaan yang tak terhenti.

Sepanjang zaman, manusia tetap bodoh, walaupun telah menghimpun, mendokumentasikan dan mengamalkan  keilmuan yang ada sejak manusia ini ada di muka bumi. Karena rahasia alam semesta dan kehidupan takkan bisa dipecahkan oleh akal dan ilmu.

Bukankah manusia pelupa? Bukankah banyak ilmu yang tak terwariskan, seperti ilmu manusia di era Nabi Sulaiman yang bisa memindahkan Istana ratu Balqis sebelum mata berkedip? Bila seperti itu mengapa saling menjatuhkan atas nama kepintaran ilmu?

Siklus Sejarah Kezaliman dan Kekufuran Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Kezaliman merajalela dari peng...

Siklus Sejarah Kezaliman dan Kekufuran

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Kezaliman merajalela dari penguasa hingga akar rumput. Kekayaan dan kekuasaan dalam genggaman mereka. Seluruh struktural dan sosial budaya sudah terwarnai oleh kezaliman. Diam dan pasrahkah? Mau bersikap seperti Bani Israil umatnya Nabi Musa?

Bani Israil justru marah pada Nabi Musa. Kedatangannya justru semakin mempersulit mereka. Tekanan kekuasaan dan penyiksaan semakin kuat. Sedangkan Nabi Musa, apakah memiliki kekuatan dan kekayaan yang sebanding dengan Fir'aun?

Pahamilah hukum kezaliman dan kekufuran. Pahami siklus sejarahnya. Pahami takdir-takdir Allah terhadap kezaliman dan kekufuran dalam Al-Qur'an. Hanya butuh iman dan keistiqamahan dalam perjuangan melawannya.

Allah menangguhkan waktu bagi kezaliman dan kekufuran. Allah menjerumuskan mereka pada kekuatan, kekayaan dan kekuasaan, sehingga berlaku melampaui batas dan merusak. Dianggap semakin memperkuat, makin berkuasa, makin tak tertandingi, padahal  itulah jalan kehancurannya.

Allah Maha Lembut. Allah Maha  Pembuat Makar. Proses kehancuran kezaliman dan kekufuran justru dianggap jalan puncak kejayaan dan kebesaran oleh para pelakunya. Bertambah kekuasaan, kekuatan dan kekayaan agar semakin kuat melakukan kesewenangan dianggap semakin di puncak kejayaannya. Ini ketertipuan yang tak disadari dan dipahami.

Kezaliman dan kekufuran hancur ditempat kediamannya sendiri. Begitulah Firman Allah. Kehancuran Marxisme di negri asalnya. Kehancuran feodalisme dan Borjuisme di negri asalnya sendiri. Kehancuran kapitalisme dan liberalisme, akan hancur pula di negri asalnya sendiri?

Semua isme-isme yang merusak akan hancur di daerah asalnya sendiri. Isme-isme yang menggelorakan kezaliman dan kekufuran akan hancur di tempat kediamannya sendiri. Itulah hukum yang terus berulang sepanjang zaman.

Sayang umat Islam melawan kezaliman dan kekufuran dengan isme-isme itu sendiri. Melawan kezaliman dan kekufuran dengan ideologi yang melahirkan kezaliman dan kekufuran itu sendiri.  Padahal dalam Al-Qur'an disebutkan adakah Penolong selain Allah?

Kezaliman dan kekufuran memang diberikan kesempatan  menguasai kehidupan manusia. Seperti Bani Israel yang diberikan kesempatan dua kali melakukan kerusakan di bumi. Seperti Yajuj wa Majuj yang berhasil dipenjara oleh Zulkarnain. Bagaimana menyikapinya saat mereka merajalela?

Masihkah merasa ada jalan keluar? Berputus asakah dari rahmat Allah? Apakah mencari penolong selain Allah? Lesu atau ruh jihad yang muncul? Beristiqamah atau justru larut? Percayakan dengan kisah-kisah para Nabi dan Rasul dalam Al-Qur'an? Meluasnya kezaliman dan kekufuran adalah ujian hidup. Sikap apa yang dipilih?

Pelajari dan pahami hukum alam yang berlaku pada kezaliman dan kekufuran di Al-Qur'an, sebab itulah yang akan terus berlaku di kehidupan ini. Siklus dan batas kezaliman dan kekufuran akan terus berulang seperti yang sudah tercatat dalam Al-Qur'an dan di Lauhul Mahfudz.

Jabatan Penghulu, Cara Belanda Memecah Ulama Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Menciptakan feodalisme, ...

Jabatan Penghulu, Cara Belanda Memecah Ulama

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Menciptakan feodalisme, itulah cara melanggengkan penjajahan Belanda. Itulah salah satu karya besar Snouck Hurgronje setelah melakukan riset di Mekkah terhadap komunitas ulama Jawi selama bertahun-tahun.

Bagaimana cara Snouck Hurgronje memecah ulama Nusantara? Tarik ulama menjadi kelompok "ningrat" baru. Ulama menjadi bangsawan baru dalam khasanah strata sosial di Nusantara.

Para ulama ditarik dijadikan penghulu. Mendapatkan jabatan. Para penghulu agama yang bekerja di dalamnya mendapat gaji dari pemerintah kolonial Belanda. Beberapa penghulu agama ada yang sempat menjadi Bupati.

Dengan adanya ulama yang menjabat penghulu, yang berkonfrontasi langsung dengan ulama pesantren, maka opini terpecah. Kekuatan persatuan bisa dilemahkan. Seperti saat perlawanan rakyat Banten 1888, opini ulama terpecah. Ada yang mendukung perlawanan ada yang mengatakan kesia-siaan.

Sartono Kartodirejo dalam buku Pemberontakan Petani Banten 1888, kolonial Belanda telah menciptakan struktur institusi keagamaan (penghulu) yang didesain untuk menjinakkan revolusioner Islam. Mereka alat kontrol Belanda dalam membendung perlawanan. Di garis kultural, perlawanan tetap terpelihara di pesantren-pesantren dan tarekat-tarekat yang diwakili oleh para ulama.

Menurut Buya Hamka, cara Belanda menancapkan pengaruhnya yang menghujam di masyarakat Jawa dengan pengangkatan Bupati  dari pribumi dan ulama diberikan jabatan penghulu. Masjid-masjid di bawah kuasa penghulu.

Saat KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Jogyakarta, para penghulu menyuruh meruntuhkan langgar yang didirikan sang kiyai dengan alasan kiblatnya berbeda dengan kiblat Masjid Agung.

Menurut Buya Hamka, penghalang pergerakan kebangkitan Islam di era Belanda adalah ulama yang diangkat sebagai  penghulu oleh kolonial Belanda. Para penghulu menjadi penghambat penghambat kemajuan agama.

Pemberian jabatan dan fasilitas  di era Belanda, itulah cara membungkam tajamnya lidah para ulama. Bila tak bisa, maka Belanda menyodorkan laras panjang dan penjara.

Sumber:
Ulama dan Kekuasaan, Jajat Burhanuddin, Mizan
Tafsir Al Azhar Jilid 2, Buya Hamka, GIP

Menjadi Ulama Merdeka Bukan Koruptor Ruhani  Ulama pewaris para Nabi. Mereka tidak boleh menyembunyikan kebenaran. Mereka wajib ...

Menjadi Ulama Merdeka Bukan Koruptor Ruhani 

Ulama pewaris para Nabi. Mereka tidak boleh menyembunyikan kebenaran. Mereka wajib menerangkan yang sebenarnya. Kalau tidak, maka mereka telah khianat atau membawa kebinasaan.

Ilmu pengetahuan dengan sendirinya membentuk akhlak, karakter, mental dan moral. Hal-hal ini telah diberikan contoh teladannya oleh ulama salaf yang mulia. Keempat Imam ikutan umat Islam yaitu Imam Malik, Hanafi, Syafii dan Hambali, semuanya telah menjadi korban keyakinan kepada ilmu.

Imam Malik pernah didera dengan cemeti, dan dia ditahan. Namun dia tidak mau beranjak dari yang diyakininya. Imam Hanafi mati dalam penjara karena tidak mau menerima jabatan dari khalifah Bani Abbasiyah.

Imam Syafii pernah dirantai tangan, leher dan kaki, lalu digiring dari Yaman ke Baghdad karena fitnah. Imam Hambali pernah meringkuk dalam penjara 30 bulan karena tidak mau dipaksa mengubah keyakinannya bahwa Al-Qur'an adalah Kalam Allah.

Ibnu Taimiyah masuk penjara di Mesir 18 bulan, kemudian masuk penjara di Damaskus 5 bulan, sampai meninggal dalam penjara itu sebab tidak mau mengubah pendapatnya yang berbeda dengan ulama resmi kerajaan.

Apa sebab mereka berkeras sampai bersedia disiksa, diazab, dan dipenjarakan, atau dibuang dari negari, sebagaimana Imam Nawawi dan beberapa yang lainnya? Karena tidak boleh menyembunyikan kebenaran.

Setiap ulama telah diambil janji oleh Allah, bahwa isi Al-Qur'an tidak boleh disembunyikan, walaupun jiwa tantangannya. Bila ada yang menyembunyikannya, karena takut ancaman, berarti telah melemparkan Al-Qur'an kebelakang punggung, karena mengharapkan harga sedikit. Itulah kebinasaan, kecurangan dan kejahatan, yang demikian itu adalah "korupsi ruhani" yang amat berbahaya.

Banyak ulama salaf yang menjauhkan dari istana. Sufyan Tsauri selalu menjauhkan diri dari Istana khalifah Bani Abbasiyah walaupun berkali-kali dicari untuk diangkat menjadi pejabat negara. Imam Hanafi memilih menjadi saudagar kain, menjaja kian kemari, mendapatkan keuntungan halal untuk belanja sehari-hari daripada diberi jubah anugerah raja, tetapi hilang kebebasan.

Sufyan Tsauri berpesan pada muridnya, Yusuf bin Asbath, "Bila ulama telah menyandarkan diri pada sultan, ketahuilah bahwa dia adalah pencuri besar. Bila menyandarkan pada orang kaya, ketahuilah bahwa dia pencuri muka. Dan jangan sampai tertipu ucapan mereka yang berkata, 'Kita mendekati sultan untuk menangkis kezaliman dan mempertahankan orang yang teraniaya.' Itu cuma perdayaan iblis saja."

Sumber:
Tafsir Al Azhar Jilid 2, Buya Hamka, GIP

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (277) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (402) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (70) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (300) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (449) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (186) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (211) Sirah Sahabat (130) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (138) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)