basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Penjarahan Brutal Inggris di Keraton Yogyakarta Berhasil mengalahkan Belanda di Jawa yang diakhiri dengan Kapitulasi Tuntang, In...

Penjarahan Brutal Inggris di Keraton Yogyakarta


Berhasil mengalahkan Belanda di Jawa yang diakhiri dengan Kapitulasi Tuntang, Inggris masih punya pekerjaan rumah yakni mengalahkan kerajaan-kerajaan Jawa.

Di antara mereka yang paling ngotot adalah Kasultanan di Yogyakarta di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono II. Ketika akhirnya Yogyakarta mulai diserbu pada 18 Juni 1812 keraton itu kalah.

Kejatuhan itu berbuntut penjarahan brutal tentara Inggris di Keraton. Sultan HB II harus merelakan semua senjatanya dilucuti tentara Inggris. Ia terpaksa menyerahkan keris, pedang dan cundrik pusakanya.

Bagi orang-orang Jawa, tentu saja itu peristiwa adalah aib terbesar. Hanya sekali dalam sejarah Jawa, istana yang menjadi lambang daulatnya kekuasaan diserbu, dirampok dan dihinakan tentara Eropa.

Disebut sebagai Geger Sepehi, karena dari 1.200 tentara Inggris hampir separonya merupakan tentara Sepoy dari India.

Penyerahan yang diikuti pembuangan Sultan HB II pada awal Juli 1812 itulah yang penanda dimulainya penjarahan besar-besaran pada Keraton Yogyakarta.

Ingris merampas semua pusaka Keraton termasuk Kiai Paningset, Kiai Sangkelat, Kiai Urub, Kiai Jinggo, Kiai Gupito, Kiai Joko Piturun, dan Kiai Mesem. Mereka bahkan merampas kancing baju Sultan HB II yang terbuat dari berlian.

Meski kelak senjata-senjata pusaka itu dikembalikan saat penobatan Sultan HB III, pedang dan cundrik tak pernah kembali dan diberikan Thomas Stanford Raffles kepada Lord Minto di India.  Persembahan itu adalah bukti takluk Keraton Yogyakarta kepada Inggris.

Tak hanya senjata, Inggris juga menjarah gamelan, wayang, ribuan kitab-kitab sejarah Jawa, serta naskah-naskah daftar tanah. Bahkan dalam babad Bedhahing Ngayogyakarta tercatat pedati-pedati selama empat hari berturut-turut mengangkut harta rampasan itu ke kediaman Residen Yogya John Crawfurd.

Tak mau kalah dengan sang residen, sebagai letnan gubernur sekaligus panglima perang Raffles tak kalah maruk dalam menjarah. Diperkirakan ia merampok harta keraton senilai 200.000 hingga 1.200.000 dollar Spanyol.

Sedangkan tangan kanannya, Kolonel Rollo Gillespie, panglima perang Inggris di Jawa mengangkut 800.000 dolar Spanyol dengan 74.000 untuk dirinya sendiri sementara sisanya dibagi kepada perwira-perwira lain. Tak lupa, Gillespie juga menyisihkan 7.000 dollar Spanyol kepada Legiun Mangkunegaran pimpinan Pangeran Prang Wedana yang setia membantunya.

Babad Bedhahing Ngayogyokarta juga menyebut penjarahan tak hanya sebatas harta keraton saja. Serdadu Inggris merangsek ke keputren dan merampas semua perhiasan perempuan keraton termasuk melucuti pakaian dan perhiasan salah seorang istri resmi putra mahkota.

Menurut babad itu, bahkan seorang seorang perwira Inggris mati kena tikam ketika perempuan keraton ketika berniat membawanya harta rampasan perang.

Nasib paling buruk sebenarnya justru menimpa pustaka-pustaka keraton. Hingga saat ini mereka tak pernah kembali ke Jawa. Di antaranya termasuk 55 naskah yang dicuri Raffles yang sebagian diserahkan kepada Royal Asiatic Society pada tahun 1830.

Belum lagi yang ada pada Colin Mackenzie yang memiliki 66 naskah sedangkan John Crafurd yang merampas 45 naskah sebagian besar dijual kepada British Museum di tahun 1842.(TGU)

Review Kajian Filologi Dan Kodikologi: Ketika Aksara Arab Di-Nusantara-kan Sesungguhnya bangsa ini sangat kaya. Tidak hanya kaya...

Review Kajian Filologi Dan Kodikologi: Ketika Aksara Arab Di-Nusantara-kan


Sesungguhnya bangsa ini sangat kaya. Tidak hanya kaya akan sumber daya alam, namun kekayaan lainnya ada pada sumber daya budaya berupa manifestasi budaya berupa keberagaman bahasa daerah di Indonesia. Badan Bahasa menyebutkan bahwa terdapat 652 bahasa daerah di Indonesia. Ini merupakan sebuah keanekaragaman yang harus dijaga sebagai sebuah kekayaan bangsa.

Keragaman terjadi akibat posisi atau letak geografis wilayah Indonesia yang sangat strategis. Diapit oleh dua benua dan dua samudera. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai wilayah transit jika hendak menjelajahi belahan bumi ini. Wajar saja jika Bangsa Indonesia mudah sekali menerima kebudayaan asing yang singgah di negeri ini. Sikap masyarakat yang terbuka dan ramah seolah-olah membiarkan budaya asing diterima di Negeri ini. Meskipun pada dasarnya budaya asing tersebut tetap saja difilter dan disesuaikan dengan kearifan lokal setempat.


Ada tiga peradaban besar yang mempengaruhi ragam aksara di Nusantara, yaitu: peradaban India. Pada dasarnya, Bangsa India datang ke Indonesia dengan tujuan ekonomi dan religiusitas. Oleh sebab itu, aksara pallawa melekat erat di Nusantara. Hal ini terlihat pada era prasasti. Selanjutnya peadaban Arab yang masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dan 14. Pengaruh budaya Islam sangat kuat. Hal ini terbukti dengan banyaknya manuskrip yang menggunakan aksara arab Melayu juga isi manuskrip yang bertemakan tentang ajaran-ajaran Islam. Selanjutnya masuklah pengaruh Barat (Eropa). Hal ini ditandai dengan keharusan penggunaan aksara latin yang terbukti pada era manuskrip dan era cetak. Kehadiran semua Bangsa asing ke Indonesia sama-sama memiliki tujuan membawa literasi agama.

Vernakularisasi dan Pribumisasi Aksara Arab di Nusantara muncul saat masuknya pengaruh Islamisasi ke Nusantara. Menurut Hermansyah, seorang Filolog Aceh, dalam tulisannya tahun 2014 mengungkapkan bahwa lingua pranca di Nusantara adalah bahasa Melayu. Samudera Pasai dianggap sebagai kerajaan Islam pertama yang melakukan vernakularisasi aksara Arab ke aksara Jawi dengan metode modifikasi.

Vernakularisasi aksara Arab mencapai puncak perkembangan pada abad 17-19 berkat adanya sumbangsih para ulama Nusantara yang belajar ke Haramain. Modifikasi aksara Arab masih dilestarikan di beberapa lembaga pendidikan ke-Islaman. Aksara Jawi meliputi wilayah Melayu, Aceh, dan Minangkabau. Sedangkan aksara Pegon meliputi wilayah Sunda, Jawa, dan Madura. Kemudian aksara Buri-Wulio meliputi wilayah Kerajaan Buton. Adanya aksara-aksara ini para Ashabul Jawiyin mengaplikasikan “Islam dalam wajah lokal”.

Berdasarkan pengamatan para ahli, baru lima belas aksara yang terdeteksi sebagai kekayaan aksara di Indonesia. Masih diharapkan peran penting generasi muda untuk mendeteksi aksara lainnya. Kekayaan budaya berupa bahasa adalah marwah dan identitas bangsa Indonesia. Jika bangsa ini kehilangan bahasa, maka bangsa ini akan kehilangan jati diri. Oleh sebab itu, layak untuk digaungkan kembali bahwa Bangsa Indonesia merupakan Bangsa yang cerdas, maju, dan tidak buta huruf karena telah lama mengenal baca tulis dengan aksara dan bahasa lokal.

https://www.riausastra.com/2020/05/26/review-kajian-filologi-dan-kodikologi-ketika-aksara-arab-di-nusantara-kan/

Pewaris Sultan HB II Minta Kembalikan 57.000 Ton Emas yang Dijarah Tentara Inggris Keturunan Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku...

Pewaris Sultan HB II Minta Kembalikan 57.000 Ton Emas yang Dijarah Tentara Inggris


Keturunan Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono II (HB II) mendesak Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo untuk membantu pengembalian aset dan harta benda milik Sultan HB II yang dijarah tentara Inggris tahun 1812.

Di tahun 1812 itu terjadi serbuan ke Kraton Yogyakarta oleh tentara Inggris, yang dikenal dengan Perang Sepehi atau Geger Sepehi.

"Kami mengharapkan harta dan benda bersejarah yang dijarah tentara Inggris pada Perang Sepehi tahun 1812 untuk dikembalikan. Barang-barang tersebut merupakan salah satu bagian dari milik Keraton Yogyakarta di masa Raja Sri Sultan Hamengkubuwono II,” ujar Sekretaris Pengusul Pahlawan Nasional Sri Sultan HB II, Fajar Bagoes Poetranto, kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 21 Juli 2020.

Bagoes menyebut harta berharga yang dijarah adalah logam emas sebanyak 57.000 ton. Termasuk surat bukti kepemilikan atau kolateral juga dirampas. "Kami meminta agar emas tersebut dikembalikan kepada keturunan dari Sinuwun HB II," tegas Bagoes.

Selain emas, Fajar juga menyebut ada dokumen penting kerajaan yang diangkut. Termasuk berbagai manuskrip karya Sri Sultan HB II tentang sastra dan budaya keraton, serta benda pusaka kraton.


“Bahkan perhiasan yang dipakai Sri Sultan HB II pada saat itu juga ikut dirampas,” tambahnya.

Manuskrip tersebut penting terkait bukti otentik sejarah Ngayogyakarta. Pihak Yayasan Cahaya Nusantara (Yantra) siap merawat serta menerjemahkan manuskrip tersebut. Penerjemahan itu perlu dilakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat Yogyakarta sejarah masa lampau Sri Sultan HB II.

"Kami mendapat dukungan dari pihak Keraton Yogyakarta dan para keturunan Sri Sultan HB II.  Bahkan yayasan Yantra juga siap bantu,” papar Bagoes.


https://galamedia.pikiran-rakyat.com/news/pr-35629739/pewaris-sultan-hb-ii-minta-kembalikan-57000-ton-emas-yang-dijarah-tentara-inggris?

Sejarah Penjarahan 7.000 Manuskrip Keraton Yogyakarta oleh Inggris Sejarah Penjarahan Manuskrip Keraton Yogyakarta oleh Inggris ...

Sejarah Penjarahan 7.000 Manuskrip Keraton Yogyakarta oleh Inggris



Sejarah Penjarahan Manuskrip Keraton Yogyakarta oleh Inggris
Lebih dari 7.000 manuskrip milik Keraton Yogyakarta yang dijarah Inggris pada 1812 masih disimpan di British Library.
   
Kekayaan sejarah berupa ribuan koleksi manuskrip milik Keraton Yogyakarta pernah dijarah oleh orang-orang Inggris di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Hal itu terjadi pada 1811 setelah Inggris berhasil merebut Jawa dari Belanda.

Dikutip dari Anak Bangsawan Bertukar Jalan (2006) karya Budiawan, Belanda—yang saat itu menjadi taklukan Perancis—menyerah kepada Inggris dan harus menyerahkan wilayah kekuasaannya. Lewat Perjanjian Tuntang, Hindia (Indonesia) pun diambilalih Inggris.

Raffles selaku gubernur jenderal di Jawa yang ditunjuk Inggris semula mengajak Raja Yogyakarta, Hamengkubuwana II, untuk bekerjasama. Namun, HB II menolak mentah-mentah. Bagi sultan, Belanda maupun Inggris sama-sama bangsa asing yang ingin menginjak-injak dan menguasai bumi Mataram.


Terlebih lagi, sikap orang-orang Inggris cenderung arogan dan kurang bisa menghargai tradisi keraton saat menemui HB II di Keraton Yogyakarta. Sempat nyaris terjadi insiden lantaran utusan Inggris tidak terima kursi Raffles ditempatkan lebih rendah dari singgasana sultan.

Polemik Inggris dengan HB II semakin memanas ketika Raffles mendesak sang raja agar membubarkan angkatan bersenjata kesultanan. Tentu saja HB II tidak mau. Sebaliknya, sultan justru memperkuat pertahanan istana.

Jatuhnya Istana Yogyakarta
Secara diam-diam, Pakubuwana IV dari Kasunanan Surakarta memberikan dukungan kepada Hamengkubuwana II untuk menghadapi Inggris.


Di sisi lain, Inggris mendapatkan bantuan dari keluarga dinasti Mataram lainnya, yakni Kadipaten Mangkunegaran, yang merupakan pecahan Kasunanan Surakarta.

Selain itu, Inggris juga didukung Pangeran Natakusuma. Orang ini adalah putra HB I atau paman HB II. Pangeran Natakusuma sudah sejak lama sering berselisih dengan keponakannya itu.

Menurut Merle Calvin Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008), sebagai “musuh" dari HB II, Pangeran Natakusuma berusaha sekuat tenaga agar memperoleh status merdeka dari istana. Itulah alasan mengapa Natakusuma bersedia membantu Inggris.

Inggris mengerahkan tidak kurang dari 1.200 orang prajurit berkebangsaan Eropa, ditambah serdadu Sepoy dari India. Selain itu, bantuan juga datang dari Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta. Adipati Mangkunegara II memerintahkan Pangeran Prangwedana memimpin 800 orang prajurit menuju Yogyakarta.

Pada 18 Juni 1812, Inggris dan pasukan bantuan mengepung Keraton Yogyakarta. Komandan perang Inggris dalam penyerbuan itu, Admiral Gillespie, menyerukan kepada HB II agar meletakkan takhta jika tidak ingin terjadi pertumpahan darah. Namun, sang sultan menepis dengan tegas.

Tanpa ampun, pasukan gabungan Inggris menghujani istana dengan meriam dan peluru. Angkatan perang Kesultanan Yogyakarta sempat mampu menahan serangan itu. Namun, lama-kelamaan, pasukan HB II mulai kehabisan amunisi dan energi.

Bantuan yang diharapkan dari Kasunanan Surakarta tidak kunjung datang. Pakubuwana IV ternyata tidak berbuat apa-apa kecuali hanya menempatkan pasukannya di seberang jalur-jalur komunikasi Inggris.

Pengepungan dan penyerbuan ini berlangsung selama dua hari. Hingga akhirnya, pada 20 Juni 1812, tulis Peter Carey dalam Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855 (2011), Keraton Yogyakarta jatuh.

HB II dipaksa menyepakati perjanjian yang disodorkan Inggris. Salah satu isinya adalah Kesultanan Yogyakarta wajib menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Pangeran Natakusuma. Inilah yang kemudian menjadi Kadipaten Pakualaman.

Tak hanya itu, Sultan HB II dimakzulkan dari takhtanya, lantas diasingkan ke Penang (kini wilayah Malaysia). Inggris kemudian menaikkan putra HB II, Raden Mas Surojo, sebagai raja baru dengan gelar Hamengkubuwana III.

Soedarisman Poerwokoesoemo dalam Kadipaten Pakualaman (1985) menyebutkan, Inggris melantik Pangeran Natakusuma dengan gelar Pakualam I pada 29 Juni 1813. Inggris kemudian mengakui Pakualam I sebagai pangeran merdeka, diberikan tanah, tunjangan, pasukan, hak memungut pajak, serta hak takhta turun-temurun.

Berharap Jarahan Dipulangkan
Setelah menduduki Keraton Yogyakarta pada pertengahan 1812, Inggris dan pasukannya menjarah isi istana. Sejumlah besar uang dan harta diambil. Perpustakaan yang menyimpan berbagai koleksi manuskrip, kitab-kitab lama, foto-foto langka, karya-karya pujangga, serta bermacam arsip dan buku-buku berharga turut dirampas.

“Waktu itu, setiap hari sekitar lima gerobak naskah kuno diambil selama satu minggu berturut-turut dan dibawa ke London," kata Hamengkubuwana X, raja saat ini sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti dilansir Kompas (15/5/2012).

HB X berharap kekayaan sejarah milik keraton yang dibawa Inggris, juga Belanda, bisa dipulangkan, walau bukan dalam bentuk aslinya.

"Kalau bisa, pada aspek perjanjian kebudayaan, apakah boleh Daerah Istimewa Yogyakarta meminta naskah-naskah kuno di Belanda [dan Inggris]. Paling tidak diberikan dalam bentuk mikrocip jika sewaktu-waktu keraton ingin meneliti," harap HB X.

Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), pernah dilakukan perjanjian pengembalian manuskrip kuno tersebut. Beberapa di antaranya memang sudah dikembalikan kendati masih ada ribuan naskah yang belum dipulangkan.

Hingga 2010, lebih dari 7.000 judul naskah kuno masih berada di British Library, London, Inggris. Sedangkan pada tahun ini, setidaknya ada 600 naskah kuno yang disimpan di Keraton Yogyakarta, antara lain berupa manuskrip tentang pemerintahan dan kesenian.

Untuk pertamakalinya, koleksi manuskrip milik Keraton Yogyakarta dipamerkan pada 8 Februari 2019 dalam rangka peringatan 30 tahun HB X bertahta. British Library ternyata mendukung pameran langka ini.

“Kita tampilkan [manuskrip] milik keraton, di-support oleh 75 manuskrip dari British Library. Dari keraton ada 30 [manuskrip] dalam bentuk aslinya," jelas G.K.R. Bendoro, putri bungsu HB X, selaku ketua panitia, dalam jumpa pers yang dihadiri Tirto.

Sebanyak 75 manuskrip keraton dari British Library tersebut seluruhnya dalam bentuk digital. Bentuk aslinya belum dapat dibawa ke Indonesia karena masih terbentur masalah kepemilikan dan sudah lebih dari 50 tahun berada di luar negeri.

Selain itu, Inggris dan British Library masih menahan sebagian besar koleksi manuskrip milik Keraton Yogyakarta karena penanganan naskah di Indonesia dinilai belum profesional.

“Kami mengalah dulu karena menyadari belum bisa menangani naskah kuno dengan baik," kata Pengelola Perpustakaan Widya Budaya K.R.T. Purwodiningrat.


Sumber:
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/sejarah-penjarahan-manuskrip-keraton-yogyakarta-oleh-inggris-dgLc

Manuskrip Nusantara Beraksara Arab Melayu di Eropa, Bukti Tingginya Peradaban Islam dan Kemakmuran Oleh: Nasrulloh Baksolahar (C...

Manuskrip Nusantara Beraksara Arab Melayu di Eropa, Bukti Tingginya Peradaban Islam dan Kemakmuran

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati) 

Andai kekayaan seluruh negara Eropa disatukan, takkan bisa menyamai kekayaan Nusantara. Begitu bunyi manuskrip nusantara. Sekarang banyak hutangnya?

Negara Penjajah Eropa menjadi paling kaya di benua Eropa setelah menjajah Nusantara. Ini sebuah fakta sejarah

Apakah Nusantara bodoh? Buktinya ada 26.000 manuskrip Nusantara yang ada di Belanda dan Inggris. Panjangnya 12 Km. Belum lagi di negara lain.

Apakah Nusantara bodoh? Buktinya ada 700 manuskrip Nusantara yang ada di Jerman. Ini tanda tingginya peradaban Nusantara.

Bukankah tulisan dan buku adalah simbol tingginya peradaban? Manuskrip Nusantara yang menyebar di Eropa bukti ketinggian tersebut.

Pada 1812 terjadi serbuan ke Kraton Yogyakarta oleh tentara Inggris, yang dikenal  Geger Sepehi di era Sri  Sultan Hamengku Buwono 2. Keraton dirampok

Inggris merampok 57.000 ton emas milik Kesultanan Jogyakarta. Bukankah sangat kaya Nusantara?

1829 Kas Belanda kosong dan hutang menumpuk akibat perang Diponegoro dan Revolusi Belgia. Ternyata bisa surplus setelah merampas kekayaan Nusantara

Bagaimana Nusantara dahulu dapat memiliki peradaban tinggi dan kaya? Perhatikan aksara-aksara yang ada dimanuskrip tersebut.

Samudera Pasai dianggap sebagai kerajaan Islam pertama yang melakukan vernakularisasi aksara Arab ke aksara Jawi dengan metode modifikasi.

Ulama Nusantara yang belajar ke Haramain abad 17-19, ikut memodifikasi aksara Arab menjadi Aksara Jawi, Pegon dan Buri-Wulio pula.

Aksara Arab Jawi dan Pegon, telah memenuhi manuskrip Nusantara. Penjajah merampas kekayaan kesultanan. Siapakah yang telah membangun Nusantara?

Islam telah bangun Nusantara dengan ketinggian peradaban dan kemakmurannya. Mengapa sekarang memilih peradaban Barat yang menjajah Nusantara?

26.000 Manuskrip Nusantara di Belanda dan Inggris, Panjangnya 12 Km Lebih dari 26 ribu naskah kuno atau manuskrip tulisan tangan...

26.000 Manuskrip Nusantara di Belanda dan Inggris, Panjangnya 12 Km

Lebih dari 26 ribu naskah kuno atau manuskrip tulisan tangan asli Indonesia disimpan rapi di Belanda atau Inggris. Dua negara Eropa itu memboyong naskah-naskah tersebut sejak menjajah Indonesia. Padahal, banyak di antara naskah-naskah tersebut karya adiluhung yang memiliki nilai sangat tinggi.
   
“Indonesia, adalah negara terkaya di dunia, bahkan seluruh kesuburan tanah di Eropa jika dikumpul tak akan menyamai kesuburan di tanah Jawa."

Petikan kalimat di atas terdapat dalam naskah kuno “Babad Tanah Jawi". Di situ, ada kesaksian Belanda sebagai negara penjajah tentang Indonesia yang “Gemah Ripah Loh Jinawi".

Naskah “Babad Tanah Jawi" merupakan salah satu naskah kuno tahun 1700-an mengenai sejarah Indonesia yang kini awet tersimpan di tanah air. Sayang, tidak banyak naskah kuno yang bernasib baik seperti “Babad Tanah Jawi".

Sebagian naskah kuno tak jelas keberadaannya, sebagian lagi dibawa oleh negara lain. Maka tak perlu heran, jika para peneliti asal Indonesia yang ingin meneliti sejarah negerinya sendiri, seringkali kerepotan akan referensi naskah-naskah kuno. Banyak di antaranya yang harus terbang ke Belanda atau Inggris untuk mengakses naskah kuno yang justru tersimpan apik di negara orang.

Menurut data Perpustakaan Nasional, terhitung sekitar 26.000 koleksi naskah Indonesia terdapat di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Angka itu belum terhitung naskah-naskah kuno Indonesia yang tersimpan di Perpustakaan The British Library London, The Bodleian Library di Oxford, Perpustakaan Berlin di Jerman, atau di sejumlah negara lainnya. Semua naskah-naskah itu, hampir dapat dipastikan kondisinya terawat dengan sangat baik dan dapat diakses dengan mudah. Tentu melalui prosedur tertentu.

Diboyongnya warisan budaya ini memang telah lama terjadi, bahkan sejak ratusan tahun lalu. Maklum, saat itu kita masih dijajah Belanda atau Inggris di beberapa wilayah. Walau begitu, hal yang harus digarisbawahi, para negara pemboyong sangat peduli terhadap kekayaan sejarah bangsa lain.

Terbukti di Inggris, naskah-naskah Indonesia telah berdiam dan terinventarisasi secara teliti dalam sebuah katalogus susunan MC Ricklefs dan P Voorhoeve sejak awal abad ke-17. Sebanyak lebih dari 1.200 naskah teridentifikasi ditulis dalam berbagai bahasa daerah.

Sebut saja Aceh, Bali, Batak, Bugis, Jawa (kuno), Kalimantan, Lampung, Madura, Makasar, Melayu, Minangkabau, Nias, Rejang, Sangir, Sasak, Sunda (kuno), dan Sulawesi (di luar Bugis dan Makasar). Naskah-naskah itu, menurut Oman Fathurahman, Filolog Indonesia, tersebar di 20-an perpustakaan dan museum di beberapa kota di Inggris. Koleksi terbanyak bermukim di dua tempat, yakni British Library dan School of Oriental and African Studies.

Pada tahun 1990, British Library bahkan mengklaim bahwa naskah yang berada di tempatnya mulai dikoleksi sejak abad ke-15. Koleksi mereka berisi berbagai macam hikayat, syair, primbon, surat, sampai bukti transaksi dagang dari abad ke-15.

Menurut Syarif Bando, Kepala Membaca Perpusnas, Inggris memang merupakan salah satu negara yang menyimpan naskah-naskah kuno Indonesia terbanyak kedua setelah Belanda. Hal ini dikarenakan Inggris pernah menduduki Bengkulu. Selain itu, Raffles yang datang di abad ke-18 juga banyak membawa surat-surat dari berbagai raja yang berkuasa di Indonesia.

Surat-surat tersebut, banyak yang merupakan koleksi unggulan, seperti surat dari Sultan Pontianak kepada Gubernur Thomas Stamford Raffles yang dikirim dalam sampul terbuat dari kain sutra berwarna-warni. Inggris juga menyimpan surat dari Raja Bali kepada seorang Gubernur Belanda di Semaran yang ditulis di atas lempengan emas.

“Karena Bengkulu jajahan Inggris, lalu Belanda jajah Singapura, lalu kemudian mereka bertukar, jadi banyak juga naskah kita di sana," kata Syarif Bando kepada tirto.id, pada Jumat (2/9/2016).

Panjangnya 12 Km

Selain Inggris, negara yang juga banyak mengoleksi naskah kuno Indonesia adalah Belanda. Maklum, Negara Kincir Angin ini telah berada di Indonesia 350 tahun lamanya. Naskah kuno di Belanda banyak tersimpan di sejumlah perpustakaan dan museum, antara lain di Amsterdam, Leiden, Delft, dan Rotterdam.

Pada tahun 2015 lalu, Rektor Universitas Leiden, Belanda, Profesor Carel Stolker, pernah berkunjung ke Yogyakarta dan mengatakan bahwa naskah-naskah kuno Indonesia yang berada di negaranya, jika dijejer panjangnya bisa mencapai 12 km. Kebanyakan, naskah-naskah yang berada di sana tergolong adikarya, warisan berbagai kerajaan di Nusantara. Salah satu yang terkenal yakni naskah “Nagarakretagama" yang baru dikembalikan pada tahun 1970 oleh Ratu Yuliana kepada Presiden Soeharto setelah dikuliti isinya dan menjadi ampas.

Menurut penuturan Profesor Stolker, koleksi mereka dahsyat lantaran Universitas Leiden memiliki jurusan yang khusus mempelajari budaya timur, budaya Asia. Amsterdam juga turut menyumbang naskah kuno untuk memperkaya koleksi.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, pernah menginginkan ribuan naskah yang ada di Belanda dan Inggris, khususnya yang berkaitan dengan keraton DIY, dapat ditarik ke Indonesia. Namun Stolker bergeming. Ia malah menyatakan sebagian besar naskah yang tersimpan di Leiden merupakan naskah berbahasa Belanda, sehingga sudah semestinya bermukim di sana. Walau begitu, pihaknya berjanji akan fokus pada digitalisasi naskah yang rapuh agar kajian Asia atau Indonesia tersebut dapat diakses dengan mudah.

Berdasarkan data Keraton Yogyakarta, ada sekitar 7.000 naskah atau manuskrip milik keraton yang ada di Belanda dan Inggris. Sedangkan Museum Sonobudoyo hanya mengoleksi 363 naskah saja. Inggris sendiri baru mengembalikan 21 microfilm kepada pihak keraton. Hal ini lantaran mereka khawatir pihak keraton tak mampu merawatnya.

Menurut Syarif, selain Belanda dan Inggris, terdapat negara lain yang juga menyimpan naskah-naskah kuno Indonesia, misal Myanmar, Thailand, dan Malaysia. Secara keseluruhan, diperkirakan naskah-naskah ini tersebar di 30 negara di dunia.

Tidak Boleh Sembarangan

Jhohannes Marbun, Koordinator Masyarakat Warisan Budaya (Madya) mengatakan, Belanda sebenarnya sudah ingin Indonesia merawat sendiri naskah-naskah kuno itu. Sayangnya, Indonesia belum bisa merespons sejumlah syarat untuk perawatannya.

“Belanda sebenarnya sudah mengurangi besar-besaran anggaran terhadap museum. Mereka berharap Indonesia mengelola manuskrip atau benda bersejarah dari nusantara lainnya. Tapi Indonesia dianggap belum merespon karena mereka mensyaratkan harus bisa dikelola baik," katanya kepada tirto.id, pada Senin (5/9/2016).

Konservasi naskah kuno, apalagi manuskrip atau naskah asli, tentu tidak mudah. Sebab naskah asli biasanya lebih rapuh dibandingkan salinannya yang sudah banyak dipajang di Perpusnas. Apalagi cara penulisan yang digunakan pun beragam. Biasanya ukiran naskah pada media kayu atau bambu akan diberi minyak kemiri untuk menghitamkan. Cara merawatnya hanya dilap lembut, sehingga minyak kemiri akan tersisa di bagian dalam bambu yang sudah dikerik.

Tempat dan alat penyimpanannya juga tak sembarang. Perpusnas mengaku harus menyiapkan alat yang tahan pada perubahan suhu, karena naskah harus disimpan pada ruangan berudara 18 derajat celsius.

Perlu juga dilakukan fungigasi guna membunuh jamur-jamur yang bertengger pada naskah. Untuk mengurangi kelembaban, ruangan diberi kapur barus dan disemprotkan obat anti serangga secara berkala.

“Menjaga naskah kuno itu sulit, tanganmu tidak boleh kotor atau berminyak karena akan membuatnya lapuk," kata Syarif.

Oman Fathurahman, Filolog Indonesia, juga menyatakan dalam hal kesadaran untuk melakukan konservasi naskah-naskah kuno, harus diakui Indonesia memang sangat jauh terlambat dibanding negara-negara maju, khususnya di Eropa.

Hal ini, tidak lepas dari faktor sejarah kolonialisme yang terlalu lama menjerat bangsa Indonesia. Walau di satu sisi, terdapat rasa senang bahwa naskah-naskah kuno Indonesia tersimpan dan terawat dengan sangat baik di perpustakaan-perpustakaan di luar negeri. Namun di sisi lain, ada keprihatin lantaran perhatian negara terhadap pentingnya pemeliharaan naskah-naskah kuno yang masih sangat kurang.

“Di museum-museum provinsi, umumnya ada puluhan naskah tersimpan. Meski perawatannya tidak selalu memenuhi standar konservasi," kata Oman kepada tirto.id, pada Minggu (4/9/2016).

Anggaran Hanya Rp500 Miliar

Indonesia boleh bangga. Meskipun naskah budayanya banyak yang bertempat di negara orang, tapi jika dihitung naskah-naskah yang tersimpan di Indonesia masih tetap lebih banyak. Naskah-naskah itu ada di tangan masyarakat. Sayangnya, naskah-naskah koleksi pribadi itu kurang terawat dengan baik, sehingga kondisinya sangat rentan.

Minimnya teknologi konservasi yang kita miliki, tentu saja berakibat pada lambatnya proses konservasi naskah yang seharusnya dilakukan dengan lebih cepat. Apalagi dari waktu ke waktu, proses kerusakan naskah terus terjadi. Belum lagi persoalan penyimpanan jika tidak dalam suhu yang stabil.

“Tapi, menurut saya, penyebab pertama yang paling penting itu bukan akibat teknologi yang kurang memadai. Melainkan kesadaran kolektif kita yang masih di bawah standar bahwa naskah kuno ini adalah artefak yang perlu mendapat prioritas untuk diselamatkan. Karena mindset kita belum sampai ke sana, maka dampaknya sangat besar. Termasuk belum maksimalnya pengadaan teknologi konservasi itu," paparnya.

Oman menjabarkan, kebanyakan staf-staf di perpustakaan yang memiliki koleksi naskah di berbagai daerah di Indonesia tidak memiliki latar pendidikan dan pelatihan khusus di bidang konservasi naskah. Terkecuali staf di Perpustakaan Nasional. Itu pun masih belum maksimal dibandingkan dengan tanggungjawab mereka merawat puluhan ribu naskah kuno yang tersimpan.

Masalahnya, Indonesia memang masih belum memiliki institusi pendidikan atau pelatihan khusus di bidang konservasi naskah atau artefak kuno. Padahal, di luar negeri, pendidikan tersebut diselenggarakan sampai tingkat magister di bidang museumologi dan kearsipan.

Selain minimnya kualitas konservator, Indonesia juga dihalangi masalah klasik dalam perawatan naskah, yakni anggaran. Syarif menyatakan, konservasi naskah sebenarnya tidak memakan banyak biaya jika sudah memiliki alat-alatnya. Hanya saja, konsistensi pemerintah terhadap salah satu sumber ilmu pengetahuan sejarah ini memang minim. Bisa dibayangkan, setiap tahunnya, anggaran perpustakaan hanya digelontorkan sebesar Rp500 miliar untuk meng-cover 250.000 perpustakaan di seluruh Indonesia.

“Bayangkan, itu belum anggaran untuk membina tenaga perpustakaan, mencetak naskah dari dalam dan luar negeri, sehingga anggaran konservasi naskah ini juga minim," ujarnya.

Beruntung, Perpusnas banyak mendapatkan hibah microfilm, sehingga isinya dapat dinikmati publik Indonesia tanpa harus jauh-jauh ke luar negeri. Beberapa naskah kuno yang pernah dimicrofilmkan adalah naskah-naskah Jawa milik Kraton Yogyakarta. Misalnya yang ditangani oleh Dr Jennifer Lindsay dari Australia, atau naskah-naskah lontar Bali yang dikomputerkan dengan sponsor IBM.

Pada tahun 1989, pemerintah Inggris juga pernah menghadiahkan Sri Sultan Hamengkubuwono X ratusan microfilm semua naskah Jawa yang disimpan di Inggris.

Betapa penghibahan tersebut merupakan bentuk tingginya apresiasi negara-negara lain terhadap warisan budaya Indonesia. Ironis, apabila ternyata negeri ini bahkan tidak dapat menjaga dengan sebaik-baiknya.


Sumber:
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/negeri-yang-tak-peduli-karya-adiluhung-bHly

Di Jerman Ada 700 Manuskrip Kuno Nusantara, Banyak lembaga baik dalam maupun luar negeri yang tertarik dengan konten warisan bud...

Di Jerman Ada 700 Manuskrip Kuno Nusantara,

Banyak lembaga baik dalam maupun luar negeri yang tertarik dengan konten warisan budaya Indonesia.

Suubkoordinator Perawatan dan Perbaikan Bahan Perpustakaan Terekam dan Naskah Kuno Perpustakaan Nasional, Aris Riyadi, mengungkapkan pihaknya  telah melakukan pelestarian koleksi warisan naskah kuno dengan berbagai cara.

“Saya melihat sebuah fenomena, memang banyak lembaga dalam dan luar negeri yang tertarik dengan konten warisan budaya kita," ujar Aris, dikutip Republika.co.id dari laman resmi Perpusnas, Jumat (3/9). 
Dia menjelaskan, hal tersebut membuat program digitalisasi koleksi, dokumen bersejarah, atau dengan nilai budaya tinggi menjadi gencar dilakukan untuk mendapatkan informasinya. 

Namun dia menyayangkan hal tersebut terkadang tidak berimbang dengan sasaran fisik, yang menurut dia cenderung diabaikan. "Hal ini kadang-kadang tidak berimbang dengan sasaran fisik yang cenderung diabaikan," tutur Aris.
Aris kemudian mengibaratkan naskah kuno seperti sebuah koin emas yang memiliki dua sisi berharga. Naskah kuno baik nilai fisiknya maupun nilai informasinya. 
Naskah kuno, kata Aris, juga merupakan sebuah warisan budaya yang sama-sama penting. Perpusnas telah melakukan berbagai cara dalam rangka melestarikan koleksi yang dimiliki. 
Dia menjelaskan, banyak sekali bahan perpustakaan yang ada di Perpusnas, mulai dari kertas, karya rekam, dan naskah kuno yang memiliki karakter dan membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda dalam upaya pelestariannya.

Semua itu dia katakan pada webinar bertajuk "Mempertahanankan Indentitas Bangsa Melalui Koleksi Bersejarah dan Warisan Budaya” yang digelar secara daring, Selasa (31/8) lalu. 
Dalam kegiatan itu Perpusnas juga menghadirkan dua peneliti naskah koleksi Indonesia dari Staat Bibliotek zu Berlin Jerman, yakni Yonnes Dehghani dan Thoralf Hanstein. 

Di Jerman, menurut Yonnes, saat ini ada lebih dari 20 institusi yang memiliki koleksi manuskrip oriental dan Asia. Koleksi-koleksi itu di dalamnya terdapat naskah kuno yang berasal dari Indonesia.
“Jika seorang peneliti ingin menemukan beberapa naskah kuno, hal tersebut membuat mereka sulit menemukan naskah-naskah yang mereka cari,” jelas dia.
Naskah Nusantara Indonesia yang ada di Jerman, kata dia, nantinya akan tergabung dalam sebuah katalog gabungan atau terpadu yang disebut Union Calaloge yang tersaji dalam bentuk portal. 
Sementara itu, Thoralf menyebutkan, secara keseluruhan koleksi naskah nusantara di Staat Bibliotek zu Berlin kini memuat hampir 700 objek. 

Menurut dia, sepertiganya sudah didigitalisasi dan dilayankan secara daring dalam kualitas gambar tinggi secara gratis, baik untuk kepentingan pribadi, ilmiah, maupun bisnis. 
“Proses katalogisasi naskah Nusantara di seluruh Jerman menurut saya sebenarnya sangat penting sekali. Karena ternyata banyak sekali koleksi-koleksi kecil yang tersembunyi dalam arsip daerah yang eksistensinya tidak diketahui sebelumnya,” kata dia. 
Hal ini menurut Thoralf merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Sebab, banyak rakyat Jerman bekerja di Indonesia pada zaman kolonialisasi Belanda dan kemudian kembali dengan membawa naskah yang disimpan sebagai koleksi pribadi maupun arsip daerah.

Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, dalam sambutan mengatakan, upaya mengaktualisasikan makna nilai dan perjuangan sejarah bangsa Indonesia dalam perjuangan di masa lampu dapat dilakukan dengan menggali isi yang terkandung dalam naskah kuno Nusantara.

Menurut dia, Indonesia harus berbangga dengan nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam naskah-naskah kuno koleksinya dan mampu mengaktualisasikan kedalam kehidupan saat ini. Naskah kuno juga dia anggap dapat menjelaskan kepada masyarakat, khususnya generasi muda, Indonesia memiliki kejayaan yang pernah dicapai ribuan tahun sebelum terkumpul sebagai sebuah bangsa. 
 
“Kita ingin mengimbau dan mengharapkan sekali kepada para pustakawan betapa penting perjalanan sejarah ini diaktualisasikan dalam konteks kekinian. Apa yang kita bisa angkat dari perjuangan perjuangan para raja-raja di masa kejayaannya," kata Syarif.    

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/qyv0jy320

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (277) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (402) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (70) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (300) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (449) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (186) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (211) Sirah Sahabat (130) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (138) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)