basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Kebenaran, Mudah Dipahami Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan p...

Kebenaran, Mudah Dipahami

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan pernah menemukan kebenaran. Kebenaran hanya terlacak dengan iman kepada Allah

Gelar akademik tidak akan menemukan kebenaran. Kebenaran itu datangnya dari sisi Allah.

Kebenaran itu mudah dan sederhana. Setiap manusia bisa menemukannya tanpa perlu kecerdasan dan gelar akademik. Kebenaran itu hak setiap manusia

Bilal bin Rabah seorang budak. Abubakar dan Umar bin Khatab sang bangsawan. Mereka bertemu pada satu pemahaman tentang kebenaran

Ammar bin Yasir keturunan budak. Mushab bin Umair anak bangsawan. Mereka satu kata tentang kebenaran. Kebenaran dipahami setiap orang

Bila sesuatu sulit dipahami. Butuh metodelogi. Hanya dipahami kalangan terbatas dan intelektual. Itu bukanlah kebenaran.

Rasa gula dan garam, semua kalangan  merasakan hal yang sama. Tak ada perbedaan apa pun. Itulah kebenaran.

Seluruhnya Nabi dan Rasul. Sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad saw. Mengatakan dan menyampaikan hal yang sama. Itulah kebenaran.

Kebenaran itu bersumber dari fitrah dan iman, bukan dari dogma dan intervensi luar ke dalam

Kebenaran tidak datang dari serbuan informasi, data dan berita. Tetapi melalui pencarian diri. Seperti Abu Dzar, tak terpengaruh berita Hoax tentang Rasulullah saw

Kebenaran akan selalu hidup. Karena kebenaranlah yang dibutuhkan, dicari dan dibela oleh manusia.

Bersama kebenaran, tak perlu ragu dan khawatir dengan sedikitnya kekuatan. Karena kebenaranlah yang menciptakan kekuatannya sendiri.

Peradaban Islam Sebagai Jembatan ke Renaissance   Akibat Indonesia bekas jajahan Belanda maka wajar apabila pengajaran sejarah d...

Peradaban Islam Sebagai Jembatan ke Renaissance

 
Akibat Indonesia bekas jajahan Belanda maka wajar apabila pengajaran sejarah dunia di Indonesia mewarisi apa yang diajarkan oleh Belanda tentang sejarah dunia.
 
EROPASENTRIS
Akibat kurikulum sejarah bersifat Eropasentris,  saya lebih mengenal para tokoh sejarah dunia berasal dari Eropa seperti Napoleon dan Katharina Agung ketimbang para tokoh berasal dari Asia seperti Ashoka atau Ching I Sao. 
Maka wajar pula bahwa saya diajarkan oleh guru sejarah dunia yang orang Indonesia tetapi didikan Belanda tentang peradaban Yunani dan Romawi kuno disusul oleh Abad Pertengahan di Eropa yang langsung loncat ke jaman Renaissance sebagai masa kebangkitan peradaban Eropa.
Akibat guru sejarah dunia saya didikan Belanda maka beliau tidak diajarkan maka juga tidak mengajarkan kepada saya tentang masa keemasan peradaban Islam yang menjembatani peradaban Abad Pertengahan dengan Era Renaissance.

Saya juga tidak diajarkan tentang masa puncak peradaban di Spanyol yang mewariskan mahakarya arsitektur Islam seperti Al Hambra di Granada dan Masjid Agung Mezquita di Cordoba mau pun seni musik Spanyol yang menggunakan sistem sapta nada Arab.
Baru ketika saya di Eropa dan mengunjungi perpustakaan perguruan tinggi di Jerman demi mempelajari buku-buku tentang Masa Keemasan Islam di Persia dan Andalusia saya tersadar bahwa Bagdad dan Cordoba merupakan pusat kebudayaan Islam.
Peradaban Islam ini telah melahirkan para maha-cendekiawan, mahamatematikawan, mahaastronomi, mahasastrawan, mahabudayawan serta mahapemikir yang secara langsung mempengaruhi peradaban Eropa melalui era Renaissance. 
 

BAIT AL HIKMAH 
Semula saya tidak kenal Bait Al Hikmah di Bagdad mau pun pusat kebudayaan Islam di Kordoba. Saya tidak kenal  Al Kharwizimi yang mengembangkan aljabar dan algoritma sambil menyempurnakan teori-teori astronomi Ptolomeus yang kemudian mempengaruhi Kepler dan Kopernikus.
Pada hakikatnya Galileo Galilei mengembangkan mashab heliosentris garapan Al Khwarzimi. Seperti Machiavelli di Italia,  sebelumnya Al Khwarzimi di Persia juga menulis makalah politik dan tata-negara.

Saya tidak kenal mahakarya sastra Rubayat mau pun naskah-naskah geometri Risālah fī šarḥ mā aškala min muṣādarāt kitāb Uqlīdis dan Risālah fī qismah rub‘ al-dā’irah serta Maqāla fi al-jabr wa l-muqābala.

Para budayawan Islam semula mempersatukan matematika, astronomi, sains, sastra, senirupa menjadi satu kesatuan ilmu di bawah payung kebudayaan.
Budaya multi-ilmu dilanjutkan oleh Leonardo da Vinci sebagai pelukis, pemusik, sastrawan, anatomiwan, diplomat, negarawan, alutsistawan dan lain-lain keilmuan yang lazim pada masa Renaissance.
Tanpa para matematikawan Islam, mustahil Fabionacci melahirkan pemikiran-pemikiran matematika yang berpengaruh sampai masa kini.

Semula saya juga tidak menyadari peran serta pengaruh pemikiran ensiklopedis Al Farabi, theolog Al Ghazali, astronom Al Jawhari, kartograf Al Idrisi, fisikawan Al Haytham, budayawan multi-bidang Ibnu Khaldun yang tampaknya secara sengaja tak sengaja, sadar tak sadar ditenggelamkan dari permukaan sejarah peradaban Eropa oleh Petrarca dan para sejawat pendukung peradaban Nasrani.

Tanpa peradaban Yunani dan Romawi kuno yang naskah-naskahnya pernah dihimpun di perpustakaan Aleksandria, Mesir mustahil ada pusat peradaban Islam di Persia dan Andalusia.
Namun, tanpa Bait Al Hikmah di Bagdad dan pusat pengembangan sains di Kordoba terasa juga mustahil lahir masa keemasan peradaban Eropa pada masa yang disebut sebagai Renaissance.


Sumber:
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qogr0l385

Kontradiktif Sejarah Nusantara dan Eropa Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Abad ke 5-15, itulah masa ke...

Kontradiktif Sejarah Nusantara dan Eropa

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)



Abad ke 5-15, itulah masa kekelaman Eropa atau disebut era kegelapan atau abad pertengahan. Bagaimana Nusantara? Itulah era awal dan periode kemakmuran

Setelah Romawi terpecah menjadi kerajaan Roma dan Binzyantium, itulah era dimulainya kegelapan. Siapakah yang berkuasa? para agamawan dan kaisar

Saat pemikir Eropa mulai berfikir persamaan dan persaudaraan. Nusantara sudah tercipta hubungan harmonis antara rakyat, raja/sultan dan ulama.

Saat Eropa mulai berfikir Trias Politika, di Nusantara sudah tercipta pembagian peran antar Sultan dan Qadhi (Peradilan)

Saat agamawan dan kaisar meredupkan Eropa, di Nusantara justru para Ulama dan Sultan/raja menciptakan kemakmuran dan membangun sistem masyarakat yang kuat

Saat Eropa dibodohkan oleh dogma dan tahayul, Nusantara sudah membangun lembaga pendidikan di istana dan pesantren oleh para ulama.

Saat pengetahuan Geografi Eropa baru tahu sampai India, Pelaut Nusantara sudah sampai ke Afrika dan China. Ekspor Nusantara menembus dunia

Bandingkan abad ke 5-15 antara Nusantara dan Eropa, siapa yang lebih tinggi peradabannya? Hukum kemajuan dan kemunduranya berbeda

Saat Nusantara bersinar, Eropa meredup. Saat Eropa bersinar, Nusantara meredup. Apa penyebabnya? Hukum sebab akibatnya berbeda, pelajarilah

Siapa yang menciptakan feodalisme, Nusantarakah? Siapa yang menciptakan tuan tanah, Nusantarakah? Semua pemaksaan dari Eropa

Siapakah yang membentuk masyarakat kelas satu, dua dan tiga? Siapakah yang membatasi pendidikan untuk kalangan terbatas? Eropa bukan Nusantara

Penjajahan telah mengimpor sebab kemunduran pada bangsa yang dijajahnya. Suasana abad pertengahan Eropa dibawa ke Nusantara.

Nusantara berjaya saat ulama membangun peran. Eropa redup saat agamawan menguasai akal, hati dan ilmu manusia. Sebuah kontradiktif sejarah

Nusantara berhasil dijajah Eropa, saat itu peradaban Eropa sedang naik dan Nusantara sedang meredup. Bukan berarti Nusantara tak pernah melampaui Eropa

Sumber:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/22/110000679/kondisi-eropa-sebelum-renaissance?

Nusantara Dijajah Eropa, Eropa Dijajah Prinsipnya Sendiri Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Apakah hany...

Nusantara Dijajah Eropa, Eropa Dijajah Prinsipnya Sendiri

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Apakah hanya Nusantara yang dijajah? Apakah Eropa tidak pernah dijajah? Nusantara dijajah bangsa asing. Eropa dijajah oleh dirinya sendiri

Gerakan Renaisance bentuk perlawanan terhadap penjajahan. Marxisme bentuk perlawanan terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Eropa terhadap dirinya

Renaisance gerakan intelektual dan rakyat terhadap hegemoni agamawan dan kaisar. Feodalisme menindas intelektual dan jelata.

Setelah hegemoni Agamawan dan Kaisar sirna, yang muncul hegemoni kaum borjuis. Hartawan mengatur kehidupan banyak manusia.

Marxisme, hidup adalah pertarungan antar kaum kaya dan miskin, majikan dan buruh. Cara Ini, kehidupan tidak pernah tentram.

Marxisme gerakan perlawanan terhadap kaum Borjuis. Setelah ini apa yang terjadi? Perang dunia 1 dan 2.

Mengapa ada kemerdekaan Amerika? Revolusi Amerika? Bukankah mereka menindas dan berupaya melenyapkan suku asli Indian?

Mengapa sesama bangsa Eropa, terjadi deklarasi kemerdekaan dari bangsa Eropa sendiri? Itu yang terjadi di Amerika.

Nusantara dijajah oleh beberapa negara, Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis. Itu terjadi karena pertempuran sesama Eropa  sendiri.

Mana yang lebih menderita, Eropa atau Nusantara? Dijajah bangsa lain atau bangsa sendiri? Tanyakan pada jiwa.

Bantuan Sultan, Pemimpin, Pengusaha dan Rakyat Muslim Terhadap Kemerdekaan Indonesia Para petani menyerahkan hasil buminya, hart...

Bantuan Sultan, Pemimpin, Pengusaha dan Rakyat Muslim Terhadap Kemerdekaan Indonesia


Para petani menyerahkan hasil buminya, hartawan menyerahkan kekayaannya, perempuan memberikan perhiasannya, pemuda memberikan jiwa raganya

Para sultan menanggalkan mahkota dan daerah kekuasaannya. Para Sultan menyumbangkan kekayaannya melalui  Soekarno-Hatta.

Sultan Hamengku Buwono IX menyerahkan bantuan 6,5 juta golden untuk perjuangan Indonesia melalui Soekarno dan daerah kekuasaannya. Jogya jadi Ibukota

Sultan Siak, menanggalkan mahkota, menyerahkan istana dan panji kesultanannya, juga 1,1 trilyun untuk Indonesia melalui Soekarno

Saat saya ke Kutai, terpampang gambar di musium, sultan Kutai sedang  menyerahkan kekuasaannya kepada Indonesia  melalui  bung Hatta.

Tengku Mahratu, Permaisuri Siak, melepaskan semua emas di tangannya untuk diserahkan untuk kemerdekaan Republik Indonesia

Para pemimpin dan pengusaha Aceh memberikan sumbangan 25 kilogram emas agar pemerintah pusat dapat membeli kapal udara

Pengusaha Madiun menyumbang dua peti berisi emas 3,167 kg, perak 31,368 kg, dan logam lain 1,115 kg untuk kemerdekaan

Perserikatan Warung Bangsa Indonesia (Perwabi) menyerahkan uang sebanyak f10.000 untuk kemerdekaan

Perusahaan Batik Bendoengan dari Palmerah, Tanah Abang, Jakarta, datang langsung menghadap Sukarno dan menyumbang f2.000

Sukarno, Abikoesno, Otto Iskandardinata, Mr. Sartono, dan Soekardjo Wirjopranoto telah menyumbang f1.000 untuk kemerdekaan

Revolusi Indonesia luar biasa. Kemiskinan telah memusnahkan. Kelaparan membuat mayat bergelimpangan. Perkampungan sepi.

Namun saat seseorang akan mati, masih tetap menaikan tangan dengannya pekik "Merdeka!" Rahasia apa Ini?

Sumber:
https://www.google.com/amp/s/historia.id/amp/ekonomi/articles/dana-awal-pendirian-republik-6alg9
https://money.kompas.com/read/2021/06/06/091239126/sejarah-garuda-indonesia-bermula-dari-sumbangan-emas-rakyat-aceh
?
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/kunjungan-sukarno-sumbangan-rakyat-aceh-untuk-pesawat-ri-pertama-ggVf
https://nasional.tempo.co/amp/1495970/lewat-sukarno-sultan-syarif-kasim-ii-serahkan-13-juta-gulden-untuk-republik
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2020/10/24/143009169/raja-raja-yang-berkorban-demi-bangsa

https://riau.suara.com/read/2021/08/19/151224/tengku-mahratu-penjahit-merah-putih-sumbang-perhiasannya-buat-kemerdekaan-ri?page=all

Dana Awal Pendirian Republik Prangko itu sudah lusuh. Warnanya memudar. Tapi gambarnya masih cukup terlihat. Seekor sapi di teng...

Dana Awal Pendirian Republik


Prangko itu sudah lusuh. Warnanya memudar. Tapi gambarnya masih cukup terlihat. Seekor sapi di tengah sawah dengan latar belakang alam perdesaan. Di sudut atas tertera tulisan “FONDS KEMERDEKAAN”. Perangko ini terbit pada 1946 dan hasil penjualannya digunakan untuk membiayai Republik Indonesia yang baru lahir pada Agustus 1945.

Fonds Kemerdekaan tadinya bernama Fonds Perang dan Kemerdekaan. Dibentuk pada 1 Februari 1945, fonds ini bertujuan untuk mendanai persiapan Indonesia sebagai negara merdeka setelah keluarnya janji Perdana Menteri Kuniaki Koiso pada September 1944.

“Fonds Perang dan Kemerdekaan berupaya untuk membela tanah air, menolong dan memberikan pendidikan rakyat, menambah tenaga rakyat dan memperkokoh dasar kemerdekaan,” catat Asia Raya, 3 Juli 1945.

Jawa Hokokai, organisasi bentukan Jepang, bertanggung jawab mengumpulkan dana tersebut dari masyarakat. Bentuknya bisa uang atau barang berharga. Sebagai awalan dan teladan bagi masyarakat, para tokoh Jawa Hokokai lebih dulu menyumbangkan hartanya ke fonds ini. Masyarakat menyambut girang pembentukan fonds ini.

Harian Tjahaja, 7 Februari 1945, mengabarkan Sukarno, Abikoesno, Otto Iskandardinata, Mr. Sartono, dan Soekardjo Wirjopranoto telah menyumbang f1.000. Setelah itu, perusahaan pun mengikuti jejak tokoh-tokoh tersebut. Perseroan Tanggung-Djiwa Boemipoetra, misalnya, menyumbang uang sebesar f35.000.

Para pengusaha tak mau ketinggalan. Pengurus Perusahaan Batik Bendoengan dari Palmerah, Tanah Abang, Jakarta, datang langsung menghadap Sukarno dan menyumbang f2.000. Pengusaha warung yang terhimpun dalam Perserikatan Warung Bangsa Indonesia (Perwabi) menyerahkan uang sebanyak f10.000.

Pengusaha dari Madiun memilih menyumbang barang berharga. Mereka datang membawa dua peti besar berisi emas seberat 3,167 kilogram, perak 31,368 kilogram, dan logam lain 1,115 kilogram. Totalnya sekira f72.000.

Pemberitaan terhadap sumbangan-sumbangan itu meluas. Warga jelata terpacu untuk berbuat serupa demi merengkuh mimpi Indonesia merdeka. Mereka berbondong-bondong mendatangi kantor perwakilan di tiap Karesidenan untuk menyumbang uang, harta benda, dan platina.

“Saya masih ingat, mungkin karena saya terpengaruh propaganda Jepang, saya pernah melorotkan gelang-gelang saya, empat pasang gelang emas, saya kasihkan kepada mereka (para petugas Jepang) sebagai pinjaman nasional,” kenang Hafni Zahra Abu Hanifah, seorang penyumbang, dalam Di Bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang yang Mengalaminya.

Dasar kepercayaan mereka terletak pada perbuatan para tokoh nasional. Ketika Jepang menjanjikan kemerdekaan ke Indonesia, mereka kurang percaya. Tapi begitu para tokoh nasional menyambut janji itu dan turut menyumbang Fonds Perang dan Kemerdekaan, rakyat pun mengikutinya.

Kepercayaan rakyat kepada Fonds Perang dan Kemerdekaan tak luntur saat muncul desas-desus bahwa pihak Jepang membawa kabur barang-barang itu melalui kapal laut. “Mungkin sudah diambil, dibawanya, dan kemudian dikabarkan kapal yang membawanya tenggelam,” lanjut Hafni Zahra.

Untuk menghadapi desas-desus tersebut, Jepang mengumumkan secara rutin laporan dan alokasi penggunaan Fonds Perang dan Kemerdekaan di harian Asia Raya dan majalah Djawa Baroe.

Pemberitaan itu antara lain memuat peruntukan sumbangan platina untuk diolah menjadi lebih berharga dan bisa dijual. Hasil penjualan platina olahan tersebut digunakan untuk membeli senjata, peralatan perang, dan kebutuhan prajurit di garis depan seperti obat-obatan, pakaian, dan makanan.

Di luar peruntukan perang, dana dari masyarakat dialokasikan untuk membiayai sayembara pembuatan poster, syair, dan semboyan. Sayembara tersebut bertujuan mencari dukungan rakyat terhadap Jepang dan program Fonds Perang dan Kemerdekaan.

Sayembara ini mendapat perhatian luas dari masyarakat. Tjahaja, 17 Juli 1945, mencatat ada 76 poster, 674 syair, dan 1.498 semboyan masuk ke panitia sayembara. Di kategori poster, juri memutuskan tak ada pemenangnya lantaran tak ada yang sesuai dengan tujuan sayembara.

Di kategori syair dan semboyan, juri menetapkan juara 1, 2, dan 3. Mereka berhak memperoleh uang sebesar f100, f30, dan f10. Jumlah ini cukup kecil bila dibandingkan dengan dana yang terkumpul.

Jawa Hokokai dibubarkan pada 15 Agustus 1945 seiring dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Hasil penggalangan Fonds Perang dan Kemerdekaan dari Jawa Hokokai cukup berhasil dan dananya masih tersisa sebesar f2.000.000.

Sisa dana itu sangat berguna untuk membiayai keperluan menjelang Proklamasi kemerdekaan Indonesia dan beberapa hari setelah Proklamasi. “Seperti untuk biaya pengamanan Bung Karno dan Bung Hatta sekeluarga serta pemimpin-pemimpin lainnya, biaya untuk mencari dan merampas senjata dari Jepang, untuk pengiriman kurir, mencetak bendera-bendera dari kertas, biaya pasukan yang beroperasi di Jakarta, biaya utusan dari daerah,” tulis Oey Beng To dalam Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia.

Sumbangan dari berbagai kalangan masyarakat itu turut mendukung keberhasilan Proklamasi Indonesia. Tanpa Fonds Perang dan Kemerdekaan yang dipersiapkan lebih dulu, Republik akan kesulitan membiayai kegiatan awalnya. Sukarno sempat mengganti Fonds Perang dan Kemerdekaan menjadi Fonds Kemerdekaan Indonesia (FKI) pada 21 Agustus 1945. Fonds ini masih digalang hingga tahun 1949.

https://www.google.com/amp/s/historia.id/amp/ekonomi/articles/dana-awal-pendirian-republik-6alg9

Kunjungan Sukarno & Sumbangan Rakyat Aceh untuk Pesawat RI Pertama Tatkala nasionalisme Indonesia menetapkan periode 1926-19...

Kunjungan Sukarno & Sumbangan Rakyat Aceh untuk Pesawat RI Pertama


Tatkala nasionalisme Indonesia menetapkan periode 1926-1949 perjuangan anti-Belanda sebagai motif utamanya, secara simbolik Indonesia menyatukan langkah dengan rakyat Aceh yang sudah mengalami pahit getir berjuang melawan Belanda. Menurut Michelle Ann Miller dalam Rebellion and Reform in Indonesia: Jakarta’s Security and Autonomy Polices in Aceh (2009), hal ini melahirkan ketegangan antara mitos dengan kenyataan.

Indonesia lebih banyak dibentuk oleh pelbagai penyesuaian terhadap pengaruh Belanda ketimbang perlawanan terhadapnya. Sebaliknya, sejarah Aceh merupakan perjuangan panjang untuk menghindarkan diri dari penyerapan ke dalam koloni yang kemudian menjadi Indonesia. Perjuangan ini ironisnya menjadi contoh utama bagi kesadaran sejarah Indonesia yang dibangun pada masa Sukarno dan era Soeharto.

Menurut Anthony Reid dalam Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia (2011: 333-34), buku pelajaran yang ditulis di bawah pengaruh Nugroho Notosusanto--sejarawan militer dan menteri pendidikan era Orde Baru--secara eksplisit menggunakan perjuangan bersenjata sebagai prinsip pemersatu sejarah Indonesia. Para pejuang Aceh ditempatkan di barisan depan dalam deretan pahlawan nasional. Jalan-jalan di setiap kota diberi nama pahlawan-pahlawan Aceh seperti Teuku Umar dan Teungku Chik di Tiro. Sebuah film dibuat mengenai kehidupan Cut Nyak Dien, perempuan Aceh yang ditakuti Belanda.

Perlawanan merupakan tema utama rakyat Aceh. Pada 1926, Aceh bagian selatan kembali perang gerilya yang menelan korban 21 serdadu Belanda dan 119 pejuang Aceh. Ketika invasi Jepang sudah di ambang pintu pada awal 1942, perlawanan rakyat Aceh memaksa Belanda angkat kaki.

Dalam Sumatera: Revolusi dan Elite Tradisional (2012) Anthony Reid mendedahkan, meski orang Aceh yang melakukan perlawanan terhadap Belanda kemudian menyambut baik orang Jepang, namun pada 1944 kebanggaan Aceh bangkit kembali dalam sebuah pemberontakan di Bayu (Lhokseumawe): 18 serdadu Jepang tewas dan lebih dari seratus pejuang Aceh gugur.

Kendati mendapat perlawanan, namun beratus-ratus serdadu Jepang fanatik yang menolak kenyataan menyerahnya Kaisar Jepang pada tahun 1945, memilih Aceh untuk tempat bertahan, sebagai wilayah Asia Tenggara yang paling pasti akan menentang kembalinya kekuasaan Sekutu.

Setelah revolusi sosial yang menyingkirkan seluruh kelas aristokrasi/birokrasi dari kekuasaan, Aceh berada dalam keadaan cukup stabil di bawah kepemimpinan baru oleh ulama. Belanda tidak berpeluang sedikit pun untuk menancapkan kaki kembali, seperti yang mereka lakukan di wilayah-wilayah lain di Indonesia pada ofensif 1947.

Menurut Nazaruddin Sjamsuddin dalam Pemberontakan Kaum Republik: Kasus Darul Islam Aceh (1990), Daud Beureueh sebagai pemimpin Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) tampil sebagai pemegang kekuasaan melalui revolusi sosial dan menjadi gubernur militer Aceh pada 1948-1950. Ia memimpin pemberontakan melawan kendali Jakarta pada 1953-1962 atas dasar dua alasan, yaitu menentang diserapnya Aceh ke dalam Provinsi Sumatra Utara, dan gagalnya Republik Indonesia melaksanakan hukum Islam.

Hal ini menurut Edward Aspinall dalam Islam and Nation: Separatist Rebellion in Aceh, Indonesia (2009: 18-48), memberi ilham kepada Muhammad di Tiro--yang tidak banyak dikenal pada waktu itu--untuk mengumumkan pernyataan kemerdekaannya pada 1976.

Gagasan spesifik mengenai negara Aceh tidak pernah jauh dari alam pikiran orang-orang Aceh yang menentang status quo Jakarta. Menurut Fritz Schulze dalam “From Colonial Times to Revolution and Integration" (dalam Arndt Graf, dkk., 2010: 63-98), sampai detik terakhir penyerahan dirinya kepada Belanda tahun 1903, “penyatu sultan", Tuanku Muhammad Daud, sudah 40 tahun berperan sebagai jantung perlawanan terhadap Belanda.

Pada 1938-1940, kelompok-kelompok yang paling tidak puas dengan kekuasaan aristokrasi Ulèëbalang (kelompok elite adat) di Aceh, yang mencakup terutama banyak ulama reformis, mendukung gagasan mengenai pemulihan kesultanan.

Menurut James T. Siegel dalam The Rope of God (1969), selama pemberontakan anti-Belanda 1945-1949, Aceh merupakan model perlawanan terhadap semua gagasan yang datang dari pihak Belanda, termasuk federalisme, meski dalam praktiknya orang Aceh-lah yang memegang kendali sepenuhnya.

Tahun 1953 pemberontakan Daud Beureueh bertujuan untuk mendirikan Negara Islam, bukan untuk mencapai Aceh merdeka, karena dia percaya bahwa itulah yang diperjuangkan oleh orang Aceh sedemikian gigihnya selama revolusi. Namun dua tahun kemudian sebuah Negara Bahagian Aceh didirikan melalui Deklarasi Batee Kureng pada 23 September 1955, di bawah I Wali Negara (Daud Beureueh) yang kuat, seorang Perdana Menteri dan sebuah Kabinet.

Dua Pesawat Sekaligus
Menurut Robert Edward Elson dalam The Idea of Indonesia: A History (2008: 186), pada periode revolusi 1945-1949 Aceh kembali menjadi contoh, sebagai satu-satunya wilayah yang tidak dapat dikuasai Belanda. Aceh menyumbangkan uang untuk pemerintah Republik Indonesia yang sedang menghadapi musuh, termasuk uang untuk membeli dua pesawat terbang untuk menembus blokade Belanda.

C. van Dijk dalam Rebellion Under the Banner of Islam (1981: 269-336) menerangkan, pada 14 Juni 1948, sehari sebelum Presiden Sukarno tiba di Kutaraja, Aceh, Sayid Ali--pemimpin gerakan yang menentang rezim PUSA dan tokoh Pergerakan Tarbiyah Islamiyah/Perti Aceh--bersama teman-temannya: Tengku Muhammad Asyik, Waki Harun, Haji Mukhsin, Muhammad Meuraksa, dan Nyak Sabi ditangkap atas instruksi Daud Beureueh. Alasannya untuk mencegah mereka melancarkan demonstrasi selama kunjungan Sukarno di Aceh, sehingga mempermalukan Daud Beureueh.

Namun, Sayid Ali dan kawan-kawan masih punya harapan Sukarno akan turun tangan. Harapan itu tertuang dalam sepucuk surat yang ditulis oleh Sayid Djaffar--adik Sayid Ali. Surat itu disampaikan langsung oleh Sayid Djaffar kepada Sukarno seusai menyampaikan pidatonya di depan rapat umum di Kutaraja tanggal 17 Juni 1948. Dalam surat tersebut, Sayid Djaffar meminta Sukarno membantu membebaskan para pemimpin gerakan yang sedang ditahan, di samping mendesaknya untuk membersihkan pemerintahan setempat dari pejabat-pejabat yang korup.

Presiden Sukarno tidak dapat memenuhi permintaan itu. Dalam pidatonya di berbagai rapat umum di kota-kota yang dikunjunginya setelah Kutaraja, yakni Sigli dan Bireuen, ia hanya menyerukan kepada rakyat untuk bersatu. Barangkali hal ini karena misi perjalanannya ke Aceh untuk mencari bantuan keuangan yang lebih besar lagi dari rezim PUSA, sehingga tidak memungkinkan bagi Sukarno untuk mempermalukan pemimpin-pemimpin PUSA dengan mencampuri persoalan-persoalan lokal.

Di setiap daerah yang dikunjunginya di Sumatra, Sukarno mendesak para pemimpin dan pengusaha setempat untuk memberikan sumbangan 25 kilogram emas agar pemerintah pusat dapat membeli kapal udara. Ini bertujuan untuk membangun jaringan hubungan udara antarpulau.

Hasrat ini dikemukakan oleh Sukarno dalam jamuan makan dengan para saudagar Aceh yang tergabung dalam Gasida (Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh) pada 16 Juni 1948, tepat hari ini 73 tahun lalu, di Atjeh Hotel, Kutaraja. Pada hari ketika Presiden Sukarno meninggalkan Kutaraja tanggal 20 Juni 1948, secara simbolis rakyat Aceh menyerahkan 50 kilogram emas kepada presiden, sebagai dana pembelian dua buah pesawat terbang sekaligus.

Menurut Nazaruddin Sjamsuddin dalam Revolusi di Serambi Mekah: Perjuangan Kemerdekaan dan Pertarungan Politik di Aceh 1945-1949 (1998: 273), dalam acara makan dengan Gasida di Atjeh Hotel itu, Presiden Sukarno menolak makan sampai para pengusaha dan pemerintah daerah menyatakan “ya" atau “tidak" terhadap permintaan sumbangan emas. Setelah berunding sebentar, saat itu juga pemerintah daerah dan para saudagar menyatakan kesanggupannya untuk menyumbang bukan satu, tetapi dua pesawat.

Kedua pesawat yang kemudian dibeli adalah jenis DC-3 yang masing-masingnya diberi nomor registrasi RI-001 dan RI-002. Tidak banyak yang diketahui tentang RI-002, tapi RI-001 yang diberi nama “Seulawah", nama sebuah gunung di Aceh, sempat beroperasi dalam penerbangan niaga antara India dan Birma (Myanmar). RI-001 itulah yang menjadi cikal bakal perusahaan penerbangan nasional, Garuda Indonesia.

Baca juga: Industri Maskapai Kolaps, Erick Cemaskan Utang USD 500 Juta Garuda
"Daerah Modal" dan Loyalitas kepada Pemerintah Pusat
Berdasarkan pendapat Sutikno Padmosumarto--pejabat non-Aceh yang bergabung dalam pemerintahan rezim PUSA--yang menyatakan bahwa pemerintah tidak dapat menahan tokoh-tokoh gerakan itu lebih lanjut tanpa melanggar hukum, maka segera setelah Sukarno meninggalkan Aceh, mereka pun dibebaskan. Gubernur Militer Daud Beureueh sama sekali tidak menentang usul Sutikno, meskipun Sayid Ali beserta kawan-kawannya memperluas kegiatan ke kabupaten-kabupaten lain di sepanjang pantai timur. Di sanalah mereka memperoleh dukungan kuat dari unsur-unsur pro-Ulèëbalang. Tokoh yang paling menonjol dan aktif mendukung gerakan itu adalah Teuku Sjamaun Latif dari Kabupaten Aceh Utara.

Oleh sebab itu, jangkauan dari gerakan Sayid Ali makin meluas. Pelbagai persoalan yang bersangkutan dengan Peristiwa Cumbok (perang antara kelompok bangsawan dengan kelompok ulama) dan Majelis Penimbang dimanfaatkan sedemikian rupa. Kritik terhadap mereka yang dianggap sebagai pejabat korup sejak itu dilancarkan secara gencar dan terbuka, sehingga menimbulkan amarah tokoh-tokoh pemerintahan keresidenan di Kutaraja.

Akibatnya, mereka mendesak Daud Beureueh agar menangkap Sayid Ali dan kawan-kawannya. Mereka mengemukakan alasan bahwa semua tuduhan yang dibuat oleh gerakan itu telah menghina pejabat pemerintahan. Akan tetapi, Teungku Daud Beureueh tidak mau mengambil tindakan sampai gerakan itu bergerak lebih jauh pada pertengahan Agustus 1948.


Revolusi di Aceh bukan hanya bagian dari perang kemerdekaan Indonesia, melainkan juga revolusi peruntuhan konfigurasi kekuasaan yang telah ada sebelumnya. Menurut Eric Morris dalam “Aceh: Social Revolution and the Islamic Vision" (dalam Kahin 1989: 83-110), revolusi yang dialami rakyat Aceh, di satu pihak berarti suatu proses radikal pengalihan kekuasaan dari kekuasaan asing kepada elite asli, sebagaimana terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia.

Lebih dari itu, revolusi Aceh juga merupakan suatu perubahan yang amat besar dan mendadak dalam struktur kekuasaan asli setempat: kekuasaan Ulèëbalang yang selama puluhan tahun sebelumnya begitu kuat, runtuh dan digantikan oleh para ulama.

Selain itu, makna peranan yang dimainkan Aceh sehingga ditahbiskan sebagai “Daerah Modal" oleh Presiden Sukarno, dapat ditilik dalam tiga dimensi, yaitu kemiliteran, ekonomi, dan politik. Dalam dimensi militer, rakyat Aceh bukan saja berjuang untuk mempertahankan daerah mereka sendiri, melainkan juga mengalirkan kekuatan militernya secara besar-besaran ke front Sumatra Timur yang dikenal sebagai Pertempuran Medan Area.

Baca juga: Sejarah Pertempuran Medan Area
Dari sudut ekonomi, pesawat RI-001 hanyalah sebuah simbol dari peranan tersebut. Modal sesungguhnya yang telah diberikan oleh rakyat Aceh kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia jauh lebih besar daripada harga pesawat DC-3. Contohnya, hingga kiwari tidak pernah terbetik berita mengenai pelunasan obligasi yang telah dibeli oleh rakyat Aceh untuk membiayai Republik Indonesia pada masa revolusi, meskipun rakyat Aceh sudah mengikhlaskannya (Sjamsuddin 1998: 282-84).

Dan dalam dimensi politik, peranan yang dimainkan rakyat Aceh di masa revolusi mempunyai makna yang jauh lebih besar lagi bagi Republik. Peranan itu berkelindan dengan kontribusi rakyat Aceh terhadap integrasi nasional. Malahan nilainya boleh dikatakan berlipat ganda, karena disumbangkan dalam masa tersulit bagi Republik Indonesia. Besarnya nilai tersebut bergantung kepada dua faktor: independensi Aceh terhadap Belanda dan terutama terhadap pemerintah pusat, seandainya para pemimpin Aceh bermaksud melakukannya.

Dalam kebebasan yang demikian, Aceh bisa saja melepaskan diri dari Republik Indonesia dan menjadi sebuah negara, seperti halnya Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, ataupun Negara Sumatra Timur. Akan tetapi, langkah itu tidak pernah dipikirkan oleh para pemimpin Aceh ketika itu. Sebaliknya, mereka memperlihatkan loyalitasnya kepada pemerintah pusat.

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/kunjungan-sukarno-sumbangan-rakyat-aceh-untuk-pesawat-ri-pertama-ggVf

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (232) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (50) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (355) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (69) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (1) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (26) Nabi Nuh (3) Nabi Sulaiman (1) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (218) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (437) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (180) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (204) Sirah Sahabat (124) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (133) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)