basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Kisah Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz Menjadi Khalifah Di antara kebaikan-kebaikan Sulaiman bin Abdul Malik adalah bahwa dia be...

Kisah Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz Menjadi Khalifah


Di antara kebaikan-kebaikan Sulaiman bin Abdul Malik adalah bahwa dia berkenan menerima nasihat dari seorang ulama ahli fikih, Raja' bin Haiwah al-Kindi, yang mengusulkan ketika Sulaiman dalam keadaan sakit dan akhirnya wafat, agar mengangkat Umar bin Abdul Aziz sebagai penerusnya. 

Akhirnya Sulaiman menetapkan surat wasiat yang tidak memberi celah bagi setan sedikit pun. Ibnu Sirin mengatakan, "Semoga Allah merahmati Sulaiman, dia mengawali kekhalifahannya dengan menghidupkan shalat dan mengakhirinya dengan menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penerusnya."

Khalifah Sulaiman wafat tahun 99H, Umar bin Abdul Aziz menshalatkan jenazahnya, tertulis dalam stempelnya, "Aku beriman kepada Allah dengan ikhlas.".

Ada beberapa riwayat tentang pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah. Di antara riwayat-riwayat tersebut adalah yang dikisahkan oleh Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqat dari Suhail bin Abu Suhail, dia berkata, 'Aku mendengar Raja' bin Haiwah berkata, "Di hari Jumat, Sulaiman bin Abdul Malik memakai baju berwarna hijau dari wol, dia bercermin dan berkata, 'Aku adalah raja muda'. Lalu dia keluar untuk menunaikan shalat Jumat bersama rakyat, dia langsung sakit begitu pulang, manakala sakitnya semakin keras dia menulis wasiat untuk anaknya Ayyub. Ayyub adalah anak yang belum dewasa, aku berkata kepadanya, 'Apa yang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin? Di antara kebaikan seseorang yang mengalir ke kuburnya adalah bahwa dia mengangkat orang shaleh sesudahnya.' Sulaiman berkata, 'Surat wasiat ini, aku masih beristikharah kepada Allah, masih mempertimbangkan, dan belum memutuskan dengan pasti'. 

Satu atau dua hari setelah itu Sulaiman membakar surat tersebut, kemudian dia mengundangku. Dia bertanya, 'Bagaimana pendapatmu tentang Dawud bin Sulaiman?' Aku menjawab, 'Dia berada di Konstantinopel, Anda sendiri tidak tahu dia masih hidup atau telah mati.' Sulaiman bertanya, 'Siapa menurutmu wahai Raja?' Aku menjawab, 'Terserah Anda wahai Amirul Mukminin.' Aku berkata demikian karena aku sendiri masih mempertimbangkan. Sulaiman berkata, 'Bagaimana menurutmu Umar bin Abdul Aziz?' Aku menjawab, 'Demi Allah, yang aku tahu bahwa dia adalah laki-laki yang utama, muslim pilihan'. Sulaiman berkata, 'Benar, dialah orangnya, tetapi jika aku mengangkatnya dan tidak mengangkat seorang pun dari anak-anak Abdul Malik, maka hal itu bisa memicu perpecahan, mereka tidak akan membiarkannya memimpin selama-lamanya, kecuali jika aku menetapkan seseorang dari mereka setelah Umar. Aku akan mengangkat Yazid bin Abdul Malik sesudah Umar. -Pada saat itu Yazid sedang tidak berada di tempat, dia menjadi Amirul Haj- Hal itu akan membuat anak-anak Abdul Malik tenang dan menerima'. Aku berkata, 'Terserah Anda'.

Sulaiman bin Abdul Malik menulis surat tangannya, 'Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah surat wasiat Sulaiman bin Abdul Malik, Amirul Mukminin, untuk Umar bin Abdul Aziz. Sesungguhnya aku menyerahkan khilafah kepadanya sesudahku dan sesudahnya kepada Yazid bin Abdul Malik, dengarkanlah dan taatilah, bertakwalah kepada Allah, janganlah berselisih, karena musuh-musuh kalian akan berharap mengalahkan kalian'. Lalu Sulaiman menstempel surat tersebut.

Sulaiman kemudian meminta Ka'ab bin Hamid, kepala pasukan pengawal khalifah, agar mengumpulkan keluarganya. Ka’ab melaksanakan dan mengumpulkan mereka. Setelah mereka berkumpul, Sulaiman berkata kepada Raja', bawalah surat wasiatku kepada mereka, katakan kepada mereka bahwa itulah surat wasiatku, minta mereka untuk membaiat orang yang aku tunjuk'. Raja' melaksanakannya, ketika Raja menyampaikan hal itu, mereka berkata, 'Kami mendengarkan dan menaati siapa yang tercantum di dalamnya'. Mereka berkata, 'Bolehkah kami menemui Amirul Mukminin untuk mengucapkan salam?' Raja' menjawab, 'Silahkan'. Mereka pun masuk, Sulaiman berkata kepada mereka, 'Itu adalah wasiatku, -Sulaiman menunjuk kepada surat yang ada di tangan Raja' dan mereka melihat surat tersebut- Itu adalah pesan terakhirku, dengarkanlah, taatilah dan baiatlah orang yang aku sebutkan namanya dalam surat wasiat tersebut'. Raja' berkata, 'Maka mereka membaiatnya satu per satu'. Kemudian Raja' membawa surat yang berstempel itu keluar'."

Raja' berkata, "Manakala mereka telah meninggalkan tempat itu, Umar datang kepadaku, dia berkata, 'Wahai Abu al-Miqdam, sesungguhnya Sulaiman sangat menghormati dan menyayangiku, dia bersikap lembut dan baik, aku khawatir dia menyerahkan sebagian perkara ini kepadaku, maka aku meminta kepadamu dengan nama Allah kemudian dengan kehormatan dan kasih sayangku, agar engkau memberitahuku jika perkaranya demikian, sehingga aku bisa mengundurkan diri saat ini sebelum datangnya suatu keadaan dimana aku tidak mampu merubahnya lagi'. Raja' menjawab, 'Tidak demi Allah, aku tidak akan mengabarkan satu huruf pun kepadamu'. Maka Umar pergi dengan kesal."

Raja' berkata, "Maka Hisyam bin Abdul Malik menemuiku dan berkata, 'Sesungguhnya antara diriku dengan dirimu terdapat hubungan baik dan kasih sayang lama, aku pun tahu berterima kasih, katakan kepadaku apakah aku orang yang disebut dalam surat tersebut? Jika aku adalah orangnya, maka aku tahu. Jika orang lain, maka aku akan berbicara, orang sepertiku tidak patut dipandang sebelah mata, perkara seperti ini tidak pantas dijauhkan dari orang sepertiku, katakan kepadaku. Aku berjanji dengan nama Allah kepadamu tidak akan menyebutkan namamu selama-lamanya'."

Raja' berkata, "Aku menolak permintaan Hisyam, aku berkata, 'Tidak demi Allah, aku tidak akan membuka satu huruf pun kepadamu dari apa yang telah dirahasiakan Sulaiman kepadaku'. Hisyam pun pergi sambil menepukkan satu tangannya ke tangan yang lain, dia berkata, 'Kepada siapa perkara ini diserahkan jika tidak kepadaku, apakah kami ini dianggap bukan anak Abdul Malik? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah putra Bani Abdul Malik yang sebenarnya'."

Raja' berkata, "Aku menemui Sulaiman bin Abdul Malik, ternyata dia sudah wafat, namun aku masih mendapati saat-saat sakratul mautnya, setiap kali dia menghadapinya, maka aku menghadapkannya ke arah kiblat, Sulaiman mengucapkan dengan tersendat-sendat, 'Wahai Raja', saatnya belum tiba sekarang'. Sampai aku mengulangnya dua kali, pada kali ketiga Sulaiman berkata, 'Sekarang wahai Raja', jika kamu ingin sesuatu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya'."

Raja' berkata, "Maka aku menghadapkannya ke arah kiblat, dan Sulaiman wafat. Aku memejamkan kedua matanya, aku menyelimutinya dengan sebuah kain hijau, aku menutup pintu, istrinya mengutus seorang utusan untuk meminta izin melihat keadaannya, aku berkata kepadanya, 'Dia telah tidur dan berselimut'. Utusan itu telah melihat Sulaiman yang telah berselimut kain, dia pulang menyampaikannya kepada istrinya, istrinya tenang karena dia mengira bahwa Sulaiman tidur."

Raja' berkata, "Aku meminta seseorang yang kupercayai untuk berdiri di pintu, aku berpesan kepadanya untuk tidak beranjak sampai aku sendiri yang datang kepadanya dan tidak memperkenankan siapa pun untuk masuk menemui khalifah. Lalu aku memanggil Ka'ab bin Hamid al-Ansi, aku memintanya untuk mengumpulkan keluarga Amirul Mukminin, mereka pun berkumpul di masjid Dabiq, aku berkata kepada mereka, 'Berbaiatlah kalian'. Mereka menjawab, 'Kami telah berbaiat, sekarang berbaiat lagi?' Aku berkata, 'Ini adalah pesan Amirul Mukminin, berbaiatlah untuk mematuhi perintahnya, mengakui siapa yang disebutkan namanya dalam surat wasiat yang distempel ini'. Mereka pun satu per satu membaiat untuk kedua kalinya."

Raja' berkata, "Ketika mereka bersedia membaiat untuk kedua kalinya, maka aku yakin telah menata urusan ini sebaik mungkin, aku mengucapkan, 'Jenguklah Khalifah Sulaiman, karena beliau telah wafat'. Mereka berkata, 'Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun'. Kemudian aku membacakan isi surat wasiat Sulaiman, ketika aku menyebut nama Umar bin Abdul Aziz, Hisyam berkata, 'Kami tidak akan membaiatnya selama-lamanya'. Raja' mengatakan, 'Demi Allah, aku akan memenggal lehermu, berdiri dan berbaiatlah'. Lalu Hisyam berdiri dengan "menyeret" kedua kakinya.

Raja' melanjutkan, "Aku memegang pundak Umar bin Abdul Aziz, aku mendudukkannya di atas mimbar, sementara Umar bin Abdul Aziz mengucapkan, 'Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun'. Ia menyesali apa yang didapatkannya. Sementara Hisyam juga mengucapkan ucapan yang sama karena bukan dia yang ditunjuk oleh Sulaiman bin Abdul Malik sebagai penggantinya. Hisyam bertemu Umar bin Abdul Aziz, dia berkata, 'Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun'. Karena kekhalifahan telah berpindah tangan dari anak-anak Abdul Malik kepada Umar bin Abdul Aziz. Maka Umar menjawab, 'Ya, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun'. Karena perkara itu sampai ke tangannya padahal dia tidak menyukainya."

Abu al-Hasan an-Nadawi berkata tentang sikap Raja', "Raja' telah melakukan sebuah jasa besar yang tidak akan dilupakan oleh Islam. Aku tidak mengetahui seorang laki-laki dari kalangan sahabat raja dan orang-orangnya, yang bisa memberi manfaat (dengan kedekatan dan kedudukannya) seperti manfaat yang diberikan oleh Raja'.

Umar naik mimbar, dan dalam tatap muka pertama dengan rakyat, dia mengatakan, "Jamaah sekalian, sesungguhnya aku telah diuji dengan perkara ini, tanpa dimintai pendapat, tidak pernah ditanya dan tidak pula ada musyawarah dengan kaum muslimin. Aku telah membatalkan baiat untukku, sekarang pilihlah seseorang untuk memimpin kalian." Orang-orang serentak menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, kami telah memilihmu, kami menerimamu, silahkan pimpin kami dengan kebaikan dan keberkahan."

Di saat itulah Umar merasa bahwa dirinya tidak mungkin menghindar dari tanggung jawa khalifah, maka Umar menambahkan kata-katanya untuk menjelaskan kebijakan-kebijakannya dalam menata umat Islam, "Amma ba'du, tidak ada lagi nabi setelah nabi kalian, tidak ada kitab selain kitab yang diturunkan kepadanya. Ketahuilah bahwa apa yang Allah halalkan adalah halal sampai hari kiamat. Aku bukanlah seorang hakim, aku hanyalah pelaksana, dan aku bukanlah pelaku bid'ah melainkan aku adalah pengikut sunnah. Tidak ada hak bagi siapapun untuk ditaati dalam kemaksiatan. Ketahuilah! Aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, aku hanyalah seorang laki-laki bagian dari kalian, hanya saja Allah Subhanahu wa Ta’ala memberiku beban yang lebih berat dibanding kalian.

Kaum muslimin, siapa yang mendekat kepadaku, hendaknya dia mendekat dengan lima perkara, jika tidak, maka janganlah mendekat: Pertama, mengadukan hajat orang yang tidak kuasa untuk mengadukannya, kedua, membantuku dalam kebaikan sebatas kemampuannya, ketiga, menunjukkan jalan kebaikan kepadaku sebagaimana aku dituntut untuk meniti jalan tersebut, keempat, tidak melakukan ghibah terhadap rakyat, dan kelima, tidak menyangkalku dalam urusan yang bukan urusannya.

Aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allah, karena takwa kepada Allah memberikan akibat yang baik dalam setiap hal, dan tidak ada kebaikan apabila tidak ada takwa. Beramallah untuk akhirat kalian, karena barangsiapa beramal untuk akhirat, niscaya Allah akan mencukupkan dunianya. Perbaikilah (jaga) rahasia (yang ada pada diri kalian), semoga Allah memperbaiki apa yang terlihat dari (amal perbuatan) kalian. Perbanyaklah mengingat kematian, bersiaplah dengan baik sebelum kematian itu menghampiri kalian, karena kematian adalah penghancur kenikmatan. Sesungguhnya umat ini tidak berselisih tentang Tuhannya, tidak tentang Nabinya, tidak tentang Kitabnya, akan tetapi umat ini berselisih karena dinar dan dirham. Sesungguhnya aku, demi Allah, tidak akan memberikan yang batil kepada seseorang dan tidak akan menghalangi hak seseorang.”

Kemudian Umar meninggikan suaranya agar orang-orang mendengar, "Jamaah sekalian, barangsiapa yang menaati Allah, maka dia wajib ditaati dan barangsiapa mendurhakai Allah, maka tidak wajib taat kepadanya dalam permasalahan tersebut. Taatilah aku selama aku (memerintahkan untuk) menaati Allah, namun jika (perintahku) mendurhakai-Nya, maka kalian tidak boleh taat dalam hal itu…" kemudian Umar turun dari mimbar.

Begitulah prosesi pengangkatan Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah umat Islam, salah seorang khalifah Daulah Umawiyah. Ia diangkat pada hari Jumat 11 Shafar 99 H. (kisahmuslim/why)

Tiga Model Pemilihan Khalifah Rasyidun Hingga wafatnya, Nabi Muhammad SAW tidak me wasiatkan siapa penggantinya. Karena itu, pe ...

Tiga Model Pemilihan Khalifah Rasyidun


Hingga wafatnya, Nabi Muhammad SAW tidak me wasiatkan siapa penggantinya. Karena itu, pe milihan pengganti Nabi sebagai kepala negara (kha lifah ar-rasul) dilakukan melalui musya warah di antara para sahabat Nabi. Secara umum ada tiga model pe milihan yang diterapkan di era khilafah rasyidah atau kha lifah yang adil dan bijaksana. Berikut faktanya:

PEMILIHAN ABUBAKAR SHIDDIQ
(MODEL PERTAMA)

Khalifah dipilih lewat musyawarah wakilwakil dari kalangan Muhajirin dan Anshar secara terbatas (bai’at in’iqad) pada hari pertama Nabi wafat bertempat di Tsaqifah Bani Sai’dah (kediaman Sa’ad bin Ubadah di Madinah), kemudian dilanjutkan dengan bai’at ta’at di Masjid Nawabi pada hari kedua Nabi wafat. Kronologinya sebagai berikut:

TAHAP I

* Saat Nabi wafat, terjadi kegoncangan. Mulai muncul tanda-tanda perpecahan kepe mim pinan politik. Antara lain munculnya pendapat bahwa kalangan Anshar mengangkat khalifah sendiri, begitu pun dengan kalangan mu hajirin yang juga mengangkat khalifah sendiri. Sementara itu, di sebagian kawasan di jazirah Arab mulai memperlihatkan tanda-tanda me mi sahkan diri, bahkan muncul sejumlah orang yang mengaku sebagai nabi.

* Pada hari wafatnya Nabi, Umar bersama Abu bakar serta kaum Muhajirin lainnya menuju tempat kaum Anshar berkumpul di Tsaqifah Bani Sa’idah. Saat tiba di sana, berdiri juru bicara dari kalangan Anshar yang menyatakan muncul tanda-tanda kaum Muhajirin akan men dominasi mereka di tempat tinggal me reka (Madinah), dan mengambil kekua sa an dari kaum Anshar. Saat itu dari kalangan An shar juga muncul usulan agar kaum Anshar memilih khalifah sendiri dan orang-orang Quraisy (Muhajirin) juga memilih khalifah sendiri, yang disampaikan dengan ungkapan "ana juzailuha al-muhakkak wauzaiquha almurajjab," yang berarti akulah pemimpin yang tertingi. Konon yang berkata demikian adalah Al Hubab bin al Munzir.

* Sebuah riwayat menyatakan Abubakar saat itu menyampaikan, "Kalian mengetahui bah wa Rasulullah pernah bersabda,’‘Andai saja ma nusía menempuh jalan di satu lembah semen tara kaum Anshar menempuh satu jalan, maka pastí akan kutempuh jalan kaum Anshar’. Dan engkau telah mengetahui wahai Sa’ad (Sa’ad bin Ubadah) bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda —saat itu engkau se dang duduk- ‘Sesungguhnya kaum Quraisy-lah yang paling berhak menjadi pemimpin. Kebaikan manusia akan mengikuti kebaikan yang ada padamereka dan kejelekan manusia akan pula mengikuti kejelakan yang ada pada mereka’. Maka Sa’ad berkata, ‘Engkau benar, kami hanyalah menjadi wazir dan kalianlah yang menjadi Amir’."

* Riwayat lain menyebutkan saat itu Abubakar juga mengatakan dia rela jika urusan khalifah diserahkan kepada satu dari dua orang (Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah). Saat itu, mun cul keributan. Untuk mencegah per seli sihan, Umar kemudian berkata kepada Abu bakar, "Berikan tanganmu wahai Abubakar". Maka Abubakar memberikan tangannya dan Umar segera membaiatnya, diikuti seluruh kaum Muhajirin, kemudian kaum Anshar.

* Riwayat lain menyatakan Umar berkata ke pada yang hadir di Tsaqifah Bani Sa’idah, "Yang paling berhak menggantikan Rasulullah SAW adalah sahabatnya yang me nyer tainya dalam gua (Gua Hira, saat per mulaan Hijrah –Red). Dialah Abubakar yang selalu terdepan dan paling di utamakan. Ke mudian segera kutarik tangannya dan ter nyata ada seorang Anshar (sebuah riwayat menyatakan dia adalah Basyir bin Sa’ad, ayah an-Nukman bin Basyir) yang lebih dahulu menariknya dan membai’atnya sebelum aku sempat meraih tangannya. Setelah itu baru aku membaiatnya dengan tanganku yang kemudian diikuti oleh orang ramai."

* Kitab Fathur ar-Rabbani menyatakan soal bai’at itu Abubakar mengatakan menerima pembai’atan itu karena takut fitnah akan datang yaitu murtadnya orang-orang Arab setelah wafatnya Nabi.

* Beberapa saat sebelum wafatnya, Umar men jelaskan hal ihwal bai’at kepada Abubakar itu di Masjid Nabawi. "Demi Allah, kami tidak per nah menemui perkara yang lebih besar dari perkara bai’at terhadap Abubakar. Kami sa ngat takut jika kami tinggalkan mereka tanpa ada yang dibai’at, maka mereka (Anshar) kembali membuat bai’at. Jika seperti itu kondisinya kami harus memilih antara mematuhi bai’at mereka padahal kami tidak merelakannya, atau menentang bai’at mereka yang pasti akan menimbulkan kehancuran. Maka, barang siapa membai’at Amir tanpa musyawarah lebih dahulu, bai’atnya dianggap tidak sah. Dan tidak ada bai’at terhadap orang yang mengangkat bai’at terhadapnya, keduanya harus dibunuh."

TAHAP II

* Setelah pembai’atan di Tsaqifah Bani Sa’idah, keesokan harinya Abubakar dibai’at secara umum (bai’at ta’at) di masjid. Para sahabat yang sebelumnya hadir di Tsaqifah juga hadir di masjid.

* Usai bai’at umum itulah Abubakar menyam pai kan pidatonya yang terkenal: "…sesung guhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian, dan bukanlah aku yang terbaik. Maka jika aku berbuat kebaikan bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru maka lu rus kanlah aku. Kejujuran adalah amanah, se mentara dusta adalah suatu pengkhinatan. Orang yang lemah di antara kalian sesung guhnya kuat di sisiku hingga aku dapat me ngembalikan haknya kepadanya Insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum me ninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah akan timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali adzab Allah akan di timpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian."

Catatan:

* Soal tidak hadirnya Ali Bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, dan lain-lain di Tsaqifah Bani Saidah, ada yang menyebutnya sebagai pemboikotan pemilihan Abubabakar. Namun, belakangan isu pemboikotan itu terbantahkan.

* Saat pembai’atan terjadi, Ali, Zubair, dan lain-lain berada di rumah Fathimah. Zubair menuturkan ‘Kami tidak merasa marah kecuali karena kami tidak diikutkan dalam musyawarah pemilihan ka lian, tetapi kami tetap berpandangan bahwa Abubakar lah yang paling pantas menjadi pe mim pin. Dialah orang yang menemani Rasulullah ber sembunyi di dalam gua. Kita telah mengetahui kemuliaan dan kebaikannya. Dialah yang diperin tahkan Rasulullah untuk menjadi imam shalat manusia ketika Rasulullah hidup.

* Saat Abubakar dibai’at di masjid, Abubakar me merintahkan mencari Ali dan Zubair, yang ke mudian keduanya datang dan membai’at Abubakar. Ali tidak pernah memisahkan diri dari Abubakar, dan selalu shalat di belakangnya.

* Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i meri wayatkan bahwa Ali memperbaharui bai’at-nya kepada Abubakar setelah wafatnya Fathimah, enam bulan setelah Rasul wafat.

PEMILIHAN UMAR BIN KHATTAB (MODEL KEDUA)

Pergantian khalifah lewat surat wasiat yang dibacakan ke hadapan kaum Muslimin, kemudian kaum Muslim memberikan bai’at. Berikut kronologinya:

* Menjelang wafatnya, Abubakar mewasiatkan jabatan khalifah kepada Umar. Yang me nu lis kan wasiat itu adalah Utsman Bin Affan. Setelah itu wasiat tersebut dibacakan ke ha dapan kaum Muslimin dan mereka meng akuinya serta tunduk dan mematuhi wasiat tersebut.

* Umar adalah yang pertama bergelar amirul mukminin. Konon yang pertama me mang gilnya demikian adalah Al-Mughirah bin Syu’bah.

* Imam Bukhari menulis bahwa saat Umar ter baring menjelang wafat, usai ditikam oleh Abu Lu’luah, ada yang menyatakan kepada Umar, "Tidakkah engkau menunjuk pengganti mu wahai amirul mukminin". Umar men ja wab, "Jika aku memilih penggantiku sebagai kha lifah maka sesungguhnya hal itu telah di lakukan oleh orang yang lebih baik dariku, ya itu Abubakar. Dan jika aku tidak menunjuk peng ganti, maka hal itu telah dilakukan juga oleh orang yang lebih baik dariku, yaitu Rasulullah."

* Umar menyatakan, "Aku tidak mendapati ada orang yang lebih berhak memegang urusan ini (menjadi khalifah) selain dari enam orang yang Rasulullah rela atas mereka ketika wafatnya." Keenam orang itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubai dillah, Az-Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Ab durrahman bin ‘Auf. Mereka inilah yang menjadi anggota majelis syura untuk memilih khalifah.

* Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa’l Nihayah menyatakan dengan cara Umar meng ga bungkan apa yang dilakukan Rasulullah yaitu tidak menjatuhkan pilihan dan cara Abubakar yang mewasiatkan penggantinya, dan menye rahkan perkara pengangkatan khalifah ke pada sebuah majelis syura.

* Umar tidak menunjuk Sa’id bin Zaid sebagai anggota majelis syura, sebab dia berasal dari kabilah umar dan dikhawatirkan dia kelak terpilih disebabkan kekerabatannya, namun menyatakan dia menjadi saksi atas proses yang dilakukan panitia enam tersebut. Sa’id bin Zaid adalah satu dari sepuluh orang yang dijamin Rasulullah masuk surge (sembilan lainnya adalah Abubakar, Umar, Utsman, Ali, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Abdullah, dan Abu Ubaidillah bin Jarrah).

* Sebuah riwayat menyebutkan Umar juga mengecualikan anaknya, Abdullah bin Umar, dari hak terpilih sebagai khalifah, karena khawatir jabatan khalifah menjadi jabatan turun-temurun.

PEMILIHAN UTSMAN BIN AFFAN (MODEL KETIGA)

TAHAP I

Pergantian khalifah melalui sebuah majelis syura beranggotakan enam orang. Be rikut prosesnya:

* Umar menunjuk Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdur rah man bin ‘Auf, untuk bermusyawarah.

* Dalam musyawarah, nama kandidat me ngerucut menjadi tiga yaitu Utsman, Ali, dan Abdurrahman bin Auf. Itu terjadi setelah tiga anggota formatur memilih tiga lainnya. Zubair memilih Ali, Thalhah memilih Utsman, se dangkan Sa’ad memilih Abdurrahman bin Auf.

* Selanjutnya, nama calon mengerucut lagi men jadi dua, setelah Abdurrahman bin Auf mele paskan haknya untuk dipilih. Meski de mikian, Abdurrahman lah yang me nentukan siapa khalifah terpilih. "Aku akan berusaha untuk me nyerahkan jabatan tersebut kepada salah se orang di antara kalian berdua dengan cara yang benar," kata Abdurrahman kepada Utsman dan Ali.

* Selanjutnya, di hadapan Abdurrahman, Uts man dan Ali menyampaikan khutbah (se macam kampanye –Red) tentang keisti me waannya ma sing-masing dan berjanji jika mendapat jabatan tersebut tidak akan me nyimpang, dan jika ternyata tidak men dapatkannya maka ia akan mendengar dan menaati orang yang dipilih.

* Tiga hari sejak pertemuan itu, Abdurrahman dikabarkan banyak shalat malam dan berdoa, serta menanyakan pendapat sejumlah kalangan tentang kedua kandidat (semacam survei –Red).

* Di hari keempat, Abdurrahman me minta keponakannya, Al-Miswar bin Makhramah memanggil Utsman dan Ali. Miswar bertanya, siapa yang harus dipanggil terlebih dahulu. Abdur rah man menjawab, "Terserah padamu."

* Miswar lalu menemui Ali. Ali bertanya, "Apakah ia juga memanggil yang lain selainku?" Miswar menjawab, "Benar". Ali bertanya lagi, "Siapa yang ia panggil pertama kali?" Miswar menjawab, "Ia katakan terserah padamu dan akhirnya aku mendatangimu."

* Miswar dan Ali kemudian ke rumah Uts man. Miswar masuk ke dalam ru mah, sedangkan Ali duduk me nunggu. Saat itu menjelang fajar, dan Utsman sedang shalat witir. Kepada Miswar, Utsman juga menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang ditanyakan Ali.

* Saat Utsman dan Ali datang, Abdurrah man menga takan,"Sesungguhnya aku telah bertanya kepada masyarakat tentang kalian berdua dan tidak seo rang pun dari mereka yang lebih me ngistimewakan [satu di antara] kalian berdua."

TAHAP II

* Abdurrahman kemudian membawa Utsman dan Ali ke Masjid Nabawi. Di masjid, kaum Muhajirin dan Anshar telah berkumpul untuk shalat subuh. Masjid penuh sesak.

* Usai shalat, Abdurrahman naik mimbar dan berpidato, "Wahai sekalian ma nusia! Aku telah menanyakan keinginan k a lian baik secara pribadi maupun di de pan umum, namun aku tidak dapati se orang pun yang condong kepada sa lah seorang dari mereka berdua baik Ali maupun Utsman. "

* Kemudian, Abdurrahman memanggil Ali, dan memegang tangannya sambil ber kata, "Apakah engkau mau dibai’at un tuk tetap setia menjalankan alquran, Sunnah NabiNya dan apa yang telah dilakukan oleh Abubakar dan Umar?" Ali menjawab, "Tidak, akan tetapi akan aku jalankan sesuai dengan kemampuanku."

* Mendengar jawaban Ali, Abdurrahman melepaskan pegangan tangannya, lalu memanggil Utsman dan bertanya, "Apakah engkau mau dibai’at untuk tetap setia menjalankan al-Qur’an, Sunnah NabiNya dan apa yang telah dilakukan oleh Abubakar dan Umar?" Utsman menjawab, "Ya!"

* Mendengar jawaban Utsman, Abdur rahman menengadahkan kepalanya ke atap masjid sambil memegang tangan Utsman dan berkata,"Ya Allah de ngar kanlah dan saksikanlah, ya Allah de ngarkanlah dan saksikanlah, ya Allah dengarkanlah dan saksikanlah, ya Allah sesungguhnya aku telah alihkan beban yang ada di pundakku ke pundak Utsman bin Affan".

* Maka, orang-orang pun berdesakdesakan untuk membai’at Utsman di bawah mimbar. Ada riwayat yang menyatakan Ali adalah orang yang pertama membai’at Utsman, riwayat lainnya menyebutkan Ali adalah orang yang terakhir membai’at Utsman.

PEMILIHAN ALI BIN ABI THALIB

Pergantian khalifah kembali ke mo del pertama. Sebab, Utsman yang terbunuh, tidak menyam pai kan wa siat seperti Abubakar, juga tidak menunjuk formatur seperti Umar. Berikut prosesnya:

* Setelah Utsman terbunuh, kaum mus limin mendatangi Ali untuk mem bai’at nya. Ali menolak bai’at tersebut dan menghindar ke rumah milik Bani Amru bin Mabdzul, seorang Anshar. Beliau menutup pintu rumah.

* Kaum Muslimin kemudian membawa serta Thalhah dan Zubair. Mereka ber kata,"Sesungguhnya daulah ini tidak akan bertahan tanpa amir." Mereka te rus mendesak hingga akhirnya Ali bersedia menerimanya.

* Sebuah riwayat menyebut orang yang pertama membai’atnya adalah Thalhah dengan tangan kanannya yang cacat sewaktu melindungi Rasulullah SAW pada peperangan Uhud.

* Ali kemudian keluar menuju masjid lalu naik ke atas mimbar dengan menge nakan kain sarung dan sorban sambil menenteng sandal dan bertelekan pada busur. Kemudian, segenap Muslimin yang hadir membai’at beliau.

* Riwayat lain dari Al- Waqidi menye butkan "Orang-orang di Ma dinah mem bai’at Ali. Namun tujuh orang menarik diri dan tidak ikut berbai’at. Mereka adalah Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waq qash, Shuheib, Zaid bin Tsabit, Mu ham mad bin Maslamah, Salamah bin Salaamah bin Waqsy dan Usamah bin Zaid. Dan tidak ada seorang sahabat Ansharpun yang tertinggal, mereka semua ikut berbai’at sejauh penge tahuan kami."

* Riwayat lain dari Saif bin Umar men ceritakan dari sejumlah gurunya bahwa mereka berkata, "Selama lima hari se telah terbunuhnya Utsman kota Ma dinah dipimpin sementara oleh al-Ghafiqi bin Harb, mereka mencari orang yang ber sedia memimpin. Pen duduk Mesir [yang semula datang ke Madinah untuk me ngepung Utsman] mendesak Ali, sedang beliau meng hindar dari mereka ke se buah rumah. Penduduk Kufah mencari az-Zubair tapi mereka tidak mene mu kannya. Pendu duk Bashrah meminta Thalhah, tapi ia tidak bersedia. Maka me rekapun ber kata, ‘Kami tidak akan meng angkat salah satu dari tiga orang ini.’ Mereka menemui Sa’ad bin Abi Waq qash . Me reka berkata, ‘Sesungguh nya eng kau termasuk salah seorang anggota Ma jelis Syura’. Namun Sa’ad tidak me me nuhi permintaan mereka. Kemudian me reka menemui Abdullah bin Umar, tapi beliaupun menolak tawaran me reka. Merekapun bingung, lantas me reka berkata, ‘Jika kita pulang ke dae rah ma sing-masing dengan mem ba wa kabar ter bunuhnya Utsman tanpa ada yang menggantikan posisinya, manusia akan berselisih tentang uru san ini dan kita tidak akan selamat. Me reka kem bali menemui Ali dan me maksanya di bai’at.

Al-Asytar an-Nak ha’i meraih tangan Ali dan mem bai’atnya kemudian orangorangpun ikut membai’at beliau. Pen duduk Kufah mengatakan bah wasa nya yang perta ma kali membai’at Ali adalah al-Asytar an-Nakha’i. Peris tiwa itu terjadi pada hari Kamis 24 Dzul hijjah. Itu terjadi se telah orang-orang terus men desak beliau. Mereka semua berkata, "Tidak ada yang pantas meme gang nya kecuali Ali." Keesokan harinya pada hari Jum’at, Ali naik ke atas mim bar. Orangorang yang belum mem bai’at beliau kemarin berbon dong-bondong mem bai’at be liau. Orang pertama yang mem bai’at beliau saat itu adalah Thal hah ke mudian az-Zubair. Bai’at ini terjadi pada hari Jum’at 25 Dzhulhijjah tahun 35 H.

* Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin al-Hanafiyah, ia berkata, "Aku bersama Ali saat Utsman dikepung, lalu da tanglah seorang lelaki dan berkata, ‘Sesungguhnya Amirul Mukminin telah terbunuh.’ Kemudian datang lagi lelaki lain dan berkata, ‘Sesungguhnya Ami rul Mukminin baru saja terbunuh.’ Ali segera bangkit namun aku cepat menengahinya karena khawatir akan keselamatan beliau. Beliau berkata, ‘Ce laka kamu ini!’ Ali segera menuju kediaman Utsman dan ternyata beliau telah terbunuh. Beliau pulang ke ru mah lalu mengunci pintu. Orang-orang mendatangi beliau sambil menggedorgedor pintu lalu menerobos masuk menemui beliau. Mereka berkata, ‘Lelaki ini (Utsman) telah terbunuh.

Sedang orang-orang harus punya khalifah. Dan kami tidak tahu ada orang yang lebih berhak daripada dirimu.’ Ali berkata, ‘Tidak, kalian tidak meng hendaki diriku, menjadi wazir bagi kalian lebih aku sukai daripada menjadi amir.’ Mereka tetap berkata, ‘Tidak, demi Allah kami tidak tahu ada orang lain yang lebih berhak daripada dirimu.’ Ali berkata, ‘Jika kalian tetap ber sike ras, maka bai’atku bukanlah bai’at yang rahasia. Akan tetapi aku akan pergi ke masjid, barangsiapa ingin mem-bai’at ku maka silakan ia membai’atku.’ Ali pun pergi ke masjid dan orang-orang pun membai’at beliau."

* Nash-nash yang dinukil oleh al-Imam Ibnu Katsir dari ath-Thabari dan seja rawan lainnya menegaskan ke ab sah an bai’at khalifah rasyid yang ke-empat Ali bin Abi Thalib ra . Pembai’atan beliau berlangsung atas dasar per se tujuan anggota ahlul halli wal aqdi di Madinah. Kemu dian wilayahwilayah Islam lain nya turut Membai’at be liau kecuali penduduk Syam (yang gubernurnya saat itu Muawiyah), yang menahan bai’at hingga dilakukannya qishash terhadap pembunuh Utsman.

* Peristiwa terbunuhnya Utsman ini merupakan fitnah pertama bagi kaum Muslimin, sebab membuat terjadinya perang saudara yang tragis di antara para sahabat Nabi, seperti Perang Unta dan Pe rang Shiffin ketika Ali ter paksa mengerahkan pasukan ke Syam untuk menundukkan Muawiyah.

* Dalam Perang Shiffin, sebuah wilayah antara Kufah dan Syam, pasukan Ali hampir saja mengalahkan pasukan Muawiyah, namun kemudian pasukan Muawiyah mengangkat mushaf Al- Qur’an di atas lembing, dan mengajak untuk bertahkim. Pasukan Ali pun terpecah melihat tawaran ini, sebagian menerima, sebagian menolak. Akhir nya tahkim diterima.

* Pada peristiwa tahkim di Daumatul Jan dal, berlangsung diplomasi yang di menangkan kubu Muawiyah yang diwakili Amr bin Ash. Sebab, utusan Ali, yaitu Abu Musa al-Asy’ari, mengaku telah berse pakat bersama Amr bi Ash untuk me mecat Ali maupu Muawiyah sebagai kha lifah, untuk kemudian me nye rahkan kepa da umat untuk memilih khalifah yang ba ru. Tapi, Amr bin Ash kemudian me nyatakan mene rima pe mecatan Ali seperti yang di katakan Abu Musa, lalu mene tapkan Mu’awiyah meng gantikan Ali se bagai khalifah. Proses tahkim yang pada awal nya se mata untuk urusan pem bu nuhan Usman, kemudian menjadi proses politik pengambilalihan kekuasaan.

* Ali saat itu pulang ke Kufah, dan me ngatakan jika dia menyerahkan kepe mimpinan kepada rivalnya di Daumatul Jandal, maka mereka akan memper lakukan kaum Muslimin sebagaimana Heraclius (Kaisar Romawi) dan Kisra. Dan, Ali pun berpidato untuk mem bangkitkan semangat rakyat untuk menyerang Syam, namun saat itu tidak mendapat sambutan, dan terjadi fitnah Khawarij yang membuat situasi kian sulit, hingga berujung wafatnya Ali.

PEMILIHAN HASAN BIN ALI

Pergantian khalifah seperti model pertama sebab Ali yang menjelang wafat —setelah ditikam oleh Ibnu Muljam— enggam membuat wasiat untuk memilihpenggantinya seperti yang dilaku kan Abubakar, maupun membuat panitia seperti halnya Umar. Berikut prosesnya:

* Ketika Ali sedang terbaring menjelang ajal, ada yang meminta Ali membuat wasiat orang yang akan meng ganti kannya, namun Ali berkata, "Tidak! Aku akan membiarkan kalian sebagaimana Rasulullah SAW meninggalkan kalian. Apabila Allah SWT menghendaki ke baikan atas kalian maka Allah SWT. akan menyatukan kalian di bawah kepemimpinan orang yang terbaik dari kalian sebagaimana Dia telah menya tukan kalian di bawah ke pemimpinan orang yang terbaik dari kalian sepe ninggal Rasulullah SAW."

* Selanjutnya, kaum Muslimin membai’at Hasan. Yang pertama membai’atnya adalah Qais bin Sa’ad. Qais berkata kepadanya, "Ulurkanlah tanganmu, aku akan membai’atmu atas dasar Kita bullah dan Sunnah nabiNya." Hasan hanya diam. Qais membai’atnya lalu diikuti oleh orang banyak sesudahnya. Peristiwa itu terjadi pada hari wafatnya Ali bin Abi Thalib ra. Qais yang saat itu merupakan amir Azerbaijan mem bawahi 40 ribu tentara, dan mendorong Hasan memerangi Syam yang menolak tunduk pada khalifah.

* Hasan sempat mengerahkan pasukan dalam jumlah besar menuju Syam, namun pasukannya kemudian tercerai berai, dan Hasan sempat hampir ter bunuh. Kemudian, Hasan menulis surat kapada Muawiyah –yang saat itu sudah berangkat dengan pasukan dari Syam— untuk berdamai. Selanjutnya, agar tidak lagi terjadi perang saudara antarsesama Muslim, Hasan menye rahkan kekha lifah an kepada Muawiyah dengan sejum lah syarat yang kemudian dipenuhi. Saat itu, tahun 41 Hijriyah, kemudian dina makan sebagai Tahun Jamaah, karena suara kaum Muslimin akhirnya bulat untuk Muawiyah dan dia pun menjadi khalifah berkedudukan di Damaskus.

PERIODE KERAJAAN

* Menjelang akhir hayatnya, Muawiyah berkeliling ke Irak, Syam, dan berbagai kawasan lainnya mengumpulkan bai’at untuk puteranya, Yazid, sebagai khalifah penggantinya. Mu’awiyah juga men datangi Madinah dan Makkah, tempat di mana para sahabat Nabi. Di Madinah, Muawiyah mendapat tanggapan dingin, kemudian dia menuju Makkah.

* Di Makkah, menanggapi permintaan Muawiyah, Abdullah bin Zubair menyo dorkan tiga pilihan. Pertama, Muawiyah tidak perlu menunjuk pengganti seperti yang dilakukan Nabi, sehingga kemu dian akan dipilih khalifah sebagaimana Abubakar. Kedua, meniru cara Abu bakar dengan membuat wasiat menun juk kha lifah yang bukan dari kerabat nya. Ketiga, meniru Umar dengan mem bentuk pani tia enam untuk me musyawarahkan siapa yang akan men jadi khalifah.

* Saat Muawiyah menanyakan kepada para sahabat lainnya, mereka semua sepakat dengan yang dikatakan Ab dullah bin Zubair. Namun, Muawiyah ke mu dian justru menyandera mereka, lalu me masuki masjid dan meng umum kan bahwa dalam musyawarah dengan para pemuka kaum Muslimin, mereka telah rela membai’at Yazid. Dan, karena tak ada ruang bagi protes, maka saat itu berlangsunglah bai’at atas Yazid. Bai’at yang dilakukan tanpa kebebasan ber bicara dan kebebasan memilih itu kemudian mengakhiri sistem khilafah rasyidah, berganti de ngan kerajaan turun temurun (di nasti), meskpun tetap sistem kekuasannya tetap mereka namakan sebagai khilafah.

Sumber: Al Bidayah wa’l Nihayah/Khilafah Bukan Kerajaan, diolah Harun Husein



Prinsip Pengembangan Organisasi Kekuasaan dalam Kekhalifahan Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Di Madin...

Prinsip Pengembangan Organisasi Kekuasaan dalam Kekhalifahan

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Di Madinah, semua fungsi kekuasaan ada di tangan Rasulullah saw, Eksekutif, Legislatif, Yudikatif. Beliau yang Amanah, Tabligh, Fatonah, Shidiq

Khalifah berada di puncak kekuasaan. Allah pengawasnya. Allah peminta pertanggungjawabannya. Bagaimana terhindar tuntutan ini?

Pengembangan organisasi kekuasaan atas prinsip, bagaimana terhindar dari pertanggungjawaban yang berat di sisi Allah?

Pengembangan organisasi kekuasaan atas prinsip, Allah, Rasul dan Muslimin melihat pekerjaannya. Bagaimana berkarya yang maksimal?

Setelah wafatnya Rasulullah saw, organisasi kekuasaan  dikembangkan muslimin untuk menjaga prinsip-prinsip tersebut. Bukan bagi-bagi kue kekuasaan.

Abu Bakar mengembangkan organisasi kekuasaan pusat terdiri, khalifah, sekertaris, bendaharawan, dan peradilan. Juga Panglima perang

Gaji khalifah ditentukan oleh lembaga peradilan dan diumumkan di hadapan seluruh Muhajirin dan Anshar di masjid.

Bila ada persoalan, Abu Bakar mencari solusi di Al-Qur'an, lalu bertanya apakah Rasulullah saw telah memutuskan kasus Ini? Lalu bermusyawarah

Di era Umar bin Khatab, pengembangan organisasi kekuasaan terfokus pada peradilan, pemerintah daerah, lembaga perekonomian, keuangan dan pengawasan

Umar menjadikan lembaga peradilan bersifat independen tidak diintervensi pemerintah. Pengembangan Keuangan Negara.

Organisasi kekuasaan di era Umar berbeda dengan era Abu Bakar. Di era Abu Bakar berbeda dengan di era Rasulullah saw.

Walaupun struktur organisasi berbeda di setiap zaman, tetapi memiliki prinsip yang sama yaitu takut pada pertanggungjawaban dihadapan Allah.

Sumber:
Tafsir Al Azhar Jilid 2, Buya Hamka, GIP
Biografi Abu Bakar, Muhammad Shalabi, Al-Kautsar
Biografi Umar bin Khatab, Muhammad Shalabi, Al-Kautsar 

Balaghat, Tanda Keistimewaan Pemimpin Kata-kata yang membekas sampai ke dalam hati sanubari, tentu saja kata-kata yang oleh yang...

Balaghat, Tanda Keistimewaan Pemimpin


Kata-kata yang membekas sampai ke dalam hati sanubari, tentu saja kata-kata yang oleh yang mengucapkannya pun keluar dari lubuk hati sanubari pula. Kefasihan berkata-kata dan memilih butir-butir kata adalah keistimewaan seorang pemimpin. Apatah lagi Rasulullah saw selain daripada menerima wahyu yang penuh dengan fashahat dan balaghat.

Itu sebabnya Nabi Musa ketika mulai menerima pelantikan Allah menjadi Rasul, menyatakan terus terang kepada Allah, bahwa dua tidak ahli dalam memilih kata-kata, lidahnya agak kelu bercakap. Itu sebabnya dia diberi pembantu oleh Allah, yaitu Nabi Harun saudaranya.

Rasulullah saw yang berdiam di masa muda di Mekah, tempat berkumpulnya kabilah-kabilah Arab  tiap tahun, mengertilah beliau langgam (cara pengucapan) tiap-tiap persekutuan Arab. Sebab langgam Quraisy lain, langgam Madinah lain, langgam suku dari Hadramaut dan Yaman berbeda pula.

Rasulullah saw mengenal langgam itu sehingga apabila berhadapan dengan mereka, beliau bisa masuk ke dalam hati sanubari mereka, dengan memakai langgam mereka. Tetapi sebagai langgam pemersatu ialah langgam Quraisy, yang telah ditentukan Allah menjadi standar umum bahasa Arab, sampai sekarang, dengan dipilihnya menjadi bahasa wahyu.

Allah menyuruh Rasulullah saw, khusus di dalam meladeni orang-orang yang lemah iman, ragu-ragu, pikiran bercabang itu, hendaklah diberi ajaran dengan memakai kata-kata yang berbalaagah. Hal ini bukan supaya Nabi lebih dahulu belajar ilmu tersebut kepada ahli syair, ahli retorika, dan ahli pidato, sebab dengan tuntunan wahyu dan ilham, Kitab dan Hikmat, Rasulullah saw itu sendiri sudah menjadi samudera balaagah.

Balagaah sebagai ilmu belum ada di zaman Rasulullah saw, retorika, ilmu bagaimana berpidato yang menarik tidak pernah dipelajari Nabi kepada orang lain. Syair-syair jahiliyah pun beliau tidak paham dan tidak minat. Tetapi wahyu telah menuntunnya menjadi ahli balaagah utama sehingga dapat mengumpulkan 124.000 mujahidin yang kelak akan mengembangkan Islam ke Timur dan Barat.

Sumber:
Tafsir Al Azhar Jilid 2, Buya Hamka, GIP

Mekanisme Musyawarah Dalam Kekhalifahan  Waktu di Mekah, Umat Islam masi...



Mekanisme Musyawarah Dalam Kekhalifahan 

Waktu di Mekah, Umat Islam masih golongan kecil, maka tumbuhlah syura secara kelompok kecil. Setelah pindah ke Madinah, telah tumbuh masyarakat Islam dalam jamaah besar, maka tumbuhlah musyawarah secara besar pula. Masyarakat yang masih terbatas di kota Madinah, bermusyawarah bersama dalam Masjid Rasul. 

Setelah Islam meluas, Rasulullah saw mengangkat kepala-kepala perang tentaranya membebaskan suatu negri. Hendaklah kepala perang itu bermusyawarah lagi dengan orang-orang yang dianggap menjadi pembantunya. Di setiap kabilah mempunyai kepala kabilah, dengan orang-orang yang terkemuka di kabilah hendaklah dituangkan pula musyawarah antar mereka.

Setelah Rasulullah saw wafat, khalifah-khalifah yang menggantikannya mengangkat wali di wilayah seperti Usaid bin Hudair di Mekah, Muawiyah bin Abu Sofyan di Syam, Amr bin Ash di Mesir. Mereka pun diwajibkan selalu menghidupkan sistem aturan musyawarah.

Rasulullah saw tidak meninggalkan wasiat politik yang terperinci tentang teknik cara bagaimana menyusun syura itu. Sepeninggalnya, agama dan umat ini akan mengaliri semua pelosok dunia  Maka, terserahlah bagaimana hendaknya teknik melancarkan syura itu menurut keadaan tempat dan keadaan zaman.

Tidaklah Rasulullah saw mengikat kita dengan satu cara yang sudah nyata tidak akan sesuai lagi dengan zaman yang selalu berkembang. Dalam hal ini dapatlah dipakai ijtihad bagaimana caranya. Bolehlah diadakan musyawarah, bagaimana hendaknya bermusyawarah dan memungut suara serta mengambil keputusan yang di dalam bahasa sekarang, dengan prosedur sidang.

Apakah zaman sekarang ini kita akan mengadakan pemilihan umum dan Majlis Permusyawaratan Rakyat? Apakah kita akan mengadakan Dewan Perwakilan Rakyat? Apakah kita akan mengadakan Dewan Pertimbangan Agung? Apakah kita akan mengadakan Dewan Senat? Atau apakah semuanya itu akan dirombak dan dicarikan nama yang baru?

Bukan itu yang jadi soal, Al-Qur'an dan Hadist tidaklah mencampuri hal ini secara mendalam dan terperinci. Yang penting ialah ada pokok pegangan. Yaitu dalam masyarakat selalu ada syura. Sebab itu sangatlah jauh dari initi kehendak Islam suatu masyarakat yang hanya dipengaruhi oleh satu orang (satu oligarki, dinasti, kelompok, kepentingan).

Sumber:
Tafsir Al Azhar Jilid 2, Buya Hamka, GIP  

Musyawarah Dasar Pengelolaan Kekhalifahan Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Dasar pengelolaan kekhalifa...

Musyawarah Dasar Pengelolaan Kekhalifahan

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Dasar pengelolaan kekhalifahan adalah musyawarah. Allah memberkahi, menolong dan memberikan kemenangan dari pelaksanaannya

Strategi Perang Badar, Uhud dan Khandaq adalah hasil musyawarah. Pembalikan keadaan di perang Mu'tah buah dari musyawarah.

Kemenangan Alp Arslan di Manzikert. Shalahuddin Al Ayubi di Perang Salib. Muhammad Al Fatih di Konstantinopel. Semua hasil musyawarah.

Allah tidak akan pernah mengecewakan mereka yang bermusyawarah. Inilah jaminan Allah

Musyawarah itu teguh pada prinsip syariah, lalu bagaimana mewujudkannya dalam dunia nyata? Musyawarah itu ketundukan hati atas prinsip ini.

Musyawarah itu mengkolaborasikan kekuatan Allah dan memanfaatkan potensi manusia yang sudah disediakan Allah. Dua kekuatan berpadu sangat kuat

Musyawarah itu mewujudkan kehendak Allah di alam semesta. Manusia mengembangkan sarananya agar terwujud. Itulah peran kekhalifahan

Mengapa lembaga musyawarah kenegaraan tak bisa menciptakan kemakmuran dan ketentraman? Hanya kerusakan dan kehancuran?

Tujuan Musyawarah negara hanya untuk mewujudkan kepentingan oligarki kelompok manusia bukan tujuan Allah. Itu sebab kegagalan negara

Judul Buku : Akhlaqul Karimah Penulis : Buya Hamka Penerbit : Gema Insani  Kekuatan Ingatan Kekuatan ingatan sangat menentukan k...

Judul Buku : Akhlaqul Karimah
Penulis : Buya Hamka
Penerbit : Gema Insani

 Kekuatan Ingatan

Kekuatan ingatan sangat menentukan kehidupan manusia. Kuatnya ingatan dibentuk oleh ilmu pengetahuan. Ingatan bisa bertambah kuat, bisa pula menjadi lemah. Apabila ingatan dibiarkan saja, tanpa diisi dengan pendidikan, yang melekat dalam ingatan hanyalah soal-soal yang tak bermanfaat bagi masyarakat atau ingatan itu hanya berkisar pada soal-soal yang menyangkut diri seseorang belaka. Selain dari ilmu pengetahuan, ingatan juga harus diperkuat dengan akhlak dan akal budi mulia.

Demikian pula, jika sekiranya kekuatan ingatan itu tidak dibentuk menurut mestinya dengan akal budi, walaupun banyak ilmu, ilmu tersebut bukan memberi manfaat, tetapi merusakkan kemanusiaan.

Salah satu tabiat manusia ialah rasa ingin tahu dan ingin mendapat kabar baik. Tabiat itu tidak boleh dibiarkan begitu saja, tetapi harus dituntun. Jika tidak ada kekuatan ingatan tidak pula ada pertimbangan, dia menjadi sarang takhayul dan kurafat.

Menambah ilmu adalah penting, tetapi lebih penting dari itu ialah menuntun kekuatan ingatan itu menuruti jalan yang benar karena bukanlah semata-mata banyak ilmu saja manusia itu berharga. Yang lebih penting ialah hasil dari kekuatan yang telah berilmu itu. Coba perhatikan bagaimana pentingnya pendapatan tentang mesin, listrik, radio, dan lain-lain, bukankah itu hasil dari kepandaian mengamalkan ilmu dan kekuatan ingatan?

Jika sekiranya cara belajar dan cara meneliti itu diatur dengan sebaik-baiknya, tahulah orang hakikat sesuatu karena dusta berlawanan dengan keadilan. Berbuat baik timbul dari kemuliaan budi. Jika tahu menghargai kebenaran, tahu pula menghargai diri.

Apakah arti menghargai diri?
 Menghargai diri ialah membela kebenaran dan menyatakan kebenaran, berpikir menurut keyakinan sendiri, dan berkata menurut apa yang dipercayai benarnya.

Kadang-kadang timbul beberapa sebab yang membuat orang terhalang mengatakan keyakinan, atau apa yang diketahuinya. Oleh sebab itu, wajiblah orang berpikir sebelum berkata. Apabila perkataan telah keluar, suka atau tidak suka, pantang bagi manusia mengubah perkataan hanya karena menurut kehendak orang banyak.

Pantang bagi seseorang budiman melawan keyakinannya, "Lidah orang berakal terletak di belakang hatinya, dan hati orang yang bodoh terletak di belakang lidahnya."

Alangkah celakanya bila kita dicela orang dengan perkataannya, "Tuan pendusta, Tuan tidak mengatakan yang sebenarnya."

Alangkah beruntungnya apabila dikatakan orang di hadapan kita, "Tuan benar, perkataan Tuan terbukti semuanya." Orang berdusta hanyalah karena maksud yang tidak jujur, hendak menutup dosa dan malu diketahui keadaan sebenarnya, atau lantaran singkat pemandangan.

Tercela dusta mulut, tercela pula dusta perbuatan karena jika ada orang mengatakan dan melakukan suatu perkara semata-mata hendak menipu orang, perbuatan seperti itu dapat digolongkan sebagai pendusta.

Orang yang tahu suatu perbuatan benar tetapi tidak dikerjakannya atau takut mengerjakannya adalah pengkhianat. Bukan mengkhianati kepada orang lain saja, tetapi kepada dirinya sendiri, batin, dan haknya yang suci.

Munafik adalah perangai yang diberi kulit baik. Orang yang munafik ialah ia menipu orang lain dan memperdayakan, seperti musang berbulu ayam. Munafik itu adalah tanda hormat dari perangai buruk kepada perangai baik. Arti tanda hormat ialah dia memang mengaku bahwa kejujuran memang baik, tetapi dia tidak sanggup mengerjakannya.

Orang jahat mempunyai seribu alasan pelepasan diri, tetapi tiap-tiap alasan itu mengikat dirinya juga. Dia hanya mementingkan dirinya, tetapi tidak tahu aib cela diri. Dia hasad, sebab itu dia tidak melihat kebaikan orang lain. Sebab itu janganlah takabur. Takabur ada tingkat-tingkatnya pula. 

1. Mencintai diri lebih daripada penghargaan manusia yang lain.
2. Merendahkan orang lain dan memandangnya hina. 3. Membanggakan kekayaan, kelebihan ilmu, dan harta benda.
4. Tergolong takabur juga ialah kesukaan memakai gelar-gelar dan kesenangan dipuji.

Untuk melengkapi alat penjaga kekuatan ingatan ialah memperhatikan kesukaran-kesukaran yang ditempuh di zaman yang sudah-sudah, meneliti perkara yang sedang dihadapi dan mengaturnya dengan kias atau ibarat pikiran yang sederhana.

Asasnya ialah peraturan, nizham, atau organisasi, yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya, mengerjakan tepat waktu, dan dibayar menurut janjinya. Jika pekerjaan telah diatur dengan peraturan, pikiran tenang, hati tenteram, dan jiwa pun tenang.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (248) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (379) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (70) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (270) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (446) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (185) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (206) Sirah Sahabat (128) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (138) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)