basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Sejarah Tarekat di Nusantara Menurut peneliti Belanda, Martin van Bruinesen, beberapa sumber pribumi yang ada secara tegas menge...

Sejarah Tarekat di Nusantara


Menurut peneliti Belanda, Martin van Bruinesen, beberapa sumber pribumi yang ada secara tegas mengemukakan bahwa tarekat-tarekat mendapatkan pengikutnya, pertama-tama, di lingkungan istana, dan lama kemudian, barulah merembet ke kalangan masyarakat awam. Bagi pihak kerajaan, tarekat dipandang sebagai sumber kekuatan spiritual sekaligus melegitimasi dan mengukuhkan posisi raja.

Perkembangan tarekat di Indonesia secara nyata baru terlihat pada abad ke-17, yaitu dimulai pertama kali oleh Hamzah Fansuri (w 1610 M) dan muridnya, Syamsuddin as-Sumatrini (w 1630 M).

Akan tetapi, keduanya tidak meninggalkan organisasi tarekat yang berlangsung terus-menerus. Baru kemudian setelah Abdur Rauf bin Ali Singkel memperkenalkan Tarekat Syattariyah di Aceh pada 1679 M, organisasi tarekat ini menjadi jelas dan dapat ditelusuri perkembangannya melalui silsilah hubungan guru dan murid sampai ke beberapa daerah di Indonesia.

Ahmad Syafii Mufid dalam Tangklukan, Abangan, dan Tarekat menjelaskan, Hamzah Fansuri secara tegas disebut sebagai penganut Tarekat Qadiriyah. Namun kemudian, tarekat yang dianut oleh Hamzah Fansuri maupun muridnya, Syamsuddin as-Sumantrani, berbeda dengan Tarekat Qadiriyah yang sekarang berkembang.

Keduanya dikenal menganut paham penyatuan manusia dan Tuhan (wahdatul wujud), sedangkan Tarekat Qadiriyah yang sekarang ada, tidak lagi mengenal ajaran tersebut.

Tokoh-tokoh penyiar Islam yang hidup dan berdakwah di Indonesia sebelumnya secara samar-samar juga cenderung menganut paham ini. Syekh Abdullah Arif, seorang penyiar pertama di Aceh pada abad ke-12 M, dalam karyanya yang berjudul Bahrul Laahut juga mengajarkan ajaran yang sama dengan Abu Mansur al-Hallaj dan Muhyiddin Ibnu Arabi, yakni wahdatul wujud.

Begitu juga di Jawa, pada zaman penyiar Islam pertama (Wali Songo) terdapat seorang tokoh tasawuf yang mengajarkan paham ini. Tentang aliran tarekat apa yang dianut oleh Wali Songo tidaklah jelas. Hanya, dalam Babad Tanah Jawi dinyatakan bahwa Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus mengajarkan ilmu Abdul Qadir.

Di Sulawesi, tarekat juga berkembang atas prakarsa Syekh Yusuf Tajul Khalwati (1621-1689 M). Ulama Makassar ini dikenal seorang sufi yang menerima banyak ijazah tarekat seperti Qadiriyah dari Nuruddin ar-Raniri, Naqsyabandiyah dari Muhammad Abdul Baqi Billah Ba'lawiyah dari Sayid Ali, Syatariyah dari Burhanuddin al-Mula bin Ibrahim, dan Khalwatiyah dari Abdul Barakat Ayyub bin Ahmad.


Sumber: 
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/oawlse29

Tarekat Versus Belanda 1859-1926. Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, Budayawan Betawi. Sartono Kartodirdjo keliru m...

Tarekat Versus Belanda 1859-1926.


Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, Budayawan Betawi.

Sartono Kartodirdjo keliru menyebut pemberontakan petani melawan Belanda, untuk babakan sejarah 1859-1926. Itu adalah seri pemberontakan dengan tema penindasan petani oleh Belanda dengan pimpinan perlawanan para guru tarekat.

Pemicu pemberontakan guru tarekat ini adalah Ahmad Rifangi 1859 di Pekalongan. Sejak itu selama 67 tahun Jawa  tak sunyi dari pemberontakan. Guru-guru Tarekat seperti Rama Ratujaya pimpin pemberontakan Tambun tahun 1869.

Asisten Residen dan tiga lainnya terbumuh. Rama sendiri terbunuh. Sebanyak 33 orang pelaku pemberontakan ditangkap dan dijatuhi hukuman mati yang eksekusinya di lapangan Mester. Kloter pertama 11 orang digantung. 22 menunggu.

Ketika 11 jenasah dipindahkan, datang utusan Gubernur Jenderal ke lapangan ekskusi. Ia langsung membaca surat Ratu Belanda yang baru saja tiba. Isinya, hukum mati tak boleh dilakukan lagi. Kasian yang 11 orang itu.

Guru tarekat bernama Cing Sairin yang orang Cawang malah mengilhami tiga pemberontakan: Ciomas, Condet, dan Tana Tinggi. Cing Sairin mendirikan basis di Jembatan Lima, Jakarta Barat pada awal XX M, yang terkenal sebagai Kontingen Jembatan Lima.

Pemberontakan Condet 1916 yang dipimpin Entong Gendut paling aneh dalam sejarah. Pemberontakan diawali malam harinya dengan gelar Topeng Betawi di depan rumah Lady Rollinson pemilik tanah Cililitan Besar. Topeng Betawi bawa lakon kejahatan Tuan Tanah.

Dalam pemberontakan esok harinya banyak Belanda mati. Entong Gendut juga syahid.

Nama yang lainm juga ada Kayin bapa (bin) Kayah. Dia seorang dalang wayang kulit Betawi. Entah mengapa ia memutuskan meninggalkan Tangerang dan gabung dengan Kontingen Jembatan Lima.

Setelah merasa matang digembleng di tempat guru tarekat Cing Sairin di Jembatan, Kayin balik Tangerang susun kekuatan. Photo atas sebagian anak buah Kayin yang ditangkap. Sebelum penangkapan oleh Belanda, banyak sekali kaki tangan Belanda yang disembelih.

Kiyin sendiri wafat ditembak di Kampung Mauk.

Tokoh pemberontak Banten tahun 1926 itu bernama Alipan. Dia bukan komunis. Pada era merdeka Alipan tokoh partai IP-KI.Alipan pimpin perlawanan petani Banten lawan Belanda.

Di sini semua belajar bahwa ruh sejarah tak dapat ditangkap kalau isinya kerajaan-kerajaan saja. Apalagi banyak kerajaan fiktif dengan dasar prasasti-prasasti yang mereka tak dapat bedakan bahasa Armen dan Sanskrit, bahasa Khmer-Hind, dan Sanskrit.


Sumber:
https://m.republika.co.id/berita/r2sq5u385/tarekat-versus-belanda-18591926

Sejarah Pondok Pesantren dan Perjuangan Kemerdekaan   Sejarah pendidikan di Indonesia tak lepas dari akar sejarah pendidikan mod...

Sejarah Pondok Pesantren dan Perjuangan Kemerdekaan

 
Sejarah pendidikan di Indonesia tak lepas dari akar sejarah pendidikan model pondok pesantren.

Pondok Pesantren adalah suatu sistem pendidikan yang mana murid atau disebut santri tinggal dan belajar bersama dalam sebuah pondokan.

Dalam pembelajaran itu pondok pesantren dibimbing oleh guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai.

Di Jawa, Sunda, dan Madura menggunakan istilah pondok pesantren.

Sedangkan di Aceh disebut sebagai dayah atau rangkang atau menuasa. Sementara di Minangkabau disebut sebagai surau.

Sistem pendidikan pondok pesantren
Setiap pesantren pasti memiliki beberapa fasilitas yang merujuk pada arti pesantren itu. Salah satunya adalah adanya tempat yang disebut pondok atau pondokan.

Pondok atau pondokan ini digunakan untuk tempat tinggal para santri atau yang dikenal dengan asrama. Di pondok ini terjadi interaksi kegiatan belajar mengajar antara santri dan kiai pembimbingnya.

Dengan adanya pondokan ini akan tercipta suatu hubungan komunikatif yang timbal balik antara santri dan kiai, juga antarsantri dan santri lainnya.

Terciptanya hubungan ini berakibat pada timbulnya rasa kekeluargaan dan sikap saling menyayangi antarsesama santri dan kiai.

Selain itu, masjid juga menjadi elemen utama dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Masjid menjadi pusat kegiatan belajar dan mengajar, sholat lima waktu, khotbah, sholat Jumat dan pengajaran kitab-kitab klasik.

Masjid digunakan sebagai pusat kegiatan merupakan manifestasi dari sistem pendidikan Islam.

Selain itu digunakannya masjid sebagai pusat kegiatan juga merupakankesinambungan ajaran yang dibawa pada masa Nabi Muhammad SAW.

Dalam tradisi ini seorang kiai yang mengembangkan pesantren pertama-tama pasti akan mendirikan masjid terlebih dahulu di dekat rumahnya.

Langkah ini dilakukan karena sebelumnya pasti sudah mendapatkan restu dari guru atau kiainya terlebih dahulu.

Selanjutnya masjid akan menjadi pusat pendidikan tradisional pesantren.

Elemen lain dalam pendidikan pondok pesantren adalah pengajaran kitab-kitab klasik.

Pengajaran kitab klasik ini tujuan utamanya adalah mendidik santri menjadi calon ulama yang setia terhadap pemahaman agama Islam.

Pemahamaan terkait kitab klasik sendiri tidak begitu jelas, namun pada umumnya kitab klasik ini populer dengan "kitab kuning".

Pondok Pesantren Pertama di Jawa
Mayoritas sarjana sepakat bahwa Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, salah satu wali songo, adalah polopor dari sistem pendidikan tradisional ini.

Hal ini didasarkan pada perannya dalam menyebarkan Islam di Tanah Jawa, khususnya di wilayah pesisir pantai utara.

Sunan Gresik memiliki banyak pengikut yang dianggap sebagai santri atau murid.

Selain itu, Sunan Gresik diduga menjadikan Langgar Bubrah di Kudus sebagai awal dari pendidikan untuk menyebarkan agama Islam.

Tak jauh dari langgar itu ada bangunan dalem yang digunakan sebagai tempat kegiatan juga.

Wali songo lain, Sunan Ampel di Surabaya, juga dipastikan memiliki bangunan seperti pesantren sebagai pusat menyiarkan agama Islam.

Sunan Ampel juga dipastikan memiliki banyak pengikut.

Peran Pesantren dalam kemerdekaan
Pada perkembangannya, pondok pesantren tidak hanya menjadi pusat penyiaran agama Islam. Melainkan memperlebar ajarannya dengan mempertajam kesadaran sosial bagi santrinya.

Sistem pendidikannya tidak lagi hanya soal keagamaan dan hubungan manusia dengan tuhan, melainkan menyentuh persoalan yang dialami masyarakat saat itu.

Pada era kolonial Belanda, pondok pesantren dibatasi ruang geraknya dan berusaha didiskreditkan.

Namun di samping itu keberadaan pondok pesantren yang menjangkau pelosok mampu mengembangkan masyarakat Islam yang solid dan mampu menentang Belanda.

Pada akhirnya kelompok ini menjadi salah satu garis pertahanan dalam melawan penjajahan dan merebut kemerdekaan dari masa kolonial Belanda hingga Jepang.

Salah satu contoh adalah pesantren pimpinan KH Zainal Mustafa di Singaparna, Tasikmalaya yang mengadakan perlawanan pada era penjajahan Jepang.

Ia memanfaatkan mimbar untuk menyerang kebijakan politik dari era Kolonial Belanda hingga memberontak pada penjajah Jepang.

Setelah kemerdekaan, peran pesantren juga masih aktif dalam mempertahankan kemerdekaan.

Salah satunya adalah peran kiai di Jawa Timur yang memompa semangat jihad melawan Inggris pada peristiwa 10 November di Surabaya.

 
Referensi:

Arifin, Imron. 1993, Kepemimpinan kyai: kasus Pondok Pesantren Tebuireng, Malang, Kalimasahada Press.
Azra, Azuamrdi. 2004, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Jakarta, Kencana.

Symber:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/13/120000179/sejarah-pondok-pesantren-dan-perjuangan-kemerdekaan

Pertumbuhan Pesantren di Nusantara Kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Namun, ada ju...

Pertumbuhan Pesantren di Nusantara


Kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Namun, ada juga yang menyebutkan bahwa kata ini berasal dari bahasa India, yaitu shastri yang berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.

Di pesantren, para santri atau murid tinggal bersama kiai atau guru mereka dalam suatu kompleks tertentu sehingga tercipta ciri khas kehidupan pesantren seperti hubungan yang akrab antara kiai dan santri, santri taat kepada kiai, kehidupan yang mandiri dan sederhana, adanya semangat gotong royong dalam suasana yang penuh persaudaraan, dan hidup disiplin.

Ada yang mengatakan asal mula pesantren di Indonesia merupakan bagian dari tradisi Islam, dan ada yang menyebutkan bahwa pesantren di Indonesia awalnya diadakan oleh orang-orang Hindu.

Keberadaan pesantren di Indonesia pertama kali ditemukan pada karya-karya Jawa klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Centhini yang berasal dari abad ke-16. dari sumber inilah diketahui bahwa pesantren mengajarkan berbagai kitab islam klasik dalam bidang fikih, teologi, dan tasawuf, serta menjadi pusat penyiaran agama islam. Berdasarkan data Departemen Agama tahun 1984-1985, jumlah pesantren di abad ke-16 sebanyak 613 buah.

Menurut laporan Pemerintah Hindia Belanda diketahui bahwa pada tahun 183 di Indonesia terdapat 1.863 lembaga pendidikan Islam tradisional.Van den Berg mengadakan penelitian di tahun 1885 dan hasilnya terdapat 14.929 lembaga pendidikan Islam dengan 300 di antaranya merupakan pesantren.

Pesantren terus berkembang baik dari segi jumlah, materi, maupun sistem. Di tahun 1910 beberapa pesantren seperti Pesantren Denanyar, Jombang, membuka pondok khusus untuk santri wanita.

Di tahun 1920-an pesantren-pesantren di Jawa Timur seperti Pesantren Tebuireng, dan Pesantren Singosari mulai mengajarkan pelajaran umum seperti bahasa Indonesia, Bahasa Belanda, berhitung, ilmu bumi, dan sejarah.

Pada masa penjajahan Belanda, pesantren berkembang dengan pesat. Pesantren ini ada yang memiliki kekhususan sehingga berbeda dengan pesantren lainnya. Ada yang khusus mengajarkan ilmu hadis dan fikih, ilmu bahasa Arab, ilmu tafsir, tasawuf, dan lain-lain.

Kemudian pesantren memasukkan sistem madrasah. Dalam sistem ini jenjang-jenjang pendudukan terbagi menjadi ibtidaiah, tsanawiyah, dan aliah. Sistem madrasah ini mendorong perkembangan pesantren sehingga jumlahnya meningkat pesat.Pada tahun 1958/1959 lahir Madrasah Wajib Belajar yang memiliki hak dan kewajiban seperti sekolah negeri.

Selanjutnya, di tahun 1965, berdasarkan rumusan Seminar Pondok Pesantren di Yogyakarta, disepakati perlunya memasukkan pelajaran keterampilan seperti pertanian, pertukangan, dan lain-lain di pondok pesantren.

Pada masa Orde Baru, pemerintah melakukan pembinaan terhadap pesantren melalui Proyek Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Dana pembinaan pesantren diperoleh dari pemerintahan terkait, dari pemerintahan pusat hingga daerah.

Tahun 1975, muncul gagasan untuk mengembangkan pondok pesantren dengan model baru. Lahirlah Pondok Karya Pembangunan, Pondok Modern, Islamic Center, dan Pondok Pesantren Pembangunan. Akan tetapi pondok pesantren ini mengalami kesulitan dalam pembinaan karena tidak adanya kiai yang karismatik yang bisa memberi bimbingan dan teladan pada santrinya.

Kemudian banyak pesantren yang mendirikan sekolah umum dengan kurikulum sekolah umum yang ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 03 tahun 1975, menetapkan mata pelajaran umum sekurang-kurangnya sebanyak 70 persen dari seluruh kurikulum madrasah. Banyak juga madrasah yang mendirikan perguruan tinggi seperti pesantren AS-Syafi’iyah dan pesantren at-Tahiriyah.  

 Sumber:
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qdx3kd430

Sejarah Pesantren di Nusantara  Salah satu cara penyebaran dan pengajaran agama Islam di Indonesia dilakukan oleh lembaga pendid...

Sejarah Pesantren di Nusantara 


Salah satu cara penyebaran dan pengajaran agama Islam di Indonesia dilakukan oleh lembaga pendidikan yang dikenal dengan sebutan pondok pesantren. Perannya sangat besar dalam masa-masa awal penyebaran Islam di Nusantara.

Mengutip nu.or.id, pengamat pendidikan Darmaningtyas, berpendapat bahwa sejarah pendidikan Indonesia dimulai dari institusi swasta, di lingkungan pesantren dan padepokan.

Sementara itu, dalam buku Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto, pesantren disinyalir merupakan hasil Islamisasi sistem pendidikan lokal yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara. Kala itu, lembaga pendidikan lokal berupa padepokan dan dukuh banyak didirikan untuk mendidik para cantrik.

Sejarah pesantren

Dalam jurnal Al-Ta’dib, Sejarah Pesantren di Indonesia yang ditulis oleh Herman DM, dijelaskan bahwa pesantren setidaknya mempunyai tiga unsur, yaitu santri, kiai atau guru, dan asrama atau pondok.


Selanjutnya, banyak orang yang memaknai pesantren semata-mata dengan bentuk bangunan fisik pesantren itu sendiri.

Di sisi lain, tidak sedikit pula yang mengenal pesantren dari perspektif yang lebih luas, yakni perannya dalam penyebaran Islam di indonesia, mulai dari membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, keagamaan hingga politik.

Lebih lanjut, kata pesantren yang berakar dari kata santri dengan imbuhan “pe-” di awal dan “-an” di akhir, dapat diartikan sebagai tempat tinggal para santri.

Istilah pesantren pada dasarnya merupakan sebuah tempat pendidikan Islam tradisional yang di dalamnya juga terdapat asrama bagi para siswa atau muridnya. Dengan kata lain, para siswa tinggal bersama dan belajar ilmu agama di bawah bimbingan guru yang dikenal dengan sebutan kiai.

Berdiri di sekitar tempat kiai menetap

Biasanya berdirinya pondok pesantren bermula dari seorang kiai atau ulama agama Islam yang menetap di suatu tempat. Kemudian, datanglah para santri yang hendak belajar berbagai ilmu agama kepadanya.

Tidak jarang santri yang ingin belajar berasal dari daerah yang jauh. Untuk itu, kemudian dibangun pula tempat bermukim para santri di sekitar kediaman kiai tadi. Semakin banyak santri yang ingin menuntut ilmu, akan semakin banyak pula pondok yang dibangun.

Di masa lalu, biaya kehidupan dan pendidikan di pesantren disediakan bersama-sama oleh para santri dengan dukungan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Cara tersebut dimaksudkan agar kehidupan di pesantren tidak terpengaruh dengan gejolak yang ada di luar.

Cikal bakal lahirnya pondok pesantren diduga ketika Syekh Maulana Malik Ibrahim atau lebih dikenal dengan Sunan Ampel, mendirikan sebuah padepokan di Ampel, Surabaya, jawa Timur. Meski pada waktu itu belum disebut pesantren, tetapi bisa dikatakan kalau yang dilakukan Sunan Ampel menjadi peletak dasar-dasar pendidikan pesantren di indonesia.

Santri-santri yang telah belajar dan cukup ilmu di padepokan Sunan Ampel. Kemudian satu per satu pulang ke daerahnya masing-masing dan mengamalkan ilmunya di sana. Maka murid-murid Sunan Ampel tersebut, mendirikan padepokan seperti apa yang telah mereka dapatkan di Padepokan Ampel. Ulama-ulama besar banyak yang lahir dari padepokan-padepokan tersebut.

Melansir dari laman tebuireng.online, pada 1899 Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng di Jombang, kemudian membentuk Nahdlatul Ulama (NU) yang kini menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia. Di sisi lain, rekan seperguruan Kiai Hasyim di Mekkah, Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, mendirikan pusat pendidikan Islam yang lebih modern, dengan kurikulum yang sedikit berbeda.

Kini, seiring perkembangan zaman, pesantren-pesantren sudah semakin modern, baik dari kurikulum maupun fisk bangunannya. Meski begitu, kesederhanaan dan keikhlasan yang digambarkan oleh kehidupan kiai dan para santrinya, masih menjadi nilai utama yang patut diteladani dari ajaran kehidupan di pesantren.


M. RIZQI AKBAR

Sumber: 
https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1519849/mengenal-sejarah-pesantren-di-indonesia

Adakah Campur Tangan Manusia? Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Ada siklus kemarau yang panjang di bumi...



Adakah Campur Tangan Manusia?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Ada siklus kemarau yang panjang di bumi ini. Efeknya, bumi akan menjadi sangat subur kembali. Banyak pohon yang berbuah pula.

Ada era, dimana gunung berapi memuntah laharnya ke permukaan bumi. Efeknya, tanah yang kekurangan hara akan terpenuhi kembali.

Daerah yang banyak petirnya akan lebih subur daripada yang tidak ada petirnya. Jadi siapakah yang merancang kesuburan bumi? Manusiakah?

Andai tidak ada air hujan, tidak ada sungai dan mata air, apakah kehidupan di bumi? Manusiakah yang merekayasanya?

Andai tidak ada matahari dan udara, adakah kehidupan di muka bumi? Ikhtiar manusia tak ada andilnya dalam penciptaan  alam semesta.

Manusia tak pernah menanam, mengapa tiba-tiba banyak tanaman yang tumbuh dengan sendirinya?

Manusia menaruh biji dan batang, mengapa kemudian tumbuh membesar dan berbuah tanpa peran manusia sedikit pun?

Sperma yang ada dirahim pun, manusia tak pernah memiliki andil dalam merekayasa pertumbuhannya. Semua tumbuh membesar tanpa bantuan manusia.

Rambut panjang dengan sendirinya. Luka sembuh dengan sendirinya. Mendengar dan melihat tak pernah dibuatkan alatnya. Tanpa andil manusia

Saat membuka warung, kita pun tak pernah tahu orang-orang datang berbelanja dengan sendirinya. Ikhtiar manusia tak ada andilnya dalam rezeki.

Manusia hanya membuat pancing dan umpan, setelah itu tak tahu apakah ikan itu akan datang ataukah tidak.

Agar manusia bersemangat berikhtiar maka dianugerahkan pahala dan balasan. Tapi Allah yang menentukan besarannya.

Berikhtiar hanya agar Allah meridhai, menolong dan memudahkan urusannya. Namun takdir tetap dalam genggaman-Nya

Berikhtiar hanya untuk mengharapkan cinta-Nya, membutuhkan pertolongan-Nya, mendekati-Nya, pengakuan sebagai hamba-Nya, bukan sebab semuanya

Kejahatan Pertama Generasi Awal Yahudi dan Penjajahanya atas Palestina Sekarang Nama Yahudi dinisbahkan pada salah seorang putra...

Kejahatan Pertama Generasi Awal Yahudi dan Penjajahanya atas Palestina Sekarang


Nama Yahudi dinisbahkan pada salah seorang putra Nabi Ya’kub yang bernama Yahudza bin Ya’kub, salah satu dari 12 orang putra Ya’kub. Putra lainnya bernama Ruben, Simeon, Lewi Yehuda, Isakhar, Zebulon, Yusuf AS, Benyamin, Dan, Naftali, Gad, dan Asyer. Ke-12 putra Ya’kub itulah yang disebut-sebut menjadi keturunan Bani Israil.

Kaum Yahudi ini juga sering disebut dengan Bani Israil. Istilah Israil dinisbahkan kepada Nabi Ya’kub bin Ishak AS. Dinamakan Bani Israil karena mereka merupakan keturunan dari nenek moyang mereka yang bernama Israil (Ya’kub AS).

--------------------
Bacalah surat Yusuf. Dibuka dengan perbincangan khusus berdua antara Nabi Yakub dan Nabi Yusuf tentang mimpi Nabi Yusuf yang merupakan indikasi Kenabian Nabi Yusuf. Lalu, Nabi Yaqub menyarankan Nabi Yusuf untuk merahasiakannya.

Fragmen kedua, Anak-anak Nabi Yakub atau Saudara Nabi Yusuf membuat makar untuk membunuh Nabi Yusuf. Perdebatannya cukup panjang hingga akhirnya diputuskan untuk melemparkan Nabi Yusuf ke sumur tua di padang pasir. Inilah kejahatan awal generasi pertama Bani Israel atau Yahudi.

Sebab kejahatan ini adalah kedengkian mereka terhadap perlakuan Nabi Yakub kepada Nabi Yusuf. Nabi Yakub amat mencintai Nabi Yusuf. Saudara Nabi Yusuf berkata, "Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata agar perhatian ayah tertuju kepada kita. Setelah membunuhnya, kita menjadi orang-orang baik. Hanya itu titik awal persoalannya.

Fragmen ketiga, kunjungan Saudara Nabi Yusuf kepada Nabi Yaqub untuk melobi dengan janji palsu yang penuh kebohongan bahwa mereka ingin mengajak Nabi Yusuf bermain bersama. Mereka berjanji akan melindungi Nabi Yusuf karena mereka menginginkan kebaikan bagi Nabi Yusuf.

Fragmen keempat, Nabi Yaqub merasa khawatir bila Nabi Yusuf dimakan Srigala saat bermain. Tapi saudara Nabi Yusuf merasa kuat untuk melindunginya dari serangan Srigala.

Fragmen kelima, diajaklah Nabi Yusuf bermain lalu dimasukkan ke sumur. Saudara Nabi Yusuf pun merancang cerita bohong tentang kematian Nabi Yusuf yang bersimbah darah dengan bukti bajunya. Merekonstruksi peristiwa palsu untuk membenarkan tindakannya.

Bukankah perbuatan ini dilakukan juga oleh Yahudi dengan mengarang cerita palsu agar bisa menjajah Palestina? Bukankah mereka pun mengarang cerita bohong tentang genocide?Merancang kisah palsu tentang kehebatan mereka atas bangsa-bangsa lain?


Sumber:
Yusuf, Yasir Burhami, Al-Kautsar 
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/on4nxf313

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (277) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (402) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (70) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (300) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (449) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (186) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (211) Sirah Sahabat (130) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (138) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)