basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Buya Hamka: Kemerdekaan Berpikir Judul Buku : Akhlaqul Karimah Penulis : Buya Hamka Penerbit : Gema Insani Kemerdekaan ini wajib...

Buya Hamka: Kemerdekaan Berpikir

Judul Buku : Akhlaqul Karimah
Penulis : Buya Hamka
Penerbit : Gema Insani

Kemerdekaan ini wajib diberikan kepada segala manusia karena berpikir adalah sifat manusia yang khusus, bahkan pikiran itulah yang membedakan manusia daripada binatang dan menyebabkan manusia menjadi makhluk yang paling mulia di permukaan bumi ini. Manusia tidak kuasa meninggalkan pikiran itu dari otaknya, kecuali dia gila.

Pikiran menimbulkan keyakinan dan keyakinan boleh dinyatakan kepada umum, asal tidak menyinggung hak dan kemerdekaan orang lain. Untuk menjaga pikiran agar tetap sehat dan diterima orang lain secara sehat pula, di perlukan adanya aturan main atau undang-undang. Jika tidak demikian tentu mengakibatkan kekacauan.

Jika sekiranya orang merdeka mengerjakan suatu perusahaan atau pekerjaan menurut maunya, tentu berpikir pun demikian pula. Sebab pekerjaan yang merdeka timbul dari pikiran kita, berarti dia dengan jalan tidak langsung menghambat langkah kita. Pada hakikatnya tidaklah seorang yang kuat untuk menghambat kehendak manusia.

Oleh sebab itu, jika ada suatu kekuasaan hendak melawan kemerdekaan berpikir, kadang-kadang tidaklah pikiran itu yang dihambatnya, tetapi dicobanya mengubah bentuk pikiran itu dengan bermacam-macam jalan, lantaran kemerdekaan berpikir dengan kemerdekaan bekerja tidaklah dapat dipisahkan.

Kemerdekaan berpikir yang kita miliki adalah kemerdekaan yang teratur dan tersusun. Maka tiap-tiap macam kemerdekaan itu mempunyai sumber dan keduduk an di dalam diri kita sendiri. Undang-undang budi pekerti membentuk kemerdekaan bekerja, undang-undang akal membentuk kemerdekaan berpikir. Dengan jalan menambah kecerdasan akal, bertambah murnilah kemerdekaan berpikir.

Gerbang Lod: Inilah Tempat Penaklukan Dajjal https://m.republika.co.id/amp/m30qdh “Sesungguhnya Isa Bin Maryam Akan Membunuh Daj...

Gerbang Lod: Inilah Tempat Penaklukan Dajjal

https://m.republika.co.id/amp/m30qdh

“Sesungguhnya Isa Bin Maryam Akan Membunuh Dajjal Di Bab Lud (Gerbang Lod).” (Hr Ahmad, Turmudzi, Dan Nu’Aim Bin Hamad).

Pada akhir zaman nanti akan turun Dajjal ke muka bumi ini. Rasulullah SAW bersabda, “Ketika sedang tidur, aku bermimpi melakukan tawaf di Ka’bah. Lalu, ada seorang berambut lebat yang meneteskan air dari kepalanya, lalu aku tanyakan siapakah ini? Mereka menjawab, ‘Ibnu Maryam AS’.”

“Kemudian, aku berpaling dan melihat seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah, berambut keriting, matanya buta sebelah, dan matanya itu seperti buah anggur yang masak (tak bersinar). Mereka mengatakan, ‘Ini Dajjal’. Dia adalah orang yang paling mirip dengan Ibnu Qathn, seorang laki-laki dari Khuza’ah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lainnya disebutkan, “Lalu, turunlah Isa bin Maryam di menara putih di bagian timur Damaskus. Isa menemukan Dajjal di Pintu Lod, kemudian membunuhnya.” (HR Abu Daud)

Dari Mujami bin Jariyah al-Anshari RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Isa bin Maryam akan membunuh Dajal di Bab Lud(Gerbang Lod).” (HR Ahmad, Turmudzi, dan Nu’aim bin Hamad).

“Tidak ada satu orang kafir pun yang masih hidup, semuanya terbunuh. Lalu, Isa berhasil menyusul Dajjal di Pintu Lod dan membunuhnya. Lalu, beberapa kaum Muslimin diselamatkan Allah ke hadapan Isa bin Maryam. Ia mengusap wajah mereka dan memberitahukan kepada mereka tentang kedudukan mereka di surga.” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Hakim).

Dalam hadis di atas diungkapkan bahwa Dajjal akan dikalahkan Nabi Isa AS di Gerbang Lod. Di manakah letaknya? Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, Lod atau Gerbang Lod adalah kota yang terletak di dekat Baitul Maqdis atau Elia di Palestina dekat Ramalah. “Dahulu, rombongan kafilah dari Syam (Suriah) yang menuju Mesir singgah di kota ini, begitu juga sebaliknya,” ujar Dr Syauqi.

                                                                      ***

Kini, Lod merupakan salah satu kota yang berkembang di dataran Sharon, yaitu 15 km di tenggara Tel Aviv, Israel. Lod yang dalam bahasa Arab adalah al-Ludd itu, konon menjadi tempat tinggal Suku Benyamin. Kota seluas 12.226 km per segi itu sudah muncul sejak Periode Kanaan. Temuan tembikar di daerah tersebut menunjukkan Kota Lod telah eksis sejak 5600 hingga 5250 sebelum Masehi.

Dan sejak saat itu, Lod menjadi hunian bangsa Yahudi hingga penaklukan yang dilakukan oleh Romawi pada 70 Masehi. Kota ini dikenal sebagai pusatnya pemikir dan pedagang Yahudi. Menurut peneliti sejarah, Martin Gilbert, Raja Dinasti Hasmonean Jonathan Maccabee dan saudara laki-lakinya, Simon Maccabaeus, memperluas daerah kekuasaannya di bawah kendali Yahudi, termasuk menaklukkan Kota Lod.

Pada 43 M, Gubernur Romawi untuk Suriah Cassius menjual penduduk Lod sebagai budak. Selama Perang Romawi-Yahudi I, Prokonsul Suriah, Cestius Gallus, menghancurkan kota tersebut dalam perjalanannya menuju Yerusalem pada 66 M. Dua tahun berikutnya, kota ini diduduki oleh Kekaisaran Vespasian.

Selama Perang Kitos, tentara Roma mengepung Kota Lod dan mengganti namanya menjadi Lydda. Pada saat itu, terjadi pemberontakan Yahudi dipimpin oleh Julian dan Pappus. Lydda kemudian dikuasai dan banyak Yahudi yang dieksekusi. “Pembunuhan Lydda” sering digunakan sebagai kalimat pujian di dalam Talmud.

Romawi berhasil menguasai kota yang 75 persen penduduknya adalah bangsa Yahudi pada 70 M. Pada abad ke-3, Kekaisaran Septimius Severus mengangkat status Lod menjadi sebuah kota yang disebut dengan Colonia Lucia Septimia Severa Diospolis. Diospolis berarti kota para dewa.

Ketika diduduki oleh Kekaisaran Romawi, kebanyakan penduduknya menganut agama Kristen. Saat itu, Romawi memang tengah melakukan Kristenisasi besar-besaran di daerah kekuasaannya. Namun, pada abad ke-6 M, kota itu kembali berganti nama menjadi Georgiopolis untuk menghormati seorang prajurit Kekaisaran Diocletian, St George. Gereja dengan nama yang sama juga dibangun di kota tersebut untuk mengenangnya.

                                                                      ***

Kota ini menjadi salah satu lokasi yang penting setelah penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina oleh pasukan tentara Muslim yang dipimpin Khalid bin Walid pada 636 M. Selama penaklukan yang dilakukan kaum Muslim, Lod menjadi markas Provinsi Filastin, meskipun selanjutnya dipindahkan ke Ramla.

Pada awal abad ke-11 M, tepatnya tahun 1099, Tentara Salib merebut kota ini dari bangsa Arab dan menamainya menjadi St Jorge de Lidde. Namun, kota tersebut direbut kembali dari Tentara Salib pada 1191 oleh pasukan Saladdin. Penjelajah Yahudi Benjamin Tudela mengatakan, saat Saladdin menaklukkan Lod, sebanyak 1.170 ke -luarga Yahudi tinggal di sana.

Di bawah Kesultanan Ottoman (Turki Usmani), Gereja Saint George dibangun pada 1870. Pada 1892, stasiun kereta untuk pertama kalinya dibangun di seluruh kota. Pada pertengahan abad ke-19 M, pedagang Yahudi berimigrasi ke kota tersebut, namun kembali mengungsi pada 1921 setelah tejadi Kerusuhan Jaffa. Pada tahuntahun ini, Lydda berada di bawah administrasi mandat Inggris di Palestina sebagai keputusan Liga Bangsa-Bangsa yang diikuti dengan Perang Dunia I.

Selama Perang Dunia II, Inggris mengatur pos-pos pasukannya di dalam dan sekeliling Lydda serta stasiun keretanya. Setelah peresmian negara Israel pada 1948, bandar udara Lod diubah namanya menjadi Bandara Ben Gurion.

Hingga 1948, Lydda menjadi permu kiman bangsa Arab dengan populasi sekitar 20 ribu penduduk dan sebanyak 18.500 jiwa adalah Muslim, sisanya Kristen. Pada 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa mem
bagi Palestina kepada dua bangsa: Yahudi dan Arab. Sedangkan, Lydda diminta untuk dilepaskan dari bangsa Arab.

Namun, bangsa Arab menolak rencana tersebut. Maka, setelah menyatakan kemerdekaannya pada 14 Mei 1948, Israel menyerang dan merebut beberapa daerah Arab di luar yang diberikan PBB, termasuk Lydda. Dua bulan berikutnya, pasukan pertahanan Israel memasuki Lydda. Menurut tentara Israel, sebanyak 250 bangsa Arab, baik pria, wanita, maupun anak-anak terbunuh.

                                                                     ***

Selama 1948, populasi di Lydda meningkat menjadi 50 ribu jiwa, yang sebagian besar merupakan pengungsi Arab. Namun, sekitar 700 hingga 1.056 orang diusir atas perintah komando tinggi Iseael dan dipaksa berjalan sepanjang 17 km menuju garis Legiun Arab pada hari terpanas tahun itu. Banyak yang meninggal karena kelelahan dan dehidrasi dalam perjalanan tersebut.

Kota Lydda kemudian dikuasai oleh tentara Israel. Beberapa ratus keturunan Arab yang tinggal di kota itu tidak diizinkan menempati rumah-rumah mereka. Mereka segera kalah jumlah akibat masuknya imigran Yahudi dari berbagai daerah pada Agustus 1948. Sebagian dari mereka adalah Yahudi yang tinggal di negara-negara Arab.

Maka, seperti awal mula berdirinya kota tersebut, Kota Lydda kembali menjadi Kota Yahudi. Imigran Yahudi terus berdatangan, awalnya dari Maroko dan Tunisia, lalu dari Ethiopia, dan kemudian dari Uni Soviet.

Di dalam Kota Lod terdapat sebuah dinding setinggi tiga meter yang dibangun untuk memisahkan distrik Yahudi dari distrik bangsa Arab. Pertumbuhan daerah Arab sangat minim, sementara Pemerintah Israel telah mendorong pembangunan di daerah Yahudi. Beberapa layanan, seperti lampu jalan dan pengumpulan sampah hanya dilakukan di distrik Yahudi.

Hal itu mengingatkan kita ketika Berlin terbagi dua oleh Tembok Berlin karena berlakunya dua kekuatan di sana, yaitu Amerika Serikat di Berlin Barat dan Uni Soviet di Berlin Timur.

Ditindas di Mekkah, Seorang Justru Sudah Memohon Tanah Hibah di Palestina pada Rasulullah saw Tamim bin Aus Ad-Dari, dia Sahabat...

Ditindas di Mekkah, Seorang Justru Sudah Memohon Tanah Hibah di Palestina pada Rasulullah saw

Tamim bin Aus Ad-Dari, dia Sahabat Rasulullah saw dari penduduk Baitul Maqdis. Ia menjumpai Rasulullah saw saat masih di Mekkah dan belum hijrah. Saat itu dia belum masuk Islam. Ia pemuka agama Nasrani.

Ia datang ke Mekkah dan bertemu Rasulullah saw. Ia meminta kepada beliau agar memberinya tanah di Palestina sebagai pemberian dan hibah. Permintaan ini sangat mengagumkan, karena Nabi masih berada di Mekkah, para Sahabat masih sedikit dan masih pula di bawah tekanan orang-orang Quraisy. Saat itu Rasulullah saw dan Sahabat tak memiliki negara dan kekuatan.

Meskipun demikian Tamim bin Aus Ad-Dari tetap meminta tanah hibah tersebut karena ia tahu bahwa beliau seorang Nabi yang sebenarnya dan derajatnya akan diangkat. Pengikutnya akan banyak.  Beliau akan memiliki kekuatan. Umat Islam akan meraih kejayaan, kemudian membebaskan Baitul Maqdis.

Rasulullah saw memberinya tanah di Palestina di kota Al-Khalil yang terletak di dekat Al-Quds. Nabi menuliskan perjanjian itu untuknya. Kemudian pada tahun 9 H, Tamim bin Aus datang menemui Nabi bersama sejumlah kerabatnya untuk menyatakan masuk Islam. Tamim tinggal di Madinah hingga sesudah wafatnya Rasulullah saw.

Ketika umat Islam membebaskan Palestina dan Baitul Maqdis pada 15 H, Tamim bin Aus Ad-Dari menemui Khalifah Umar bin Khatab dan menyerahkan surat Rasulullah saw tersebut. Umar bin Khatab lantas memberikan tanah yang disebutkan Rasulullah saw. Umar bin Khatab mengangkatnya menjadi gubernur di Baitul Maqdis.

Tamim bin Aus Ad-Dari sangat terkenal dengan hadist yang diriwayatkannya. Yaitu hadist tentang makhluk peliharaan Dajjal dan Dajjal yang ditemuinya bersama sahabatnya saat menaiki kapal, lalu mereka tersesat selama sebulan dan terdampar di sebuah pulau.

Tamim bin Aus Ad-Dari menceritakan yang dialaminya kepada Rasulullah saw, lalu Rasulullah saw membenarkannya dan mengakui penjelasannya. Kemudian Rasulullah saw mengumpulkan para Sahabatnya dan menceritakan hadist Tamim bin Aus Ad-Dari kepada mereka. Jadi, Rasulullah saw lah yang meriwayatkan hadist dari Tamim bin Aus Ad-Dari. Ini keutamaan besar bagi Tamim bin Aus Ad-Dari. Tamim bin Aus Ad-Dari wafat pada 40 H.

Sumber:
Sejarah dan Keutamaan Masjid Al-Aqsha, Mahdy Saied Rezk Kerisem, Al Kautsar 

Beragam Peristiwa Akhir Zaman yang akan Terjadi di Palestina Menjelang hari Kiamat, semua manusia dikumpulkan di Baitul Maqdis d...

Beragam Peristiwa Akhir Zaman yang akan Terjadi di Palestina


Menjelang hari Kiamat, semua manusia dikumpulkan di Baitul Maqdis dan Syam. Bangkitnya manusia sesudah mati sebelum menuju akhirat akan dihimpun di Palestina. Baitul Maqdis dan Palestina menjadi tempat terakhir bagi umat manusia di muka bumi.

Kekhalifahan akan bangkit di Palestina. Kekhalifahan ini bisa jadi terbentuk di era Imam Mahdi dan saat Isa putra Maryam mendatangi Baitul Maqdis dan memenuhi bumi dengan keadilan.

Peperangan akhir zaman antara umat Islam dan Yahudi akan terjadi di Palestina. Waktu terjadinya bisa sebelum keluarnya Dajjal, atau juga terjadi pada zaman Dajjal. Saat Dajjal keluar, dia akan diikuti oleh orang-orang Yahudi dan berkeliaran ke berbagai penjuru untuk membuat kerusakan.

Dajjal pun akan dihadang dan. dibunuh oleh Isa putra Maryam di Gerbang Lud yang ada di Palestina. Dari Mujami bin Jariyah al-Anshari RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Isa bin Maryam akan membunuh Dajal di Bab Lud(Gerbang Lod).” (HR Ahmad, Turmudzi, dan Nu’aim bin Hamad).

“Tidak ada satu orang kafir pun yang masih hidup, semuanya terbunuh. Lalu, Isa berhasil menyusul Dajjal di Pintu Lod dan membunuhnya. Lalu, beberapa kaum Muslimin diselamatkan Allah ke hadapan Isa bin Maryam. Ia mengusap wajah mereka dan memberitahukan kepada mereka tentang kedudukan mereka di surga.” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Hakim).

Gerbang Lud terletak di Palestina. Letaknya 38 Km baratdaya kota Quds. Kota ini didirikan bangsa Kan'an pada tahun 2000 SM

Nabi Isa tidak dibunuh atau pun disalib, melainkan diangkat oleh Allah dan akan kembali di akhir zaman. Turunnya di Damaskus Syam. Setelah itu ia pergi ke Masjid Al-Aqsha dan mengerjakan shalat bersama umat Islam. Setelah itu dia akan mengelola dunia dengan syariat Nabi Muhammad saw. Nabi Isa mengikuti Nabi Muhammad saw dan bukan sebagai Nabi yang baru.

Sumber:
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/m30qdh
Sejarah dan Keutamaan Masjid Al-Aqsha, Mahdy Saied Rezk Kerisem, Al Kautsar 

Pesan Rasulullah saw Kepada Imam Ahmad melalui mimpi Imam Syafii Pada suatu malam imam Syafii bermimpi di Mesir mengenai diri sa...

Pesan Rasulullah saw Kepada Imam Ahmad melalui mimpi Imam Syafii


Pada suatu malam imam Syafii bermimpi di Mesir mengenai diri sahabat karibnya dan muridnya yang alim, imam Ahmad bin Hambal. Imam Syafii mendapat kesan dalam mimpinya bahwa imam Ahmad yang amat dihormatinya sedang terancam suatu bahaya besar. Besoknya dia berkirim surat ke imam Ahmad di Baghdad menyuruh dia bersiap sedia menerima ujian yang akan datang.

Memang, tidak berapa lama kemudian datanglah ujian yang terkenal itu. Dia dipaksa mengakui bahwa Al-Qur'an itu makhluk dan didekam dalam penjara selama 28 bulan karena tidak mau mengubah pendiriannya walaupun dipaksa dan dipukuli.

Prosesnya detailnya, pada suatu hari Imam Syafii berkata pada  Rabi bin Sulaiman, "Hai Rabi, ambil suratku ini dan bawalah dia dan serahkan ke tangan Abu Abdullah (Imam Ahmad) dan lekas kembali membawa jawabannya.

Maka berangkatlah Rabi bin Sulaiman ke Baghdad sambil membawa surat tersebut. Lalu bertemulah Rabi bin Sulaiman dengan imam Ahmad ketika shalat Subuh. Sesudah beliau memalingkan muka ke mihrab, Rabi bin Sulaiman langsung menyerahkan surat tersebut dengan berkata, "Surat ini dari saudara Tuan, imam Syafii yang di Mesir." Lalu imam Ahmad berkata, "Apakah pernah engkau buka?" Rabi bin Sulaiman menjawab, "Tidak."

Maka dibukalah surat tersebut dan membaca isinya. Tiba-tiba imam Ahmad menangis, iring gemiring air matanya. Lalu aku bertanya, "Apa isinya?" Imam Ahmad berkata, "Beliau menuliskan bahwa imam Syafii bermimpi bertemu Rasulullah saw." Rasulullah saw bersabda kepada imam Syafii untuk mengirimkan surat kepadaku supaya disampaikan salam Rasulullah saw kepadaku dan informasi bahwa aku akan menempuh ujian yang berat."

"Aku akan dipaksa untuk mengakui Al-Qur'an adalah makhluk. Paksaan ini supaya jangan diacuhkan, jangan dituruti. Allah akan mengibarkan benderaku sampai hari Kiamat."

Berkata Rabi, "Ini adalah satu berita gembira dari Allah, wahai imam Ahmad." Lalu imam Ahmad membuka selapis gamis yang beliau pakai dan dihadiahkan kepadaku. Setelah itu imam Ahmad menulis surat balasan ke Rabi bin Sulaiman untuk diserahkan ke imam Syafii.

Salah satu isi suratnya, imam Ahmad berterima kasih atas peringatan dari gurunya Imam Syafii. Setibanya di Mesir, surat itu diserahkan ke imam Syafii bersama gamisny. Sangat senang hati imam Syafii karena pesan Rasulullah saw sudah disampaikan.

Sumber:
Tafsir Al Azhar Jilid 4, Buya Hamka, GIP

Hikayat dalam Historiograft Islam Nusantara https://www.google.com/amp/s/www.laduni.id/post/amp/55664/hikayat-dalam-peradaban-is...

Hikayat dalam Historiograft Islam Nusantara

https://www.google.com/amp/s/www.laduni.id/post/amp/55664/hikayat-dalam-peradaban-islam-nusantara

Historiografi Islam di Nusantara mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan historiografi lokal di Indonesia. Historiografi tersebut dimulai dengan munculnya corak historiografi tradisional. Sedangkan corak historiografi awal Islam di Nusantara lebih ditekankan kepada periode dan gambaran mengenai peran pahlawan  dan sultan dalam dinamika kebangkitan dan kemunduran kesultanan Islam di Kepulauan Nusantara.

Sementara Rosenthal dalam melacak historiografi Islam awal di Nusantara melihat bahwa bentuk dasar historiografi Islam adalah karya sastra klasik yang isinya banyak menyebutkan istilah-istilah kepada narasi tertentu seperti haba, hikayat, kisah, dan tambo yang berasal dari bahasa Arab. Argumen ini didukung Hamka dalam melakukan penulisan sejarah yang bahannya diambil dari sumber lokal meskipun bercampur dengan mitos dan legenda, seperti Hikayat Raja-Raja Pasai, dan Sejarah Melayu yang menjelaskan interaksi langsung antara Nusantara dengan Arab.

Adanya karangan klasik seperti haba (kata diambil dari bahasa Aceh yang berarti Khabar), hikayat, kisah, dan tambo inilah yang oleh Rossenthal disebut dapat dijadikan bahan penting dalam studi karya historiografi Islam, sehingga akan terbentuk suatu horizon baru dalam penulisan sejarah Islam yang lebih banyak berpijak pada bumi sendiri dalam pengembangan keahlian dan pengetahuan sejarah Islam yang dilakukan oleh penulis- penulis Islam sendiri (Yakub, 2013: 160-161).

Sebagaimana teks Sejarah Melayu oleh Tun Seri Lanang, teks Tuhfat Al Nafis oleh Raja Ali Haji, Hikayat Merong Mahawangsa yang disalin oleh Muhammad Yusuf bin Nasruddin termasuk Silsilah  Raja-Raja Melayu dan Bugis ditulis oleh Raja Ali Haji, dan Hikayat Melayu ditulis oleh Tengku Said. Hampir semua teks sastra sejarah termasuk hikayat  memperlihatkan  gaya  penulisan sastra yang masih bercampur antara  mitos  dan legenda.

Dalam Hikayat Melayu misalnya, unsur tersebut terlihat pada halaman satu (1) sampai halaman empat ratus dua (402). Halaman seterusnya memperlihatkan mitos dan legenda yang menyatu dengan realitas masyarakat pada masa itu. Sebagai sebuah teks sastra sejarah, Hikayat Melayu mempunyai gaya bahasa sastra yang menarik dan mudah dipahami sehingga tetap menjadi salah satu rujukan dalam historiografi Islam Nusantara (Bt Zakaria, 2011: 2)

Hikayat dalam historiografi Islam Nusantara merupakan sebuah karya intelektual Melayu yang monumental. Hikayat Abdullah, sebuah karya dari Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, banyak menekankan pentingnya bangsa Melayu memperjuangkan hak-haknya baik sosial maupun politik. Dalam karya ini pula penulisnya banyak mengkritik ideologi politik kerajaan yang telah membuat kekacauan karena raja-rajanya telah berbuat tiran dan tidak adil.

Hikayat Abdullah merupakan salah satu karya intelektual Melayu yang menekankan pentingnya independensi bangsa Melayu. Dengan menonjolkan konsep individualisme yang dihadapkan dengan konsep kerajaan yang selama ini mendominasi kehidupan politik dunia Melayu. Hikayat Abdullah berupaya memantik kesadaran masyarakat Melayu sebagai komunitas politik yang memiliki hak-hak untuk dilibatkan dalam politik di dunia Melayu (Budiman, 2010: 2-3).

Menurut   Henri   Chambert-Loir (2014:105) selain beberapa hikayat yang identik dengan unsur Islam, ada jenis karya hikayat yang  belum  mengandung  unsur  Islam  seperti Hikayat Dewa Mendu. Sebuah karya epos Melayu yang dikarang sebelum masa kedatangan Islam. Selain merupakan karya sastra yang bermutu tinggi, sebanding dengan karya-karya sastra Melayu yang lain karya ini menarik dari segi filologi, karena unsur-unsur klasik yang khas masih tetap dipertahankan oleh para  penyalin  selanjutnya.

Hikayat Dewa Mendu dikenal melalui 15 naskah yang panjangnya bervariasi: paling tebal berjumlah 470 halaman. Karya ini berupa prosa yang diselingi pantun; dalam naskah yang paling banyak pantunnya, jumlahnya 237, sedangkan dalam naskah-naskah lain, jumlahnya hanya beberapa puluhan. Ke-15 naskah tersebut cukup baik terpelihara dan menggambarkan dengan baik cara karya-karya Melayu sampai tersebar di berbagai perpustakaan di Eropa dan di Indonesia (6 di Jakarta, 4 di London, 1 di Cambridge, 1 di Leiden, 1 di Brussels, dan 1 di Berlin).

Hikayat dalam historiografi Melayu selalu memperlihatkan keistimewaan seorang tokoh yang telah menjadi legenda pada masyarakat. Misalnya tokoh Seri Sultan Perkasa Alam Johan Berdaulat (Sultan Iskandar Muda-Aceh) dalam Hikayat Aceh, Seri Sultan Iskandar Zulkarnainsyah Khalifatur Rahman Johan Berdaulat Zilullahi (Sultan Iskandarsyah- Perak) dalam Hikayat Melayu, Pengiran Bendahara Seri Maharaja Sekam (A wang Semaun-Berunai) dalam Silsilah Raja-Raja Brunei dan Gocah Pahlawan (Muhamad Dalikhan-Deli) dalam Hikayat Keturunan Raja Negeri Deli.

Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam historiografi Melayu tersebut masing- masing memperlihatkan keistimewaan asal-usul keturunannya. Dalam Hikayat Keturunan Raja Negeri Deli keistimewaan tokoh Gocah Pahlawan diperlihatkan mengungguli tokoh Iskandar Muda. Walaupun belum diketahui bagaimana keunggulan tokoh Gocah Pahlawan sebagai seorang tokoh legenda sejarah dari kesultanan Deli diperlihatkan, padahal dalam teks Hikayat Keturunan Raja Negeri Deli lebih menyoroti cerita kelegendaan Gocah Pahlawan tersebut (Kembaren, 2011: 15-16).

Hikayat dalam historiografi Nusantara juga muncul sebagai upaya mempertahankan tradisi yang banyak bersentuhan dengan kehidupan istana. Hoesein Djajadiningrat (dalam Ras, 1968: 13)  menyatakan bahwa di mana pun ada kerajaan atau kesultanan, pasti ada semacam upaya pelanggengan tradisi sejarah. Sebagian tradisi  tertulis  telah diterbitkan, atau dalam sebagian kasus sinopsisnya diterbitkan dalam bahasa kolonial.

Isi tradisi lokal ini biasanya berisi kegemilangan atau kejayaan seorang raja. Selain itu, isinya juga bisa berupa asal-usul kerajaan tertentu. Beberapa fakta dibangun berdasarkan sumber lain yang kadang-kadang bisa ditemukan melalui jejak-jejak kecil peristiwa tertentu dalam sejarah Melayu. Akan tetapi dalam kasus semacam ini orang juga bisa kehilangan sejarah yang dicarinya (Hermawan, 2003: 4).

Dalam kaitanini, A. Teeuwdan Situmorang (dalam Ras, 1968: 25-16) menyatakan bahwa teks sejarah klasik seperti hikayat sebaiknya tidak dianggap sama dengan teks sejarah yang ditulis pada abad ke-20. Hal ini mengingat fakta bahwa sejarah Melayu bisa saja telah ditulis berulang kali. Dengan pandangan ini perlu ditekankan untuk mencoba mengisolir “lapis-lapis” atau strata kompisisi dari zaman yang berbeda. Selain itu juga perlu diingat bahwa teks-teks sejarah Melayu klasik harus dipandang sebagai dokumen fungsional, yang ditulis bukan untuk tujuan memberikan pertimbangan sejarah, tetapi disusun demi kepentingan sang raja atau dinasti yang memilikinya.

Episode historis ini dengan mudah mengatur silsilah dan raja-raja yang diidentifikasi dengan figur-figur epik tertentu. Teeuw memberikan contoh misalnya fungsi penyair istana Jawa dengan peran utamanya sebagai pakar “sihir sastra”, yang tugasnya bukan untuk memberikan informasi faktual di dalam karyanya, melainkan mengupayakan tercapainya efek supranatural atau takhayul tertentu yang berguna baik bagi penguasa maupun kekuasaannya (Hermawan, 2003: 4-5).

Sebagaimana dalam teks Hikayat Melayu yang menceritakan hubungan politik Raja Kecil beserta keturunannya dengan kekuasaaan meliputi daerah Trengganu, seluruh kepulauan Riau-Lingga-Bentan, barat daya Borneo dan beberapa buah kerajaan kecil di pantai timur Sumatera dengan keluarga Bugis di Johor sebagai dua pihak Melayu yang saling bermusuhan sepanjang abad ke-18 dan awal abad ke-19. 

Hikayat Melayu dalam historiografi Nusantara mengalami tiga tahap perkembangan yakni zaman berdirinya kerajaan di Melaka yang diperintah oleh beberapa orang raja, mengalami tahap kejayaan dan juga mengalami tahap kemunduran. Zaman kejayaan Malaka dikaitkan dengan sikap raja- rajanya yang adil, dan tidak mendzalimi rakyat.

Tahap kemunduran kerajaan Melaka terjadi akibat pembangkangan rakyat terhadap raja yang dirasakan tidak adil, kejam dan dzalim. Sultan Mahmud II yang dibunuh dikatakan telah meninggalkan pewaris yang sah di dalam teks Hikayat Melayu. Zaman setelah kejatuhan kesultanan Melayu Melaka diteruskan dengan zaman pemerintahan kerajaan Siak. Pemerintahan di Siak digambarkan oleh pengarang dengan beberapa peristiwa seperti terjadinya perang saudara, masuknya penjajah asing seperti Inggris dan Belanda, hubungan baik kerajaan dengan penjajah, monopoli perdagangan dan hasil bumi di Siak oleh penjajah serta raja yang menjalani kehidupan seperti rakyat biasa pada akhirnya turut memengaruhi keadaan sosial-politik di Siak. 

Berdasarkan ciri-ciri yang dijelaskan, maka teks Hikayat Melayu merupakan sebuah teks sastra sejarah. Justru, Tengku Said dalam tulisannya masih mempertahankan nilai yang ada dalam karya Hikayat Melayu dengan tetap merujuk pada karya legendaris yakni Sejarah Melayu dan meletakkan dirinya sebagai penulis yang tetap bersandar pada tradisi (Bt Zakaria, 2011: 12).
 
Senada dengan hal tersebut, Braginsky (1993) dalam karyanya The System of Classical Malay Literature membagi empat kategori atau tahap dalam penulisan karya-karya sastra sejarah Melayu. Tahap pertama, “myth of origin” atau mitos asal usul. Di antara karya yang termasuk dalam kategori ini, Salasilah Kutai dan Hikayat Banjar. Tahap kedua yang muncul sekitar tahun 1400-an hingga tahun 1600-an. Pada tahap ini, masih mempertahan “myth of origin”, tetapi sudah semakin berkurang, sedangkan nilai sejarah semakin diutamakan. Di antara karya yang dikategorikan dalam tahap kedua ini, Hikayat Raja Pasai, Sejarah Melayu dan Hikayat Patani.

Pada tahap ketiga, unsur “myth of origin” hanya sedikit disinggung oleh pengarang karena karya-karya yang muncul lebih berkisar kepada “Panegyrical Chronicles” sekitar pada tahun 1700-an sampai 1800-an. Di antara contoh karya sastra dalam tahapan ketiga ini, Hikayat Aceh dan Misa Melayu. Pada tahap keempat “myth of origin” hampir sudah tidak muncul lagi, sebaliknya karya yang muncul lebih fokus pada aspek penulisan sejarah. Hikayat Johor dan Tuhfat al-Nafis yang dikarang sekitar tahun 1800-an sampai 1900- an merupakan contoh karya yang muncul dalam dunia penulisan Melayu (Kembaren, 2011: 1-2).

Signiftkansi Hikayat dalam Peradaban Islam Nusantara https://www.google.com/amp/s/www.laduni.id/post/amp/55664/hikay...

Signiftkansi Hikayat dalam Peradaban Islam Nusantara

https://www.google.com/amp/s/www.laduni.id/post/amp/55664/hikayat-dalam-peradaban-islam-nusantara
      

Menurut Mardiah Mawar Kembaren, (2011: 1) hasil-hasil kesusastraan Melayu tradisional termasuk hikayat telah lama digunakan oleh peneliti asing dan peneliti lokal sebagai sumber penulisan sejarah. Beberapa sumber penulisan sejarah yang sering menjadi tumpuan para peneliti seperti Hikayat Raja- Raja Pasai, Hikayat Aceh, Hikayat Patani, Hikayat Siak dan sebagainya.

Hal ini dikarenakan pada umumnya karya sastra bercorak sejarah mengandung sumber informasi masa lalu yang mempunyai nilai sejarah untuk mengetahui budaya masyarakat Melayu dan melihat lebih dekat silsilah-keturunan, falsafah serta pemikiran masyarakat Melayu. Ketertarikan terhadap beberapa hal tersebut menjadikan karya sastra sejarah lebih banyak diminati oleh para peneliti (Hashim, 1992: 15).

Karya-karya tersebut juga kaya dengan rekaman peristiwa heroik tentang spirit nasionalisme masyarakat Melayu. Sehingga karya-karya dalam historiografi Melayu, termasuk hikayat, sejatinya telah membangun sebuah peradaban Islam khas Nusantara dengan segala lika-liku perjalanan sejarah. Hal ini terlihat melalui beberapa karya sastra sejarah yang mengisahkan tentang etnik pribumi Melayu yang berjuang menentang musuh (pihakpenjajah) demi mempertahankan tanah air mereka. 

Pengalaman berabad-abad lamanya dikuasai penjajah menyediakan  satu ruang dan kesempatan kepada penulis- penulis masa silam untuk membangkitkan kesadaran kepada generasi mendatang tentang sejarah perjuangan leluhur mereka. Penentangan tersebut tumbuh sebagai bentuk sikap mencintai tanah air ataupun semangat kebanggaan terhadap bangsanya. 

Nasionalisme tersebut lahir dan bangkit sejak kedatangan kaum kolonial di Nusantara yang berawal dari kedatangan Portugis (seperti yang terangkum dalam Sulalatus Salatin), diikuti Belanda, Spanyol dan Inggris. Kekuasaan kaum kolonial dan imperialis telah melahirkan konflik  yang berkepanjangan antara pihak penjajah dengan masyarakat pribumi. Peperangan menjadi jalan akhir, titik puncak dari respons masyarakat pribumi terhadap pengaruh asing yang akhirnya membawa implikasi besar bagi kedua belah pihak.

Semangat penentangan masyarakat pribumi terhadap pihak Portugis di Nusantara turut menjadi  cerita-cerita  lisan yang terekam dalam penulisan sejarah di wilayah-wilayah yang menjadi basis kekuasaannya. Di antaranya yakni Hikayat Anggun Cik Tunggal, Hikayat Malim Dewa dan Cerita Bongsu Pinang Peribut (Zubir Idris, 2011: 109).

Menurut Hamka (1963: 106-108), cerita- cerita lisan seperti “Anggun Cik Tunggal” (di Minangkabau dikenal dengan “Nan Tonggal Megat Djebang”), ditulis untuk menunjukkan kekejaman yang telah dilakukan oleh kolonial Barat (Portugis). Dengan menggunakan kata yang penuh kiasan dan sindiran, cerita ini disebarkan dari mulut ke mulut, tentang bagaimana buruk dan kejinya bangsa yang menjajah negeri Melayu. Melalui cerita- cerita seperti “Anggun Cik Tunggal,” segala kekejaman orang Barat (Portugis) dapat diperlihatkan sebagaimana kutipan dibawah ini.

“Demikianlah, apabila bangsa kita telah merasa lemah, tidak dapat melawan lagi, mereka buat cerita. Di dalam cerita itu diisikanlah sindiran dan rasa benci kepada musuh, dihinakan dan ditunjukkan kejahatannya, sehingga anak cucu mengerti, dan pada suatu masa kelak, ‘malu yang tercoreng di kening’ itu akan dapat dihapuskan juga dengan kedatangan Nan Tonggal.”

Dalam penulisan sastra sejarah atau karya historiografi, setelah penjajah datang ke Nusantara, kebanyakan karya-karya tersebut ditulis kembali karena permintaan pihak penjajah sendiri selain faktor hubungan baik antara penulis dengan penjajah yang juga mendorong lahirnya pusat penerbitan. Beberapa karya yang diterbitkan oleh pihak penjajah contohnya karya Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belas diterbitkan oleh majalah TBG 2 Betavia. Begitu juga karyanya yang lain yakni Mukhtasar Syariat al-Islam dan Taj al-Salatin  (Bt  Zakaria,  2011:  5).  Menurut

Denisova (2008: 132-134) hal ini berimbas pada karakter para orientalis yang meneliti sejarah Islam Nusantara umumnya mengawali penelitian dengan tradisi-tradisi lama (sebelum Islam) termasuk dalam kebudayaan, sejarah dan adat-istiadat Hindu-Buddha sebagai subjek kajiannya. Menurut Denisova (2008), salah satu penyebabnya adalah ‘euro- centrism’ dan sikap apatis terhadap peran Islam di Nusantara. Biasanya para orientalis menganggap Islam sebagai faktor negatif dalam proses perkembangan Islam di Nusantara.

Para orientalis terlebih yang berpihak pada kolonialis enggan memperhatikan bahwa Islam  memajukan  peradaban   masyarakat di Nusantara. Mereka juga tidak jeli dalam memperhatikan pengaruh Islam dalam mengembangkan kebudayaan dan pemikiran termasuk  dalam  hal  keilmuan,  filosofi  dan bahasa. “Euro-centrism” bermakna penelitian maupun kajian mengenai Nusantara dilihat dari sudut pandang orang Eropa. Misalnya E.    Netscher, seorang ilmuwan dan pegawai kolonial Belanda di Riau, dalam bukunya De Netherlanders in Johor Siak (Orang Belanda di Johor dan Siak) menyatakan bahwa sejarah negeri-negeri Melayu hanya sebagai sejarah orang Eropa di dalamnya.

Netscher tidak memperhatikan sejarah orang-orang Melayu sendiri. Penjajahan di Nusantara oleh orang- orang Eropa mengabaikan warisan umat muslim Nusantara. Orang-orang Eropa tidak memahami secara mendalam sejarah Islam di Nusantara. Hal ini karena Muslim di Nusantara selalu dianggap oleh orang Eropa sebagai pesaing yang dalam perjuangannya untuk memonopoli perdagangan di Asia Tenggara.

Menurut Abdul Haris Nasution (1963: 37): “…tidak perlu heran bahwa Islam dalam alam Melayu belum dipelajari lagi secara sepatutnya. Selama penjajahan Eropah yang berlangsung selama 350 tahun itu, pemerintah kolonial selalu berusaha untuk mengaibkan Islam dan umat Islam, menganggap orang Muslim sebagai golongan masyarakat yang paling mundur”.

Persepsi negatif dan sikap prejudis para orientalis jelas tidak membawa kemajuan dalam perkembangan Islam di Nusantara terutama dalam bidang sejarah masuknya Islam di Nusantara, cara penyebaran Islam di Nusantara dan aliran umat Islam di Nusantara. Selain itu, tulisan-tulisan para orientalis itu justru mendorong beberapa prasangka atau “mitos” tentang Islam Nusantara dan warisan sejarah Islam Nusantara (Denisova, 2008: 132- 134). 

Semestinya sudah menjadi bukti bahwa warisan sejarah Islam Nusantara seperti Hikayat Raja Pasai, Hikayat Aceh, Hikayat Siak, Sejarah Melayu, Tuhfat an-Nafis, Peringatan Sejarah Negri Johor dan yang lainnya telah menunjukkan bahwa khazanah ini merupakan sumber-sumber sejarah yang sangat penting dalam literatur Islam di Nusantara. Tetapi bagi sebagian para orientalis Barat, hasil penulisan sejarah lokal sering dianggap sebagai sumber- sumber yang bukan bersejarah dan tidak bisa dijadikan sebagai rujukan penulisan sejarah (Denisova, 2008: 135)

Sumber-sumber sejarah Islam Nusantara pada kurun abad 14 sampai abad 19 dalam bentuk hikayat, babad atau chronicles atau annals biasanya ditulis oleh para pengarang atas titah sultan, untuk mengagungkan atau untuk mempromosikan kepentingan dan pemikiran keluarga istana sehingga terdapat unsur mitologi. Namun setiap informasi yang ada dalam karya-karya tersebut jika dikaji secara kritis dan terperinci ada jejak fakta- fakta sejarah yang bisa ditemukan. Sehingga sebagai rujukan dalam setiap kajian ilmiah teks-teks  tersebut  memiliki   nilai   sejarah dan dapat digunakan sebagai pintu masuk untuk mengkaji sejarah dan peradaban Islam  di Nusantara (Denisova, 2008: 136). (Arik Dwijayanto & Dawam Multazam). [Dawam Multazam]

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (277) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (404) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (70) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (304) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (449) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (186) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (211) Sirah Sahabat (130) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (138) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)