16 Tahun Penarikan dari Gaza, Fokus Perlawanan Tertuju ke Al-Quds
https://melayu.palinfo.com/news/2021/9/13/16-Tahun-Penarikan-dari-Gaza-Fokus-Perlawanan-Tertuju-ke-Al-Quds
Gaza – Pusat Informasi Palestina+-
Hari ini, 12 September, menandai peringatan 16 tahun kekalahan perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel atas tanah Gaza setelah 38 tahun menjajah. Gaza bisa hidup secara terhormat dan bermartabat luar biasa.
Sebanyak 25 permukiman Israel menguasai sekitar 35% dari wilayah Jalur Gaza. Mereka berfungsi sebagai titik kontrol strategis penjajahan. Mereka juga merupakan kekayaan nyata karena dengan permukiman itu, Israel menjarah sumber daya alam Jalur Gaza. Bukti paling tak terbantahkan adalah pencurian air tanah segar dan bukit pasir yang diangkut wilayah Palestina yang diduduki Israel tahun 1948.
25 permukiman Yahudi ini menancap di tanah Jalur Gaza menjadi peninggalan setelah Israel menarik diri karena dikalahkan serangan dan kegigihan perlawanan Palestina. Selama ini permukiman Yahudi itu seperti kelenjar kanker yang mencabik-cabik wilayah Jalur dan melumpuhkan pergerakannya dan lalu lintas rakyatnya.
Eskalasi Perlawanan
Sejak hari pertama Intifadah Al-Aqsha (Intifadah II), wilayah Palestina pada umumnya, dan di Jalur Gaza pada khususnya, menjadi ajang peningkatan perlawanan. Bahkan terjadi perkembangan dan pertumbuhan media perlawanan dibandingkan dengan Intifada I dimana media dan alat paling utama adalah batu dan bom molotov.
Seluruh titik pertemuan dengan penjajah Israel di Jalur Gaza menyaksikan konfrontasi sehari-hari, yang dengan cepat berkembang menjadi serangan ke pemukiman dan penembakan terhadap tentara Israel. Tabiat konfrontasi militer yang terus berkembang antara perlawanan dan penjajah Israel selama Intifadah mengharusnya adanya suplai sarana pertempuran local untuk memenuhi kebutuhan lapangan yang terus meningkat. Maka kelompok pejuang perlawanan memproduksi banyak senjata seperti granat berpeluncur roket, anti- baju besi, granat, dan sabuk peledak.
Perkembangan pesat kemampuan militer perlawanan selama Intifadah ini, meningkatkan beban bagi Israel dalam melindungi para pemukim di Gaza. Sehingga Gaza menjadi mimpi buruk yang diimpikan Sharon untuk disingkirkan.
Sarana Perlawanan
Selama lima tahun berlangsungnya Intifada di Jalur Gaza, perlawanan Palestina, yang dipimpin oleh Brigade Al-Qassam, menggunakan semua alat, sarana dan segala opsi untuk menghadapi penjajah Zionis. Brigade Al-Qassam menemukan metode baru dalam melawan pendudukan, yaitu menggali terowongan dan menargetkan pos militer pendudukan.
Al-Qassam melakukan, melalui Senjata Terowongan Strategis, banyak operasi yang mengubah perimbangan konflik dengan Israel dan mendorong mereka untuk kabur dari Gaza. Hal ini terutama karena operasi pos Tarmid pada September 2001, operasi pos militer Hardoun pada Desember 2003 dan operasi pos Mahfudah Juni 2004, Operasi Barakin Al Ghadab Desember 2004, operasi terowongan dalam Panah Menembus pada tahun 2004.
Di antara alat yang digunakan oleh perlawanan adalah operasi berani mati (syahid) pada 14 Januari 2004, syuhada Qassam Reem Al-Riyashi meledakkan sabuk peledaknya di tengah pertemuan tentara pendudukan dan petugas di persimpangan Beit Hanoun, menewaskan 4 tentara dan melukai 10 lainnya.
Dalam membalas pembunuhan Syekh Ahmed Yassin, pada tanggal 28 April 2004, syahid Tariq Hamid meledakkan mobilnya di pos pemeriksaan Abu Houli di Deir al-Balah. Israel mengakui empat tentaranya terluka parah.
Perlawanan juga menyerbu sejumlah pos militer Israel. 2 Oktober 2001, Brigade Qassam melakukan penyerbuan pertama terhadap sebuah pemukiman di Intifadah Al-Aqsha, menargetkan pemukiman Eli Sinai di Jalur Gaza utara, yang dilakukan oleh dua orang Qassam. Asy-Syahid Ibrahim Nizar Rayan dan Abdullah Shaaban yang menewaskan dua tentara Israel dan melukai 15 lainnya.
Pada 7 Maret 2002, martir Muhammad Farhat menyerbu Akademi Militer Israel Otsim di permukiman yahudi Atzmona dan terlibat baku tembak dengan tentara di dalamnya yang menyebabkan menewaskan 11 tentara Israel dan melukai 10 lainnya.
Pada 21 Maret 2004, dua martir, Muhammad Salem dari Brigade Al-Qassam, dan Nabil Masoud dari Brigade Martir Al-Aqsa melakukan operasi gabungan di dalam Ashdod, menewaskan 10 orang Israel dan melukai 20 lainnya.
Pada tanggal 2 Mei 2004, Brigade Al-Quds bersama dengan Brigade Al-Nasir Salah Al-Din melakukan operasi penyerbuan terhadap Kissufim yang dilakukan oleh dua pejuang, Ibrahim Hammad dan Faisal Abu Naqira, mereka menewaskan 5 pemukim yahudi dan melukai beberapa lainnya.
Pada tanggal 14 Januari 2005 M, Brigade Al-Qassam, Brigade Syuhada Al-Aqsha, dan Brigade Salah Al-Din Al-Nasser melakukan “epik jihad”, menyerang Israel di persimpangan Karni dalam operasi syahid kualitatif, “mengguncang benteng” yang menewaskan 6 tentara Israel dan melukai 5 lainnya.
Kerugian Penjajah Israel
Selama tahun-tahun Intifadah Al-Aqsha, perlawanan, yang dipimpin oleh Brigade Al-Qassam, melakukan 68 operasi antara penembakan, peledakan kendaraan dan penyerbuan daerah yang dirampas Israel yang menewaskan 135 warga Israel, termasuk 106 tentara dan perwira dan 29 pemukim, sementara puluhan dari mereka terluka.
Tahun 2004 M, tahun sebelum penarikan dari Gaza, jumlah kematian tertinggi di antara tentara pendudukan Israel adalah 46 tentara tewas, yang membuat penjajahan Israel di Gaza yang hidup berdekatan dengan perlawanan Palestina menjadi tidak mungkin.
Meskipun pendudukan Israel menargetkan Hamas dan para pemimpinnya sejak awal, perlawanan mengarahkan ke jalan yang benar dan menjaganya. Perlawanan membentuk bendungan yang tidak dapat ditembus dan dilucuti senjatanya yang dipraktikkan oleh Otoritas Palestina dan kroni-kroninya.
Perkembangan Gerakan Perlawanan
Penarikan Israel dari Jalur Gaza memungkinkan perlawanan Palestina untuk bekerja secara bebas dan untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai kemampuannya, karena perlawanan bekerja untuk mempersiapkan taktik baru dalam menghadapi pendudukan Israel.
Dinamika ini memungkinkan perlawanan untuk bertahan dalam menghadapi agresi pendudukan yang berkelanjutan terhadap rakyat Palestina kami di Jalur Gaza, dan juga memungkinkannya untuk menggagalkan tujuan pendudukan dalam melenyapkan wilayah Palestina yang diduduki.
Perkembangan ini memungkinkan perlawanan untuk bertahan dalam menghadapi agresi pendudukan yang berkelanjutan terhadap rakyat Palestina kami di Jalur Gaza, juga memungkinkan untuk menggagalkan tujuan pendudukan dalam menghilangkan perlawanan Palestina, yang saat ini telah menjadi mimpi buruk bagi para pemimpin pendudukan.
Penarikan dari Gaza menjadi titik balik utama dalam pengembangan kinerja dan senjata perlawanan, dan perluasan pertempuran dengan musuh, sampai menjadi kreatif dalam satu pertempuran demi satu, dan orang-orang tetap protektif dan mendukung meskipun kelaparan dan pengepungan.
Perkembangan perlawanan terlihat pada kinerjanya di lapangan selama Pertempuran al-Asf al-Ma’kul 2014, karena perlawanan melakukan banyak operasi militer kualitatif dan operasi serangan hingga menembus belakang garis musuh. Hingga akhirnya ke Pertempuran Seif al-Quds, ketika jangkauan rudal perlawanan diperluas untuk mencapai wilayah kedalaman Zionis di wilayah jajahan 1948.
Terlepas dari konspirasi pengepungan dan agresi, Gaza berhasil bertahan dan membangun tahap di mana ia akan menjadi angka sulit dalam perimbangan Palestina, Arab dan internasional.
Enam belas tahun setelah kekalahan Israel dan memaksanya menarik diri dari Gaza, yang diyakini Hamas sebagai pencapaian nasional dan awal pembebasan sisa wilayah dan tanah Palestina. Perlawanan akan tetap berada dalam peta perjuangannya dari Gaza ke Al-Quds hingga Nablus, Hebron dan Jenin al- Qassam, dan kota Beita. Perlawanan akan tetap legitimasi dengan segala alat dan segala bentuk, akumulasi dan peningkatan kekuatannya, sampai pertempuran pembebasan dan kekalahan pendudukan seluruh Palestina terwujud. (at/pip)
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif