basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Allah Mengkisahkan Kafirin? Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Mengapa Allah mengkisahkan orang Kafir da...

Allah Mengkisahkan Kafirin?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Mengapa Allah mengkisahkan orang Kafir dalam Al-Qur'an? Bukan sekedar meninggalkan keburukannya, tidak adakah  kebaikannya?

Di Al-Kahfi, Allah mendesain bagaimana orang kafir diberikan kekayaan. Dibuat struktur kebun, ladang, sungai. Di desain komposisi pohon-pohon yang tumbuh di kebun dan ladang. Di desain tata letak setiap jenis pohon.

Fir'aun kokoh sebab kekuatan militer. Haman, mendesain strategi kekuasaan. Qarun, Pengusaha penyokong penguasa. Ahli Sihir, para intelektual.

Mengapa mereka sangat loyal pada penguasa? Saat mukmin berkuasa, bukankah yang kafir juga bisa menjadi bagian kekuasaannya juga?

Menurut Ibnu Khaldun, kekuasaan itu kokoh karena  fanatisme. Bagaimana jiwa fanatisme Kafirin didesain pada penguasa untuk menciptakan kemaslahatan?

Munafikin pernah berperang bersama Rasulullah saw. Mereka merongrong kekuatan muslimin. Bagaimana agar kemunafikinnya tidak bekerja?

Pasukan Mukminin resah dengan kehadiran Munafikin. Setiap hari mereka diadudomba. Bagaimana agar Munafikin tak bisa mengadu domba?

Dengan khasanah kisah Kafirin, mukminin bisa mengendalikan dan memanfaatkan kekuatan Kafirin. Bagaimana mereka bisa loyal dan mendukung dengan karakter aslinya.

Dari kisah Kafirin dan Munafikin, dipelajari bagaimana kekuatan dan kekayaan tumbuh dengan logika dan akal yang mengandalkan kekuatan manusia saja.

Rasulullah saw paham karakter Kafirin, sehingga mereka ada yang menjadi pembela dakwah dalam kekafiran mereka.

Rasulullah saw paham sifat Kafirin, yang membuat Kafirin bermigrasi berbondong-bondong menjadi muslim.

Ini pula yang membuat Kristen Koptik menjadi pembela Amr bin Ash saat membebaskan Mesir di era Umar bin Khatab.

Syariat Allah, Ilmu dan Teknologi Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Vaksin itu bukan obat penyembuh. Ha...

Syariat Allah, Ilmu dan Teknologi

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Vaksin itu bukan obat penyembuh. Hanya media perangsang agar imunitas tubuh bekerja lebih cepat dan akurat.

Yang bisa dilakukan, hanya mengurangi efek virus, dan menguatkan imunitas tubuh untuk melawan virus. Belum ditemukan obatnya, tanda kebodohan manusia.

Hidup ini penuh misteri, walaupun air samudera dijadikan tinta. Seluruh bahan dijadikan kertas. Tak bisa mengungkapkan misteri hidup.

Kelemahan ini yang menyebabkan Allah menurunkan Syariat-Nya. Agar seluruh persoalan tuntas dengan cara singkat, mudah dan sederhana.

Generasi berganti, datang lalu pergi. Tetapi persoalan manusia selalu sama dari generasi ke generasi. Hanya cara hidup saja yang berubah dan berevolusi.

Obsesi, keinginan, kebutuhan, dan  khayalan. Yang diperebutkan,  dipersaingkan dan diributkan tetap sama dari generasi ke generasi.

Syariat Allah tetap abadi karena persoalan manusia tak pernah berubah. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berubah karena cara hidup manusia berevolusi.

Jiwa, ruh, hati, hawa nafsu, akal, raga, syetan tak pernah berubah karakternya. Itulah sebab Syariat Allah tak pernah berubah dan berganti lagi.

Meninggalkan Syariat Allah sama saja membiarkan kehidupan dan peradaban manusia dalam lingkaran kubangan  persoalan yang abadi.

Ilmu dan Teknologi berkembang bukan karena menciptakan hal baru. Hanya memanfaatkan, baru sadar dan paham apa yang sudah ada di jagat raya ini.

Ilmu dan Teknologi lahir karena Allah memberikan akal, rasa penasaran dan tantangan hidup. Jadi, bukan rekayasa diri manusia melalui penciptaan dirinya sendiri.

Ilmu dan Teknologi tercanggih, bukan hasil kecerdasan manusia. Namun baru di zaman inilah Allah mentakdirkan ilmu dan teknologinya diturunkan.

Seperti ilmu Ushul Fiqh, prinsipnya sudah ada di Al-Qur'an dan hadist, namun baru terbongkar di era Imam Syafii.

Seperti teknologi informasi, sejak dulu sudah ada, namun manusia baru disadarkan di era kini. Galilah ilmu dan teknologi untuk meneguhkan kehambaan diri.

Ketajaman Firasat, Melampaui Akal dan Ilmu Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Firasat teruslah menajamka...

Ketajaman Firasat, Melampaui Akal dan Ilmu

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Firasat teruslah menajamkan firasat. Firasat itu pertolongan Allah untuk menjaga, melindungi dan membaca masa depan. Seorang tabiin mengungkap firasatnya bahwa yang bisa menaklukkan Konstantinopel adalah seorang khalifah yang namanya dari seorang Nabi. Maka Sulaiman bin Abdul Malik segera mengerahkan seluruh sumberdaya dan prajurit untuk merealisasikan janji Rasulullah saw tentang penaklukan Konstantinopel. Ternyata bukan atas namanya, tetapi Muhammad Al Fatih. Seorang khalifah yang menyematkan nama nabi Muhammad bukan nabi Sulaiman.

Syeikh Aaq Syamsudin dan Imam Qurani terus menempa pangeran Muhammad Al Fatih. Dalam firasat mereka berdua, pangeran ini yang akan mewujudkan janji Rasulullah saw tentang Konstantinopel. Firasat imam Malik terhadap Syafii kecil ternyata benar. Firasat seorang ulama di Mekkah yang menghentikan beberapa ulama yang sedang mentertawakan Al-Bukhari kecil karena baru menghafal beberapa hadist dalam sehari, ternyata benar. Al-Bukhari menjadi ulama hadist terkemuka dan terpercaya. Dengan firasat, kita mengetahui apa yang akan terjadi sebelum melangkah. Lalu segera menghindar sebelum bahaya terjadi. Atau segera bertindak bila hal itu bermanfaat.

Seorang ulama kontemporer, Muhammad Ahmad Rasyid, membedah kekuatan firasat dalam mengkreasikan masa depan. Firasat adalah kekuatan yang Allah turunkan kepada yang bertakwa dalam menghadapi tantangan zaman. Bukankah pemilihan hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan firasat para ulama? Ditanggal itulah waktu yang tepat? Ditanggal itulah waktu kekosongan kekuasaan Jepang dan Belanda? Kemenangan kaum muslimin saat melawan tentara Mongol karena firasat seorang ulama yang bernama Izzudin Abdus Salam. Kapan waktu penyerangan? Bagaimana caranya? Para sultan berdiskusi dengan ulama. Imam Al-Ghazali menyebut ketajaman firasat sebagai terbukanya tabir antara dirinya dan Allah.

Imam Al Qusyairi dalam risalahnya menukil dari gurunya bahwa firasat adalah suara bathin yang masuk ke dalam hati. Muhammad Al Wasithi menambahkan bahwa firasat merupakan pancaran cahaya yang memancar ke dalam hati. Kekuatan makrifatnya membawa berbagai rahasia ke dalam hati, dari sesuatu yang gaib menuju yang gaib, sehingga mampu melihat sesuatu menurut sisi Tuhan memandang. Berkaitan dengan firasat Rasulullah saw bersabda, "Takutlah kalian pada firasat orang mukmin karena dia melihat dengan cahaya Allah."

Firasat bisa juga berbentuk mimpi. Mimpi yang benar seorang mukmin merupakan salah satu tanda Kenabian yang Allah sisakan di muka bumi ini. Abbas Asisi bercerita saat Najib Abdul Aziz dipenjara oleh Gamal Abdul Nasser. Dia bermimpi bahwa presiden Gamal Abdul Nasser sedang sekarat pada hari dan tanggal tertentu. Mimpi ini diceritakan kepada sahabatnya. Berita mimpi ini menyebar hingga ke kantor intelejen di Kairo. Dan ternyata mimpi tersebut benar-benar terjadi. Lalu bagaimana menajamkan firasat?

Imam Qusyairi mengatakan orang yang memiliki firasat, melihat segala sesuatu dengan cahaya Allah. Cahaya ini memancar ke dalam hati hingga dapat melihat berbagai makna atau nilai-nilai yang termanifestasikan dalam alam semesta. Ini merupakan keistimewaan iman. Kebanyakan mereka berkarakter Rabbani. Mereka berakhlak dengan akhlak Allah. Berfikir dengan pandangan Allah. Mereka kosong dengan pengaruh makhluk. Inilah penyebab tajamnya firasat.

Syah Al Kirmani mengatakan, "Barangsiapa yang menutup mata dari pandangan yang haram. Mencegah diri darinya dari syahwat. Menetapi batinnya dengan keabadian perasaan diawasi Allah, meneguhkan zahirnya untuk beristiqamah mengikuti sunnah Rasulullah saw. Membiasakan makan yang halal, maka firasatnya tidak mungkin salah." Firasat tak dapat diperoleh kecuali dengan riyadhah jasad, hati dan akal.

Firasat melampaui akal dan ilmu. Akal dan ilmu berasal dari apa yang sudah diketahui untuk menimbang, berfikir dan bertindak terhadap sesuatu. Akal menyimpan sesuatu yang pernah  ada. Ilmu berasal dari pengalaman, kejadian dan penelitian yang terus berulang sehingga dianggap telah baku. Namun bagaimana menghadapi sesuatu yang tidak dan belum diketahui, namun harus diambil tindakan? Atau kejadian tiba-tiba diluar nalar dan kebiasaan, namun harus bersegera diambil tindakan? Inilah gunanya firasat. Seorang pemimpin lebih banyak bergelut di ranah firasat. Sedangkan akal dan ilmu diranah para penasihat dan pendampingnya.

Ilmu, Filsafat dan Agama Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Akhir ilmu adalah permulaan filsafat. Akhir ...

Ilmu, Filsafat dan Agama

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Akhir ilmu adalah permulaan filsafat. Akhir filsafat adalah permulaan agama. Inilah perjalanan mereka yang mengedepankan akalnya. Itu pun bila hatinya ada kejujuran, kerendahan hati dan menerima kebenaran. Perjalanan kehebatan, dan kejeniusan, berakhir pada ketentraman bersama agama.

Sehebatnya ilmu, apakah bisa membongkar mengapa tumbuhan terus berkembang? Bila alasannya ada akar, mengapa akar mampu menghimpun kebaikan dari tanah untuk menunjang perkembangan tumbuhan? Beragam pertanyaan ini adalah filsafat untuk mengulik keingintahuan dan rahasianya. Namun filsafat tak bisa memberikan jawabannya, akhirnya mengarungi kebingungan.

Yang mampu menjawab seluruh pertanyaan hidup. Yang mampu menjawab kegelisahan hidup. Yang mampu memupus keinginan tahuan manusia adalah agama yang hanif. Itulah mengapa imam Al-Ghazali menyimpulkan bahwa akhir dari seluruh ilmu adalah takut kepada Allah dan marifatullah.

Dengan ilmu, manusia belum tentu selamat, menemukan kebenaran dan bisa memecahkan seluruh persoalan hidupnya. Dengan filsafat manusia terus dihantui pertanyaan untuk membongkar keingintahuan dan menghapus dahaga penasarannya. Bagaimana bila langsung ke pokoknya saja? Yaitu agama?

Tak harus menjadi filosof besar. Tak harus berfikir keras. Tak harus dibekali kejeniusan. Tak harus bergelar dan berpendidikan tinggi untuk menemukan kebenaran dan merasakan buahnya filsafat dan ilmu. Cukup mendalami agama yang hanif, maka seluruhnya bisa diraih.

Mulai dari yang akhir. Bukankah itu inti semua tindakan?  Kemanfaatan, bukankah itu orientasi semua tindakan? Cepat mendapatkan hasil dengan usaha minimal, bukankah itu tindakan yang efisien? Menempuh cara yang benar, bukankah itu tindakan yang efektif?

Beragama. Taat dan patuh kepada Allah dan Rasulullah saw. Itulah cara yang paling mudah mendapatkan buah segala ilmu dan hasil pemikiran para filosof. Begitu mudah dan cepatnya mendapatkan inti sari kehidupan dengan beragama.

Berfilsafat, Mengungkapkan Rahasia Oleh: Nasrulloh Baksolahar Katanya Filsafat lahir di Yunani 2.000 tahun yang lalu  Filsafat d...

Berfilsafat, Mengungkapkan Rahasia
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Katanya Filsafat lahir di Yunani 2.000 tahun yang lalu  Filsafat dari kata "philos" dan "sofos". Philos artinya penggemar. Sofos bermakna hikmah dan ilmu. Menurut Hamka, hikmah bisa diartikan rahasia. Berarti filsafat itu untuk membongkar semua yang rahasia di kehidupan ini. Mencari hakikat kebenaran yang belum terungkap?

Alam ini penuh rahasia. Jagat raya penuh rahasia. Lihat langit, banyak rahasia yang belum terungkap walaupun teknologi terus dikembangkan. Satu rahasia terungkap, akan muncul rahasia yang baru. Satu Pintu terbuka, akan bertemu dengan pintu yang tertutup kembali. Hidup terus berjuang menemukan rahasia.

Tukikan pandangan ke bawah, di bawah telapak kaki masih penuh misteri. Tanah dan dibalik tanah masih penuh misteri. Bagaimana dengan lautan, gunung, padang pasir, hujan, burung, tumbuhan dan semua yang kita temui? Semua penuh misteri.

Lihatlah pergaulan manusia. Hidup bermasyarakat, berkeluarga, ibu menyusui anaknya, ayah mencari nafkah. Pada diri sendiri, apakah raga manusia dapat terpecahkan? Apakah jiwa manusia dapat terbongkar? Takjub, heran, dan terasa bahwa diri dipenuhi tanda tanya, seribu satu macam tanda tanya. Apakah ini? Darimana datangnya? Dan ke manakah kesudahannya?

Bila sedang berfikir, tumbuh kehendak untuk menyelidiki, hendak tahu apakah rahasia itu? Kembalilah segala tanya yang sulit tadi kepada yang bertanya, mengapa saya bertanya? Siapa saya? Semua manusia ingin memecahkan rahasia-rahasia besar itu. Sebab, semua manusia pada hakikatnya calon filosof, meskipun hanya sedikit yang akhirnya menjadi filosof.

Filsafat Yunani bermula dari pertanyaan untuk mengetahui rahasia kejadian alam. Darimana kejadiannya? Apakah terjadi sendirinya atau ada yang menciptakan? Akhirnya ada mengatakan bahwa asal kejadian alam adalah air, api, uap, angin, tanah dan ada juga yang mengatakan atom?

Setelah itu muncul pertanyaan, yang lebih dahsyat lagi yaitu, "Siapa Saya?" Kita ini siapa? Darimana kita datang? Kemana kita pergi? Mengapa kita hidup? Apa artinya hidup ini? Apa perbedaan kehidupan manusia dengan makhluk lain? Mengapa ada mati? Apa artinya mati?

Bertanya akan membongkar sesuatu. Bertanya akan menemukan rahasia. Bertanya akan mengungkap beragam informasi yang terpendam. Itulah pertanyaan Nabi Ibrahim untuk menemukan Sang Pencipta. 

Bergerilya Bertemu Nabi Khaidir di Era Modern Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Nabi Ulum Azmi belajar ...

Bergerilya Bertemu Nabi Khaidir di Era Modern

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Nabi Ulum Azmi belajar pada seseorang yang tak dikenal. Belajar pada yang tak bergelar dan tak dihormati. Belajar pada yang lebih rendah  kedudukannya.

Orang ini tersembunyi. Tidak ada di majelis ilmu, universitas dan bangku sekolah. Tidak dikerumuni orang. Berada di pelosok, jauh dari keramaian perdebatan keilmuan dan kehebatan.

Orang ini tak memiliki jabatan. Hanya rakyat jelata rendahan. Namun dia dirahmati dan mendapatkan ilmu langsung dari Allah.

Orang ini "abadi" kehadirannya. Banyak ulama yang telah bertemu dengannya. Dialah yang sering disebut "Khaidir".

Bila Nabi Musa, pemimpin dan pemuka manusia, saja terus mengembara mencari Khaidir, mengapa kita merasa tinggi dengan kepalsuan jabatan dan keilmuan?

Buya Hamka berkata, "Sering menemukan 'profesor' tak terkenal di dusun terpencil, di ladang, di lereng bukit, perkataannya penuh hikmah."

Buya Hamka sering menemukan pemikiran 'profesor' yang bukan profesor, namun jernih cara berfikirnya sehingga pantas dijadikan pedoman hidup.

Menurut Buya Hamka, Khaidir itu selalu ada tidak seorang, dan tidak mati, melainkan ganti berganti. Asal pandai mencarinya, akan bertemu.

Bila Buya Hamka selalu bertemu dengan Khaidir, mengapa kita belum? Bisa jadi keangkuhan dan salah melihat kedalaman  jiwa dan pikiran orang.

Nabi Musa, seorang Nabi Pahlawan, kisahnya sering dipaparkan, 300 kali namanya disebut di Al-Qur'an. Namun dia merunduk dihadapan Khaidir.

Banyak yang pintar, cerdas, tajam,  jernih dan luas pemikiran dan karyanya, yang  memilih  bersembunyi di tempat yang tak dihargai dan dikenal manusia.

Menurut Buya Hamka, ciri Khaidir, kemana saja dia pergi, kesuburanlah yang dibawanya. Tanah tandus jadi subur. Pikiran yang kering jadi terobati.

Tanda kebersihan dan kerendahan hati,  selalu mencari Khaidir di tempat yang jauh dari kepongahan kekuasaan, keilmuan dan popularitas.

PENGARUH FILSAFAT TERHADAP KEMUNDURAN ISLAM Oleh: KH. Hafidz Abdurrahman, MA. Pengantar Lahirnya filsafat di Dunia Islam memang ...


PENGARUH FILSAFAT TERHADAP KEMUNDURAN ISLAM

Oleh: KH. Hafidz Abdurrahman, MA.

Pengantar

Lahirnya filsafat di Dunia Islam memang tidak dapat dipisahkan dari tradisi ilmu kalam yang mendahuluinya. Sebelumnya, para mutakallimin memang telah menggunakan mantiq (logika) dalam tradisi kalam mereka, baik untuk membantah maupun menyusun argumentasi. Dalam hal ini, bukti paling akurat dapat dilacak dalam kitab al-Fiqh al-Akbar, karya Abu Hanifah  (w. 147 H/768 M). Selain menggunakan mantik, beliau juga menggunakan istilah filsafat, seperti jawhar (substabsi) dan ‘aradh (aksiden), yang notabene banyak digunakan Aristoles dalam buku-bukunya.

Ini membuktikan, bahwa mantik sebagai teknik pengambilan kongklusi (kesimpulan) telah digunakan oleh ulama kaum Muslim pada abad ke-2 H/8 M. Hanya saja, ini tidak secara otomatis menunjukkan bahwa filsafat telah dikaji secara mendalam pada zaman itu. Bukti di atas hanya membuktikan pemanfaatan logika mantik dalam menghasilkan kongklusi. Kesimpulan ini juga tidak dapat digunakan untuk menarik kongklusi yang lebih luas mengenai kemungkinan logika telah dipelajari secara mendalam oleh para mutakallimin, sebagaimana logika yang diuraikan oleh Ibn Sina. Sebab, bukti yang akurat menunjukkan, bahwa perkembangan pemikiran filsafat Yunani di negeri Islam baru terjadi setelah aktivitas penerjemahan pada zaman Abbasiyah.

Meski demikian, penggunaan logika (mantik), diakui atau tidak, telah membuka celah masuknya filsafat di Dunia Islam. Karena itu, pasca generasi Washil, filsafat Yunani kemudian dipelajari secara mendalam oleh ulama Muktazilah, separti Dhirar bin Amr, Abu Hudhail al-‘Allaf, an-Nazhzham, dan lain-lain. Dari sinilah kemudian, lahir karya mereka, seperti Kitâb ar-Radd ‘alâ Aristhâlîs fî al-Jawâhir wa al-A‘râdh, karya Dhirar bin ‘Amr, Al-Jawâhir wa al-A‘râdh dan Tathbît al-A‘râdh, karya Abu Hudhail al-‘Allaf, Kitâb al-Manthiq dan Kitâb al-Jawâhir wa al-A‘râdh, karya an-Nazhzham.

Di samping itu, penyebaran filsafat ini semakin meningkat, khususnya sejak al-Makmun, murid Abu Hudhail al-‘Allaf, tokoh Muktazilah Baghdad, mendirikan Baitul Hikmah tahun 217 H/813 M; sebuah pusat kajian filsafat yang dipimpin oleh Yuhana bin Masawih. Di kota ini juga al-Kindi (w. 260 H/873 M) banyak berinteraksi dengan para penerjemah filsafat dari bahasa Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab, seperti Yahya bin al-Baitriq (w. 200 H/815 M) dan Ibn Na‘imah (w. 220 H/830 M). Di sinilah al-Kindi juga dibesarkan sebagai filosof Arab yang pertama. Setelah itu, menyusul nama-nama seperti al-Farabi (w. 339 H/951 M) dan Ibn Sina (w. 428 H/1049 M). Mereka adalah para filosof yang hidup di Timur. Di Barat, lahir nama-nama seperti Ibn Bajjah (478-503 H/1099-1124 M), Ibn Thufail (w. 581 H/1185 M), dan Ibn Rusyd (w. 600 H/1217 M).

Secara umum, ciri filsafat mereka tidak jauh dari filsafat Yunani yang didominasi oleh Plato dan muridnya, Aristoteles. Baik pandangan al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn Thufail maupun Ibn Rusyd, semuanya nyaris hanya membela pandangan Plato atau Aristoteles. Kadang-kadang mereka terlibat untuk mengkompromikan kedua pandangan tokoh ini, seperti yang dilakukan oleh al-Farabi, atau bahkan mencoba mengkompromikan Islam dengan pandangan kedua filosof Yunani tersebut, seperti yang dilakukan oleh al-Kindi atau Ibn Rusyd. Karena itu, tepat sekali apa yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun yang menyatakan bahwa mereka hanyalah para penjiplak (al-muntahilûn). Artinya, apa yang mereka tulis itu bukan merupakan pemikiran mereka sendiri, melainkan pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh para filosof Yunani sebelumnya. Jumlah mereka, kata an-Nabhani, tidak banyak, sehingga pandangan-pandangan mereka tidak menjadi arus utama pemikiran umat Islam pada zamannya.

Sementara itu, filsafat Persia dan India juga berkembang di Dunia Islam, terutama setelah ditaklukkannya kedua wilayah tersebut pada zaman permulaan Islam. Hanya saja, kalau filsafat Yunani telah melahirkan para filosof Muslim, maka filsafat Persia dan India tidak. Salah satu faktornya adalah karena minimnya referensi kedua filsafat tersebut—kalau tidak boleh dibilang tidak ada—yang bisa dikaji oleh kaum Muslim.

Adakah Filsafat dalam Islam?

Secara harfiah, istilah filsafat itu berasal dari kata philosophia. Menurut Ibn Nadim (w. 380 H/985 M), mengutip keterangan Plutarch (± 100 M), istilah ini mula-mula digunakan oleh Phytagoras (572-497 SM), yang kemudian diarabkan menjadi al-falsafah. Kemungkinan yang mengarabkan pertama kali adalah Yahya bin al-Baitriq (w. 200 H/815 M),  penerjemah buku Timeaus, karya Plato. Sebab, kata philosophy (Arab: falsafah) itu ada di dalam buku tersebut. Hanya saja, bukti yang paling otentik penggunaan istilah tersebut dapat ditemukan dalam Kitab al-Falsafah al-Ulâ fî mâ dûna ath-Thabi‘iyyah wa at-Tawhîd, karya al-Kindi.

Philosophia itu sendiri berasal dari bahasa Greek (Yunani Kuno), yaitu philos dan sophia. Philos artinya cinta; atau philia berarti persahabatan, kasih sayang, kesukaan pada, atau keterikatan pada. Sophia berarti hikmah (wisdom), kebaikan, pengetahuan, keahlian, pengalaman praktis, dan intelegensi.

Philosophia, menurut al-Syahrastani (w. 548 H/1153 M), berarti mahabbah al-hikmah (cinta pada kebijaksanaan), dan orangnya (faylasuf) disebut muhibb al-hikmah (orang yang mencintai kebijaksanaan). Ini seperti yang dinyatakan oleh Socrates dalam Mukhtashar Kitâb at-Tuffâhah (Ringkasan Kitab Apel).

Secara khusus, hikmah (wisdom) ini kemudian dibagi menjadi dua: qawliyyah (intelektual) dan ‘amaliyyah (praktis). Sebab, kebahagiaan (happiness) yang dikehendaki oleh filosof adalah substansinya; virtuous activity is identical with happiness (melakukan kebaikan adalah identik dengan kebahagiaan). Kebahagiaan itu sendiri hanya bisa diraih melalui wisdom, baik dengan mengetahui kebenaran (knowledge of the good) maupun melaksanakan kebaikan (virtuous activity).

Istilah filsafat ini kemudian digunakan oleh al-Kindi dengan konotasi: pengetahuan tentang hakikat sesuatu sesuai dengan kemampuan manusia. Al-Farabi menyebutnya sebagai pengetahuan tentang eksistensi itu sendiri. Al-Khawarizmi menyebutnya pengetahuan tentang hakikat benda dan perbuatan yang berkaitan dengan mana yang lebih baik sehingga dapat diklasifikasikan: yang teoretis (nazhari) dan yang praktis (‘amali).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa filsafat itu bukan merupakan pengetahuan, tetapi juga merupakan cara pandang tentang berbagai hal, baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Secara teoretis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebenaran (al-haq)? Secara praktis, filsafat menawarkan tentang apa itu kebaikan (al-khayr)? Dari dua spektrum inilah kemudian filsafat merambah ke berbagai wilayah kehidupan manusia, sekaligus memberikan tawaran-tawaran solutifnya. Karena itu, dalam konteks inilah, Ibn Qayyim al-Jauziyah (w. 751 H/1350 M) berkesimpulan, bahwa filsafat adalah paham (isme) di luar agama para nabi. Disamping itu, filsafat memang ajaran yang murni dihasilkan oleh akal manusia.

Jika demikian faktanya, maka jelas filsafat itu—baik sebagai ajaran maupun pengetahuan—tidak ada dalam Islam. Sebab, Islam telah mengajarkan tentang al-haq (kebenaran) dan al-khayr (kebaikan), termasuk cara pandang yang khas tentang keduanya. Bukan hanya itu, Islam juga telah menjelaskan hakikat dan batasan akal, metode berpikir dan pemikiran yang dihasilkannya. Tentang yang terakhir ini, barangkali dapat merujuk buku at-Tafkîr karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.

Dampak Filsafat Terhadap Kemunduran Umat Islam

Harus ditegaskan kembali, bahwa pemikiran filosof pada zaman Kekhilafahan Islam memang bukan merupakan arus utama. Namun, pola berpikir mereka, khususnya penggunaan logika (mantik), telah merambah hampir ke seluruh bidang; mulai dari bidang akidah, usul fikih hingga tasawuf—meski fikih tetap harus dikecualikan dari penggunaan logika tersebut.

Di bidang akidah, penggunaan logika (mantik) ini telah melahirkan perdebatan panjang di kalangan para ulama usuluddin sehingga melahirkan ilmu kalam. Lahirnya ilmu kalam bukannya mengakhiri masalah, tetapi justru sebaliknya. Ilmu kalam inilah yang menyebabkan akidah kaum Muslim diwarnai dengan perdebatan demi perdebatan. Akibatnya, akidah mereka telah kehilangan substansinya sebagai pondasi. Sebab, akidah tersebut telah oleng. Para ulama ushuluddin yang juga ulama ushul fikih itu kemudian membawa pola berpikir tersebut dalam bidang ushul fikih. Perdebatan tentang hasan, qabîh, khayr, syarr, sampai muqaddimah (premis) pun terbawa. Karena itu, tidak pelak lagi, ushul fikih pun dipenuhi dengan perdebatan ala mutakallimin. Akibatnya, ushul fikih tersebut telah kehilangan substansinya sebagai kaidah (pondasi), yang digunakan untuk menggali hukum.

Fenomena pertama, diakui atau tidak, telah menyebabkan hilangnya gambaran kaum Muslim tentang qadhâ’ dan qadar, takdir, surga, neraka, serta keimanan yang bulat kepada Allah. Kondisi ini diperparah dengan pandangan sufisme—yang banyak dipengaruhi filsafat Persia dan India—seputar kehidupan panteistik, asketik, dan lain-lain. Semuanya ini pada gilirannya menyebabkan disorientasi kehidupan kaum Muslim.

Kemudian, fenomena kedua telah menyebabkan hilangnya ketajaman intelektual kaum Muslim dalam menyelesaikan persoalan. Daya kreativitas mereka menjadi tumpul. Ushul fikih berkembang, tetapi ijtihad mandeg; bukan semata-mata karena adanya seruan ditutupnya pintu ijtihad, tetapi juga karena hilangnya vitalitas ushul fikih sebagai kaidah istinbâth (penggalian hukum).

Setelah semuanya itu, maka sempurnalah kejumudan kaum Muslim sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan baru yang silih berganti, yang mereka hadapi. Bertambahnya wilayah baru pada zaman Khilafah Utsmaniyah, diakui atau tidak, telah memunculkan persoalan baru. Akan tetapi, karena kemampuan ijtihad itu telah hilang, masalah pun akhirnya menumpuk. Beban mereka pun semakin hari semakin berat. Karena itu, ketika Barat bangkit dengan renaissance-nya, mereka pun bingung: menerima kemajuan Barat, dengan segala produknya, atau menolaknya. Pada saat itu, ada yang secara ekstrem menolak segala produk Barat, dan ada yang sebaliknya. Hanya saja, tidak ada satupun di antara mereka yang bisa membedakan: mana tsaqâfah, dan mana ‘ulûm; mana hadhârah dan mana madaniyah.

Seiring dengan kekalahan kelompok yang pertama, maka semua produk Barat mulai diambil oleh kaum Muslim, mulai yang bersifat fisik sampai non-fisik. Dari sanalah, perundang-undangan ala Barat mulai diperkenalkan kepada kaum Muslim. Lalu model fikih taqnîn (yang berbentuk undang-undang dengan pasal perpasal) pun mulai muncul; sebut saja kitab al-Ahkâm al-‘Adliyyah. Setelah itu, perundang-undangan Barat mulai masuk dan menggantikan perundang-undangan Islam. Kemudian terjadilah pemisahan mahkamah menjadi: sipil dan syariah. Demikian seterusnya hingga sedikit demi sedikit hukum Islam pun lenyap dari peredaran dan tidak lagi diterapkan, selain dalam bidang ahwâl syakhshiyah.

Selanjutnya, tepat pada tanggal 3 Maret 1924 M, pemberlakukan hukum Islam pun diakhiri dengan dibubarkannya institusi Khilafah, dan dibekukannya Islam oleh Kamal Attaturk. Setelah itu, sampai saat ini, kehidupan kaum Muslim terus terpuruk. Wallâhu a'lam

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (277) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (230) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (402) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (70) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (300) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (449) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (186) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (211) Sirah Sahabat (130) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (138) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)