Setelah Wafat pun, Harta Harus Terus Berputar
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Fenomena rumah kosong atau "Akiya" di Jepang, yang jumlahnya mencapai jutaan, disebabkan oleh penurunan jumlah penduduk, peningkatan usia lansia, dan kurangnya ahli waris, sehingga banyak rumah yang ditinggalkan karena pemiliknya meninggal atau pindah ke kota.
Apa dampak dari harta yang menganggur? Bagaimana bila tidak diwariskan? Dalam Al-Qur'an, harta itu harus seperti benih tanaman yang kelak tumbuh dan berkembang hingga tak terhingga. Harta tak boleh berhenti untuk dikembangkan.
Bila pemiliknya wafat, apakah hartanya ikut "wafat" pula? Hartanya dihancurkan dan dipendam ke dalam kubur? Harta harus diwariskan kepemilikannya. Agar kemanfaatan harta terus berlangsung. Agar, harta menjadi amal kebaikan yang tak boleh berhenti.
Bila tidak ada pewarisan, harta yang ditinggalkan menjadi tak bertuan. Bagaimana menentukan kepemilikan selanjutnya? Tentu, akan menimbulkan banyak konflik dan permusuhan.
Pewarisan harta adalah keharusan. Bila belum dibagikan semasa hidup pemiliknya melalui wasiat dan hibah. Maka, harus dibagikan sesuai hukum waris berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw.
Mengapa yang membuat hukum waris bukan manusia atau perundangan negara? Sebab, banyak konflik kepentingan, iri, dengki, serakah dan kikir. Manusia sering dihantui oleh syetan dan hawa nafsu. Bisa adilkah?
Yang membagikan rezeki adalah Allah swt. Yang melebihkan seseorang di antara yang lain adalah Allah swt. Allah swt Maha Kaya dan tidak membutuhkan sesuatu pun. Allah swt Maha Mengetahui. Harta itu milik Allah swt. Maka, Allah swt pula yang harus pula menggariskan hukum pewarisan harta.
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif