Titik Kritis dan Sikap Rasulullah saw di Perang Uhud
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Perang Badar adalah bentuk idealita sebuah pertempuran. Idealita antara pemimpin dan pasukannya. Idealita dalam merespon semua kondisi dan keadaan.
Di perang Uhud, kenyataan baru harus dilalui. Kenyataan yang harus dihadapi di setiap zaman dan waktu. Bagaimana bila kenyataan ini dihadapi kembali?
Rasulullah saw telah menyiapkan pasukan Uhud dengan persiapan yang terbaik, dengan mengatur Muslimin pada pos-pos pertempuran. Sebab, persiapan adalah titik kritis pertempuran.
(Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) berangkat pada pagi hari meninggalkan keluargamu untuk mengatur orang-orang mukmin pada pos-pos pertempuran. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Āli ‘Imrān [3]:121)
Walaupun telah dipersiapkan secara sempurna, ada saja penyakit kejiwaan yang bermunculan, yaitu ketakutan dan keraguan. Mental bertempur adalah titik kritis dalam memenangkan pertempuran. Infrastruktur militer terhebat tidak ada artinya di tangan para pengecut.
(Ingatlah) ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Oleh karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.
(Āli ‘Imrān [3]:122)
Bagaimana menghadapi kepengecutan? Bagaimana membangkitan moralitas tempur?
(Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) mengatakan kepada orang-orang mukmin, “Apakah tidak cukup bagimu bahwa Tuhanmu membantumu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?”
(Āli ‘Imrān [3]:124)
“Ya (cukup).” Jika kamu bersabar dan bertakwa, lalu mereka datang menyerang kamu dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.
(Āli ‘Imrān [3]:125)
Saat pertempuran berkecamuk. Saat tanda-tanda kemenangan mulai terlihat, hilanglah kewaspadaan, rapuhlah kedisiplinan, dan mengabaikan keteguhan di pos-pos pertempuran. Inilah titik kritis pertempuran yang cukup sulit.
Sungguh, Allah benar-benar telah memenuhi janji-Nya kepadamu ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu (dalam keadaan) lemah, berselisih dalam urusan itu, dan mengabaikan (perintah Rasul) setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada (pula) orang yang menghendaki akhirat. Kemudian, Allah memalingkan kamu dari mereka untuk mengujimu. Sungguh, Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Allah mempunyai karunia (yang diberikan) kepada orang-orang mukmin.
(Āli ‘Imrān [3]:152)
Titik kritis yang paling tersulit adalah saat pasukan tak mengindahkan perintah karena tengah diterjang badai kekalahan dan keterpurukan. Saat pasukannya sedang dibantai oleh lawannya. Bagaimana kondisi ini menjadi titik balik?
(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada siapa pun, sedangkan Rasul (Muhammad) memanggilmu dari belakang. Oleh karena itu, Allah menimpakan kepadamu kesedihan demi kesedihan agar kamu tidak bersedih hati (lagi) terhadap apa yang luput dari kamu dan terhadap apa yang menimpamu. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
(Āli ‘Imrān [3]:153)
Saat semua titik kritis telah dilewati, bagaimana sikap Rasulullah saw? Apakah menghukumnya? Apakah menghabisi pasukannya yang telah melakukan kesalahan dan kelalaian?
Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.
(Āli ‘Imrān [3]:159)
Beragam titik kritis di pertempuran Uhud justru meneguhkan dan mengokohkan proses pembinaan dan pensucian jiwa bagi pasukannya. Tak sedikit mengendurkan proses pembinaan.
Sungguh, Allah benar-benar telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika (Dia) mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab Suci (Al-Qur’an) dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(Āli ‘Imrān [3]:164)
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif