Nasakh Mansukh dalam Kehidupan Manusia
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Nasikh mansukh dalam konteks Al-Qur'an merujuk pada konsep ayat yang menghapus (nasikh) atau menggantikan (mansukh) hukum yang sebelumnya telah ditetapkan dalam ayat lain.
Apa tujuan dari Nasikh Mansukh?
Ayat yang Kami nasakh (batalkan) atau Kami jadikan (manusia) lupa padanya, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
(Al-Baqarah [2]:106)
Apakah ini hanya berlaku dalam hukum syariat? Dalam khazanah keilmuan Fiqh? Ternyata, berlaku juga dalam keseharian manusia.
Dalam surat Ad-Duha, Allah swt mengkisahkan realita ketetapan Nasikh Mansukh dalam kehidupan Rasulullah saw. Ini juga prinsip takdir bagi semua manusia.
Apa saja prinsip Nasakh Mansukh dalam takdir-Nya?
Tuhanmu (Nabi Muhammad) tidak meninggalkan dan tidak (pula) membencimu.
(Aḍ-Ḍuḥā [93]:3)
Sungguh, akhirat itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan (dunia).
(Aḍ-Ḍuḥā [93]:4)
Sungguh, kelak (di akhirat nanti) Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau rida.
(Aḍ-Ḍuḥā [93]:5)
Setelah memaparkan ketiga prinsip takdir tersebut, Allah swt berkisah tentang perjalanan kehidupan Rasulullah saw, apa saja?
1. Yatimnya Rasulullah saw
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(-mu);
(Aḍ-Ḍuḥā [93]:6)
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan nikmat yang pernah diterima Nabi Muhammad dengan mengatakan, “Bukankah engkau hai Muhammad seorang anak yatim, tidak mempunyai ayah yang bertanggung jawab atas pendidikanmu, menanggulangi kepentingan serta membimbingmu, tetapi Aku telah menjaga, melindungi, dan membimbingmu serta menjauhkanmu dari dosa-dosa perilaku orang-orang Jahiliah dan keburukan mereka, sehingga engkau memperoleh julukan ’manusia sempurna’.”
Nabi saw hidup dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal dunia sedangkan ia masih dalam kandungan ibunya. Ketika lahir, Allah memelihara Muhammad saw dengan cara menjadikan kakeknya, Abdul Muṭṭalib, mengasihi dan menyayanginya.
Nabi Muhammad berada dalam asuhan dan bimbingannya sampai Abdul Muṭṭalib wafat, sedang umur Nabi ketika itu delapan tahun. Dengan meninggalnya Abdul Muṭṭalib, Nabi Muhammad menjadi tanggungan paman beliau, Abū Ṭālib, berdasarkan wasiat dari Abdul Muṭṭalib.
Abū Ṭālib telah mengerahkan semua perhatiannya untuk mengasuh Nabi saw, sehingga beliau meningkat dewasa dan diangkat menjadi rasul. Setelah Muhammad diangkat menjadi rasul, orang-orang Quraisy memusuhi dan menyakitinya, tetapi Abū Ṭālib terus membelanya dari semua ancaman orang musyrik hingga Abū Ṭālib wafat.
Dengan wafatnya Abū Ṭālib, bangsa Quraisy mendapat peluang untuk menyakiti Nabi dengan perantaraan orang-orang jahat di kalangan mereka yang menyebabkan beliau terpaksa hijrah.
Betapa hebatnya penggemblengan Allah dan asuhan-Nya terhadap Nabi Muhammad. Biasanya keyatiman seorang anak menjadi sebab kehancuran akhlaknya karena tidak ada pengasuh dan pembimbing yang bertanggung jawab. Apalagi suasana dan sikap penduduk Mekah lebih dari cukup untuk menyesatkan Nabi saw. akan tetapi, perlindungan Allah yang sangat rapi dapat mencegah beliau menemani mereka.
Dengan demikian, jadilah beliau seorang pemuda yang sangat jujur, terpercaya, tidak pernah berdusta, dan tidak pernah berlumur dengan dosa orang-orang Jahiliah.
2. Umminya Rasulullah saw
mendapatimu sebagai seorang yang tidak tahu (tentang syariat), lalu Dia memberimu petunjuk (wahyu);
(Aḍ-Ḍuḥā [93]:7)
Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan, bahwa Dia mendapatkan Nabi Muhammad dalam keadaan tidak mengerti tentang syariat dan tidak menge-tahui tentang Al-Qur’an. Kemudian Allah memberikan petunjuk kepadanya.
Hal yang sangat membingungkan Nabi Muhammad adalah apa yang dilihatnya di kalangan bangsa Arab sendiri tentang kerendahan akidah, kelemahan pertimbangan disebabkan pengaruh dugaan-dugaan yang salah, kejelekan amal perbuatan, dan keadaan mereka yang terpecah-belah dan suka bermusuhan. Mereka menuju kepada kehancuran karena memakai orang-orang asing yang leluasa bertindak di kalangan mereka yang terdiri dari bangsa Persia, Habsyi, dan Romawi.
Jalan apakah yang harus ditempuh untuk membetulkan akidah-akidah mereka, membebaskan mereka dari pengaruh adat istiadat yang buruk itu, dan cara bagaimana yang harus dijalankan untuk membangunkan mereka dari tidur yang nyenyak itu?
Umat-umat nabi lain pun tidak lebih baik keadaannya daripada umatnya. Tetapi walaupun begitu, Allah tidak membiarkan Nabi Muhammad menjalankan dakwah tanpa bantuan-Nya. Allah bahkan memberikan wahyu yang menjelaskan kepadanya jalan yang harus ditempuh dalam usaha memperbaiki keadaan kaumnya.
3. Fakirnya Rasulullah saw
dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan?
(Aḍ-Ḍuḥā [93]:8)
Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang miskin. Ayahnya tidak meninggalkan pusaka baginya kecuali seekor unta betina dan seorang hamba sahaya perempuan.
Kemudian Allah memberinya harta benda berupa keuntungan yang amat besar dari memperdagangkan harta Khadijah dan ditambah pula dengan harta yang dihibahkan Khadijah kepadanya dalam perjuangan menegakkan agama Allah.
Dari keterangan-keterangan tersebut di atas, sesungguhnya Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad bahwa Dialah yang memeliharanya dalam keadaan yatim, menghindarkannya dari kebingungan, dan menjadikannya berkecukupan. Allah tidak akan meninggalkan Nabi Muhammad selama hidupnya.
Sumber: (https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag)
0 komentar: