Esensi Hati dan Jiwa Para Pewaris Dakwah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Di setiap zaman, generasi dan tempat, Allah swt selalu menghadirkan para Nabi dan Rasul, juga para pewarisnya. Allah swt selalu memilih para pengusung dan prajuritnya.
Para pewaris ini selalu berjumlah sedikit dibandingkan lautan manusia. Pewaris ini selalu diuji, ditempa dan dihadapan pada tantangan, bisakah bertahan?
Generasi ini selalu menghadapi sedikitnya sumberdaya dan infrastruktur, namun tantangannya melampaui kekuatannya. Sehingga yang tersisa hanya pasukan kecil Thalut, para Hawariyun dan Sahabat.
Inilah generasi yang teruji, tertempa, berenergi dan terus berkiprah. Inilah generasi penyabar, generasi jihad, lagi bertakwa. Inilah generasi yang selalu bertaubat, menyucikan diri dan pembelajar. Mengapa generasi ini selalu membersamai kebenaran?
Allah swt mengungkapkan isi hati dan jiwa para pewaris dakwah ini di dalam Al-Qur'an. Allah swt menelusuri dinding hati dan jiwanya melalui doa yang mereka panjatkan.
Inilah ungkapkan esensi pasukan kecil Thalut yang menggambarkan isi hati dan jiwanya.
Ketika mereka maju melawan Jalut dan bala tentaranya, mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami, dan menangkanlah kami atas kaum yang kafir.”
(Al-Baqarah [2]:250)
Inilah rahasia hati dan jiwa para Hawariyun Nabi Isa di tengah kepungan Bani Israil dan pasukan Romawi,
Ketika Isa merasakan kekufuran mereka (Bani Israil), dia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawari (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.
(Āli ‘Imrān [3]:52)
Wahai Tuhan kami, kami telah beriman pada apa yang Engkau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul. Oleh karena itu, tetapkanlah kami bersama orang-orang yang memberikan kesaksian.”
(Āli ‘Imrān [3]:53)
Inilah yang terpendam dan yang menghujam pada hati dan jiwa pasukan Uhud ketika terpuruk dan terguncang,
Betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(-nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat, dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah mencintai orang-orang yang sabar.
(Āli ‘Imrān [3]:146)
Tidak lain ucapan mereka kecuali doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”
(Āli ‘Imrān [3]:147)
Apakah esensi hati dan kejiwaan ini telah hadir saat ini? Bila ini telah hadir, maka yang dicapai oleh generasi masa lalu, akan diraih pula oleh generasi dakwah hari ini.
0 komentar: