Andai Penjajah Zionis Israel Menyerang Gaza Kembali
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Kepala Staf Umum Israel yang baru saja diangkat, Letnan Jenderal Eyal Zamir telah menyatakan bahwa tahun 2025 akan menjadi "tahun perang" melawan Gaza dan Iran, demikian laporan media Israel 6 Maret 2025. Apa yang terjadi di Gaza?
Penjajah Zionis Israel bisa menyerang dengan infrastruktur militer yang lebih massif daya mematikan dan menghancurkannya, sebab Amerika telah mengijinkan mengirimkan senjatanya dengan rudal yang lebih besar dan daya ledaknya lebih tinggi. Apakah hanya bisa menghancurkan Gaza? Namun, tak bisa mengalahkannya?
Menghancurkan sangat berbeda dengan mengalahkan. Sekarang, Gaza hancur, tetapi seluruh dunia paham, yang kalah itu Penjajah Zionis Israel. Buktinya, seluruh petinggi militernya mengundurkan diri, juga mengakui kegagalannya dalam menghadapi Badai Al-Aqsa.
Diduga, tentara IDF yang tewas sekitar 6.000 dari daftar keluarga tentara yang mendaftarkan kedukaan akibat perang. Sedangkan 15.000 tentaranya mengalami gangguan mental dan fisik akibat perang.
Bukankah sebelumnya, sudah banyak yang tak mau kembali berperang di Gaza? Bagaimana bisa mental seperti ini dimobilisasi ulang untuk bertempur kembali untuk menang?
Bukankah perang sebelumnya membuat perekonomiannya hancur? Bukankah dalam kondisi ekonomi yang kokoh pun tidak bisa menang, apalagi berperang dengan kondisi ekonomi terpuruk?
Sebelumnya, berperang dengan mental yang kokoh sepagai pasukan yang terbaik, terkuat dan tak pernah terkalahkan. Sekarang berperang dengan mental telah kalah. Apakah mental seperti ini lebih menjamin kemenangan?
Sikap negara Arab pun mulai jauh berbeda. Mesir dipanggil Amerika agar mau menampung rakyat Gaza yang akan diusir, namun tidak datang. Amerika merencanakan pembersihan Gaza, namun negara Arab justru berkomitmen merekonstruksi Gaza. Artinya, Amerika dan Israel pun tak lagi "ditakuti" di kawasan ini.
Kehadiran Hamas di Gaza pun tak dipersoalkan dalam proposal rekonstruksi, artinya dukungan bangsa Arab semakin kuat, tidak saja dari masyarakatnya tetapi dari penguasanya juga. Padahal sebelumnya, penguasa Arab, lebih mesra kepada penjajah. Penjajah Zionis Israel sendiri pun mulai mengecam proposal rekonstruksi ini.
Fakta sejarah di Palestina, saat Tentara Salib sekali kalah di tangan Shalahuddin Al-Ayubi. Saat Tentara Mongol sekali kalah oleh Saifudin Qutuz di Palestina, setelah itu kekuatannya tak bisa dipulihkan, kekalahan beruntun pun terus menghantuinya. Apakah takdir ini terjadi pada penjajah Zionis Israel setelah Badai Al-Aqsa?
0 komentar: