Ideologis Nabi Ibrahim, Sebab Nabi Terakhir dari Bani Ismail?
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Ada prinsip dasar terraihnya kepemimpinan. Ada hukum baku di alam semesta yang tak pernah berubah dalam setiap peralihan kepemimpinan. Ada penyebab, mengapa kepemimpinan itu dipergilirkan dan terus digengam?
Allah swt menjelaskan hal ini kepada Nabi Ibrahim saat Allah swt menetapkan dirinya sebagai pemimpin seluruh dunia. Saat Nabi Ibrahim memohon kepada Allah swt agar dianugerahkan kepada keturunannya juga. Ternyata, ada syarat yang harus terpenuhi. Yang syarat itu telah menjadi jati diri Nabi Ibrahim sendiri.
(Ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “(Aku mohon juga) dari sebagian keturunanku.” Allah berfirman, “(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
(Al-Baqarah [2]:124)
Syarat kepemimpinan adalah tidak berperilaku zalim. Apa kezaliman yang paling besar? Menyekutukan Allah swt. Bagaimana agar terhindar dari karakter ini? Teruslah menjadi hamba Allah swt. Teruslah menyerahkan diri kepada Allah swt. Teruslah menjadi muslim.
Bagaimana Nabi Ibrahim mewujudkan agar generasi tetap menggenggam kepemimpinan bagi umat manusia? Nabi Ibrahim membangun kembali Kabah agar ketauhidan terus terjaga bagi keturunannya.
(Ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Ka‘bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. (Ingatlah ketika Aku katakan,) “Jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat salat.” (Ingatlah ketika) Kami wasiatkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, serta yang rukuk dan sujud (salat)!”
(Al-Baqarah [2]:125)
(Ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan (hasil tanaman, tumbuhan yang bisa dimakan) kepada penduduknya, yaitu orang yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari Akhir.” Dia (Allah) berfirman, “Siapa yang kufur akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
(Al-Baqarah [2]:126)
(Ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Al-Baqarah [2]:127)
Nabi Ibrahim juga berdoa, agar Allah swt menjadi keturunannya sebagai sosok yang menyerahkan diri kepada Allah swt, beristiqamah dalam ketaatan, bila lalai segera bertaubat dan selalu ada generasi yang mengajarkan dan mengingatkannya.
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah diri kepada-Mu, (jadikanlah) dari keturunan kami umat yang berserah diri kepada-Mu, tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan manasik (rangkaian ibadah) haji, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.
(Al-Baqarah [2]:128)
Ya Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan kitab suci dan hikmah (sunah)3 kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(Al-Baqarah [2]:129)
Siapa yang membenci agama Ibrahim selain orang yang memperbodoh dirinya sendiri? Kami benar-benar telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang saleh.
(Al-Baqarah [2]:130)
Nabi Ibrahim juga selalu menjaga dan meneruskan pesan ketauhidan dan penyerahan diri kepada Allah swt. Penyampaian pesan ini dibuatkan sistem yang menyebabkan pesan itu terus tersampaikan dan nilai pesannya tetap sama dan valid walaupun lintas generasi dan zaman.
(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), “Berserahdirilah!” Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.”
(Al-Baqarah [2]:131)
Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya‘qub, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu. Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”
(Al-Baqarah [2]:132)
Apakah kamu (hadir) menjadi saksi menjelang kematian Ya‘qub ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu: Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan (hanya) kepada-Nya kami berserah diri.”
(Al-Baqarah [2]:133)
Terbukti pesan ini terus terjaga dan tetap valid, hingga di era Nabi Yusuf pun, beliau menyampaikan pesan seperti pesan para leluhurnya.
Aku mengikuti agama nenek moyangku, (yaitu) Ibrahim, Ishaq, dan Ya‘qub. Tidak pantas bagi kami mempersekutukan suatu apa pun dengan Allah. Itu adalah bagian dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (semuanya), tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.
(Yūsuf [12]:38)
Namun mengapa tiba-tiba kenabian itu lenyap dari garis keturunan Nabi Ishaq, Yaqub dan Yusuf?
Kerusakan itu terjadi ketika Bani Israel berubah menjadi kaum yang dimurkai. Di era Nabi Isa sudah diperbaiki, namun hanya berubah menjadi level kaum yang disesatkan. Seluruh kerusakan itu lahir dari penyimpanan internal dan kesengajaan yang didukung oleh argumentasi yang menyesatkan. Jadi, apakah bisa diperbaiki lagi?
Pada satu sisi, keturunan Nabi Ismail tetap memuliakan peninggalan ajaran Nabi Ibrahim, dengan Kabah sebagai pusatnya. Bila ada penyimpangan berupa berhala, asalnya dari Bani Kuzaah, yang mengimpor berhala dari Syam.
Sedangkan di Bani Israil, pada kisah perjalanan dari Mesir ke Palestina, mereka sendiri yang meminta dibuatkan berhala kepada Nabi Musa sebagai tuhannya. Saat ditinggalkan Nabi Musa, mereka membuat tuhan yang berbentuk Sapi Emas. Penerus agama Nabi Isa pun terjatuh pada ketuhanan Trinitas.
Jadi siapakah yang masih memenuhi syarat doa Nabi Ibrahim agar keturunannya tetap menjadi pemimpin bagi seluruh manusia? Hanya dari keturunan Nabi Ismail. Peralihan ini telah dijelaskan di Taurat dan Injil.
(Yaitu,) orang-orang yang mengikuti Rasul (Muhammad), Nabi yang ummi (tidak pandai baca tulis) yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka. Dia menyuruh mereka pada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menghalalkan segala yang baik bagi mereka, mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban serta belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan bersamanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang beruntung.
(Al-A‘rāf [7]:157)
Sejak kenabian Muhammad saw, kepemimpinan selalu dalam genggaman pada mereka yang berpegang teguh pada pesan-pesan Nabi Ibrahim. Tak lagi memperdulikan keturunan biologis.
Oleh sebab itulah, sejak Rasulullah saw wafat, peralihan kepemimpinan beredar di sejumlah suku bangsa. Tidak lagi mempersoalkan keturunan Ishaq atau Ismail. Tetapi keturunan Ideologis dari Nabi Ibrahim.
0 komentar: