Yahudi Khaibar, Dari Pertempuran Menjadi Mitra Bisnis
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Setelah Muslimin dan Kafir Quraisy menandatangani perjanjian Hudaibiyah, maka musuh terbesarnya tinggal Yahudi Khaibar yang memiliki benteng yang kokoh di atas perbukitan dengan infrastruktur militer yang modern.
Rasulullah saw pun memerintahkan hanya mereka yang ikut dalam Hudaibiyah saja yang dibolehkan bertempur melawan Yahudi Khaibar. Rasulullah saw pun mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai panglima perang.
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, "Perangilah mereka sampai mereka bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah swt, dan Rasulullah saw adalah utusan Allah. Apabila mereka melakukan itu, darah dan harta mereka haram diambil, kecuali dengan cara yang benar. Adapun balasan untukmu adalah dari Allah."
Pertempuran pun terjadi. Yahudi Khaibar mengalami kekalahan yang menyakitkan. Tanah Khaibar yang dipenuhi kebun kurma menjadi milik Muslimin sebagai harta rampasan perang. Namun, siapakah yang mengelolanya? Tanah tidak boleh ditelantarkan.
Akhirnya, orang-orang Yahudi Khaibar menawarkan diri untuk mengelola kebun-kebun di Khaibar, Rasulullah saw menerima tawaran tersebut dengan perjanjian sebagai berikut:
a. Rasulullah saw memperkerjakan orang Yahudi untuk menggarap ladang dan kebun di Khaibar dengan sistem bagi hasil
b. Yahudi Khaibar mengeluarkan sendiri biaya pengelolaan tanah
c. Disepakati oleh kedua belah pihak bahwa keberadaan Yahudi di Khaibar tergantung pada Muslimin. Artinya, bila Muslimin menghendaki mereka keluar dari Khaibar, mereka pun harus segera meninggalkannya.
d. Yahudi Khaibar sepakat untuk menerima wakil dari Muslimin. Tugasnya, penghubung antara kedua belah pihak dan membagi hasilnya secara adil bagi kedua belah pihak.
Kemitraan bisnis ini terus berlangsung hingga di era Khalifah Umar bin Khatab.
Bukankah sangat luar biasa akhlak Muslimin kepada musuh yang telah dikalahkan? Tidak dibantai. Tidak dijadikan budak. Tetapi menjadi mitra bisnis yang saling menguntungkan.
Sumber:
Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, Qisthi Press
0 komentar: