Suramnya Tepi Barat, Pasca Genjatan Senjata Gaza
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Gencatan senjata di Gaza sudah disepakati. Bagaimana dengan Tepi Barat yang harus berjuang melawan bangsanya sendiri, Otoritas Palestina, yang telah menjadi kaki tangan penjajah Zionis Israel? Bagaimana dengan perluasan pemukiman dan perampasan tanah oleh penjajah Zionis Israel yang tak pernah berhenti?
Seperti yang dikutip oleh Time of Israel pada 15/1/25, bahwa Presiden terpilih AS Donald Trump mengatakan pada hari Rabu bahwa ia akan menggunakan momentum kesepakatan gencatan senjata Gaza yang baru disepakati untuk memperluas Kesepakatan Abraham, perjanjian yang didukung AS yang dicapai selama masa jabatan pertamanya yang menormalisasi hubungan Israel dengan beberapa negara Arab. Apakah isi Kesepakatan Abraham? Yang telah ditandatangani oleh UEA, Bahrain, Sudan dan Maroko?
Perjanjian ini memuat normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dengan penjajah Zionis Israel. Dimana Amerika akan memberikan sejumlah kemudahan baik perdagangan, keuangan, ekonomi, militer hingga riset. Namun, perjanjian ini tanpa ada klausul kemerdekaan Palestina yang telah menjadi konsensus negara-negara Arab.
Menurut Putra Mahkota Abu Dhabi, Mohammed bin Zayed Al Nahyan, penguasa de facto UEA, mengklaim salah satu syarat yang dia ajukan dalam kesepakatan dengan Israel adalah penghentian aneksasi di Tepi Barat.
Namun, mengapa Palestina masih merana di bawah penjajahan Israel di Yerusalem Timur dan Tepi Barat? Situasi ini bahkan ibarat membangun penjara terbuka seperti di Gaza. Bahkan negara yang telah menandatangani kesepakatan Abraham tetap tak peduli dengan semakin kejamnya penjajah Zionist Israel di Tepi Barat.
Dalam sebuah artikel majalah TIME, Sarah Leah Whitson, direktur eksekutif kelompok hak asasi manusia Democracy for the Arab World Now (DAWN), menulis bahwa alih-alih "mengekang pelanggaran Israel", Perjanjian Abraham telah "membuat pemerintah Israel berturut-turut semakin berani untuk mengabaikan hak-hak Palestina".
"DAWN telah secara terbuka menyerukan kepada UEA, Bahrain, Maroko, dan Sudan untuk segera menarik diri dari perjanjian tersebut dan, bersama dengan penandatangan perjanjian damai Mesir dan Yordania, mengakhiri semua koordinasi militer dengan Israel," tulis Whitson.
Netanyahu dilaporkan telah menekan Smotrich untuk menolak seruan dari sesama Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben Gvir agar keluar dari pemerintah setelah persetujuan persetujuan itu. Bagaimana caranya?
Berita Kan melaporkan bahwa Netanyahu telah menawarkan Smotrich dan Ben Gvir "keuntungan untuk hak" sebagai ketidakseimbangan agar mereka tetap berada di pemerintahan.
Keuntungan tersebut berarti pembangunan di Tepi Barat dan peningkatan keamanan, kata laporan itu. Ditambah lagi, Smotrich dan Ben Gvir sama-sama dapat berhak mendapatkan penghargaan atas pembangunan tersebut, sehingga tawaran tersebut menarik bagi Ben Gvir, yang jika tidak, akan melihat Smotrich menerima semua penghargaan.
Bagaimana dengan Trump yang terus memperluas Kesepakatan Abraham dengan negara Arab, namun mereka semuanya tetap membiarkan pencaplokan Tepi Barat oleh penjajah Zionis Israel? Pada sisi lain, Netanyahu menjanjikan perluasan pemukiman Yahudi di Tepi Barat kepada para mitra koalisnya? Tepi Barat seperti bertambah suram, hanya dijadikan alat politik para penguasa Amerika, Israel dan Negara Arab.
0 komentar: