Dampak Genosida di Palestina Bagi Warga Yahudi
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Narasi Antisemit tidak relevan lagi. Sebab, Penjajah Zionis Israel telah menjadi pelaku utama genosida di abad ini terhadap rakyat Palestina. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tak bisa mencegahnya. Amerika, Inggris dan Jerman justru membantunya. Dunia hanya mengecam, namun diam. Apa dampaknya bagi warga Yahudi?
Genosida penjajah Zionis Israel justru menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakamanan bagi warga Yahudi. Baik di daerah jajahannya di Palestina maupun yang berdiaspor. Narasi perasaan sebagai "korban Antisemit" tidak bisa dijual lagi.
1. Pemukim Yahudi di Pendudukan Israel Utara
Hizbullah melakukan serangan terhadap pendudukan Zionis Israel di utara sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Gaza yang terus dibombardir oleh Zionis Israel. Bagaimana dampaknya?
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh sumber-sumber media Ibrani menunjukkan kalau 33 persen (sepertiga) pemukim Yahudi yang dievakuasi dari Israel utara tidak ingin kembali ke rumah mereka.
Hal itu merujuk pada laporan situs media Israel, Walla, merujuk perkembangan situasi gencatan senjata Militer Israel dengan Gerakan Hizbullah Lebanon yang sudah berlangsung selama sekitar dua pekan.
Ancaman serangan Hizbullah di waktu mendatang menjadi faktor utama para pemukim Yahudi di wilayah Palestina Utara yang diduduki Israel ini enggan untuk kembali.
Terlebih, agresi militer tentara Israel (IDF) selama dua bulan sebelum gencatan senjata di sepakati, tidak menghasilkan apapun bagi pelemahan kelompok perlawanan Lebanon tersebut.
2. Yahudi yang Bediaspora
Genosida penjajah Zionis Israel telah mendapat perlawanan dari masyarakat sipil dunia. Bagaimana dampaknya terhadap Yahudi yang berdiaspora?
Departemen Organisasi dan Hubungan dengan Warga Israel di Diaspora WZO, merilis survei khusus terhadap diaspora warga Israel yang tinggal di luar negeri. Survei ini dilakukan pada Oktober 2024. Yang diteliti, perasaan mereka pasca satu tahun serangan 7 Oktober.
Hasilnya, hanya 20% warga diaspora Yahudi yang memiliki hubungan positif dengan lingkungan sekitar. Berarti, 80%-nya, tidak. Ini berarti, terjadi penurunan 50% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini disebabkan oleh meningkatnya persepsi permusuhan, ketidakamanan, dan berkurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat setempat. Mereka merasa tidak nyaman mengidentifikasi diri sebagai warga Israel karena ketakutan pribadi, tantangan sosial, dan meningkatnya rasa kerentanan di lingkungan lokal mereka.
3. Warga Yahudi tidak nyaman tinggal di daerah jajahannya
Serangan drone dan rudal oleh Faksi Perlawanan Palestina Hamas, Yaman Hauthi dan Lebanon Hizbullah yang bisa menembus hingga ke Tel Aviv sebagai kepeduliannya terhadap genosida penjajah Zionis Israel di Gaza, memberikan rasa ketakutan tersendiri. Apa dampaknya?
Kota-kota Israel menghadapi malam-malam penuh kekhawatiran di tengah ancaman rudal Houthi
Hampir setengah dari warga Israel terbangun karena alarm. Dalam waktu kurang dari seminggu, separuh penduduk Israel telah dibangunkan empat kali oleh alarm yang dipicu peluncuran rudal Houthi dari Yaman.
Times of Israel pada 20/12/24 mengkisahkan bagaimana pendapat orang kaya di daerah jajahan Zionis Israel. "Meninggalkan Israel lebih mudah, bahwa itu hanya untuk saat ini. Namun, dia tahu lebih baik." Menurut Shira Z. Carmel seorang penyanyi kelahiran Israel.
Sejak Badai Al-Aqsa, semakin banyak warga Israel yang relatif kaya yang meninggalkan Israel karena telah hancurnya rasa aman dan sekaligus menghancurkan janji pendirian Zionis Israel; yang menjadi tempat perlindungan yang aman bagi orang Yahudi di dunia.
4. Yahudi di Eropa
Harian Ynetnews.com pada 25/12/24 melaporkan bahwa 57% orang Yahudi Eropa mempertimbangkan untuk hengkang. Lonjakan "antisemitisme" yang mengkhawatirkan di Eropa
Konferensi Gerakan Antisemitisme di Wina mempertemukan para pemimpin masyarakat setempat untuk memperingatkan tentang meningkatnya sentimen antisemit dan memberikan solusi karena sebagian besar orang Yahudi Eropa mempertimbangkan untuk beremigrasi.
"Kebanyakan antisemit yang saya kenal tidak menganggap diri mereka antisemit. Mereka menanggapinya sama seperti kita: mereka mengadakan konferensi dan percaya bahwa mereka membela hak asasi manusia, mengira mereka sebenarnya penentang terbesar antisemitisme," kata David Hirsch, seorang profesor sosiologi di Goldsmiths College, University of London dan pendiri Engage, sebuah gerakan yang memerangi boikot akademis terhadap Israel .
Genosida penjajah Zionis Israel di Palestina ternyata meruntuhkan korban Antisemitnya. Masyarakat dunia tidak mempercayai lagi narasi korban Antisemitnya.
0 komentar: