Cara Allah Menegakkan Keadilan
Ada sebuah kisah, bagaimana Allah menegakkan keadilan di muka bumi.
Seorang guru memerintahkan muridnya untuk pergi ke sebuah oasis. Pesannya, "Bersembunyilah di sana selama setengah hari, apapun peristiwa yg terjadi engkau jangan menampakkan diri." Singkat ceritanya, sang murid pun pergi ke tempat tersebut.
Peristiwa pertama yang dilihat, datanglah seorang penunggang kuda dengan pakaian perlente, tanda kekayaannya. Ia dan kudanya minum di oasis tersebut. Kemudian, melanjutkan perjalanan. Tak sadar kantung uang emasnya jatuh tertinggal. Sang murid hendak berteriak memanggilnya, tapi ia ingat pesan gurunya. Maka, dia pun jadi diam saja.
Peristiwa ke dua, ia melihat anak laki-laki, berumur 9 atau 10 tahun, berjalan mendekati oasis tersebut. Bajunya lusuh dan tampangnya kurus, tanda kemiskinan. Setelah minum dari oasis, pandangannya tertuju pada kantong uang di tepi oasis. Ia mengambilnya dan betapa senangnya mendapatkan kantung penuh berisi uang.
Peristiwa ketiga, setelah itu datanglah seorang kakek renta. Ia berjalan dengan bantuan tongkat kayu dan matanya buta. Ia minum pada oasis tersebut. Ketika hendak pergi, datanglah sang penunggang kuda yang kantung uangnya tertinggal. Sepertinya, ia telah menyadari kehilangannya.
Sang penunggang kuda mendapatkan kantung uangnya sudah tidak ada di oasis tersebut. Karena yang ada hanya seorang kakek renta. Ia menuduh sang kakek telah menemukannya kemudian menyembunyikan kantung uangnya. Tuduhan tersebut dibantahnya. Namun, bantahannya tidak bisa diterima oleh sang penunggang kuda. Dengan ganas, ia mencabut pedang dan membunuh kakek tersebut.
Sang murid, menyaksikan ke tiga runtutan peristiwa tersebut. Lalu termenung, "Dimana keadilan-Nya?
Kemudian dijelaskan oleh sang guru, "Bocah itu adalah anak yatim, ayahnya telah wafat dan tidak meminggalkan harta warisan sehingga ia hidup miskin. Nah, sang almarhum dahulu saat masih di dunia pernah diperkerjakan oleh sang penunggang kuda, namun upahnya tidak dibayarkan hingga wafat. Nah, uang emas yang ditemukan sang anak yatim adalah upah almarhum ayahnya, yang kini tentu sah menjadi haknya sebgai ahli waris."
Lalu, bagaimana dengan si kakek?
"Almarhum ayah anak laki-laki tersebut meninggal karena ditimpa fitnah keji yang direkayasa oleh si kakek. Tentu pada saat itu, ia belum renta, pikirannya masih jernih dan matanya pun belum buta. Allah memberinya umur panjang, dan kemudian mendatangkan kerentaan beserta penderitaan lainnya hingga akhirnya ia merasakan fitnah sebagaimana ia memfitnah ayahanda sang anak yatim."
0 komentar: