Menimbang dengan Muruah (Harga Diri)
"Hilang warna karena penyakit, hilang bangsa karena tak berharta dan emas " Itulah pepatah melayu mengenai lahir. Kesehatan menjadi perhiasan warna muka, harta dan emas menjadi perhiasan dalam pergaulan.
Adapun perhiasan bathin, itulah harga diri. Bagaimana kaitan harga diri dengan perkara yang berkaitan dengan yang dihalalkan dan dibolehkan Allah?
Yang dihalalkan dan dibolehkan Allah tidak ada yang tercela, namun dari sudut muruah bisa jadi tercela. Misalnya, menyembelih anak ayam yang baru lahir untuk dikonsumsi.
Perbuatan ini halal, tetapi muruah orang yang bersopan santun, tidak mau mengerjakan hal ini. Meskipun tidak ada orang yang mencela, tetapi dirinya merasa perbuatan ini kurang baik.
Para hukuma berkata bahwa, akal menyuruh mengerjakan mana yang bermanfaat, namun muruah mengerjakan yang lebih bagus. Muruah itu, kesanggupan menjauhi yang haram dan dosa.
Muruah itu, insaf seketika menghukum dan menahan diri dari kezaliman. Tidak loba kepada barang yang bukan haknya. Menolong yang lemah seketika kuat. Santun kepada orang yang hina seketika mulia.
Muruah adalah kepandaian menjaga dan memelihara, suka mengalah karena kemaslahatan orang lain. "Bahwasanya yang lebih banyak menderita ialah siapa yang menjadi kepala karena muruahnya."
Sumber:
Buya Hamka, Falsafah Hidup, Republika Penerbit
0 komentar: