Kecepatan Sipil Menjadi Militer
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia, mengapa seorang santri begitu cepat menjadi pasukan tempur? Mengapa seorang kiyai yang memimpin pesantren, begitu cepat merubah dirinya menjadi komandan perang?
Keseharian seorang mukmin adalah pelatihan seorang pasukan tempur. Ibadah hariannya merupakan pelatihan di barak militer tanpa disadarinya. Oleh sebab itu, Hamas faksi perlawanan Palestina, dalam kondisi dibombardir pun dengan cepat mampu menghimpun pemuda yang sudah siap untuk bertempur melawan penjajah Israel.
Shalat lima waktu, melatih kedisiplinan dan kesiapan bergerak dalam satu komando. Apapun perintah sang imam, diikuti seperti yang dicontohkan oleh sang imam. Taat pada perintah dan komando merupakan dasar kuat kemampuan militer.
Gerakan fisik shalat merupakan pondasi kekuatan fisik militer. Berdiri, rukuk, sujud, duduk di antara dua sujud, akan menguatkan sendi, otot dan tulang dalam mengangkat beban berat infrastruktur militer darat.
Puasa menyuntikan kekuatan mental di tengah keterbatasan sumber daya. Kekuatan menahan haus dan lapar. Bersabar menunggu waktu berbuka. Menjaga hawa nafsu dan ego dalam tekanan, merupakan dasar pembentukan mental tempur.
Berzakat nembentuk mental berbagi. Saling menolong. Mendahulukan teman yang lebih membutuhkan. Sehingga tidak terjadi perebutan dan perkelahian karena bersaing untuk memenuhi kepentingannya.
Yang lebih kuat dari itu semua adalah iman. Dengan iman, dalam kondisi paling kelam pun, masih melihat harapan dan muncul ketentraman. Dalam Al-Qur'an, memuat banyak ragam strategi pertempuran. Ini yang membuat keahlian strategi dan taktiknya berdasarkan referensi yang kuat. Oleh sebab itu, bagi mukmin sangat mudah merubah mentalnya menjadi militer yang tangguh.
0 komentar: