Saat Ranah Ijtihad Diubah Menjadi Fitnah Kepada Pemimpinnya
Sejarah telah mencatat cara termudah menghancurkan jamaah muslimin adalah dengan menghancurkan reputasi, kedudukan, nama baik, dan kharisma para pemimpin Islam itu sendiri di dalam diri kaum muslimin.
Strategi ini terlihat sangat jelas terlihat pada fitnah yang terjadi di era khalifah Utsman bin Affan. Taktiknya, hanya berputar di satu poros. Yaitu, merusak ketaatan para prajurit kepada para pemimpin mereka sendiri.
Sebelum terjadi fitnah, Utsman bin Affan mengeluarkan kebijakan (ijtihad) dalam beberapa persoalan yang sederhana, kemudian kebijakan tersebut dieksploitasi oleh sekelompok orang yang memiliki kepentingan tertentu, lalu menyerang, memburuk-burukan dan menuduh Utsman bin Affan sudah melakukan bid'ah dalam agama.
Salah satu ijtihad di era Utsman bin Affan adalah masalah shalat Tamam, tidak mengqashar dan menjama', selama di Mina selama musim haji, membakar mushaf yang berbeda dengan mushaf yang disusun oleh para tokoh Sahabat di bawah pengawasannya, mengakhiri masa pembuangan Al-Hakam ibnu Abi Ash dan mengembalikannya ke Madinah, pada Rasulullah saw telah membuangnya.
Ranah ijtihad ini, perbedaan pendapat ini, dikembangkan menjadi fitnah besar. Strateginya, "Bangkitlah dalam masalah ini, lalu bergeraklah. Mulailah misinya dengan menyerang para pemimpinnya, dan perlihatkan seolah-olah dalam misi Amar Ma'ruf Nahi Mungkar, niscaya kalian dapat menarik perhatian publik, lalu tariklah dan serulah mereka pada misi ini."
Bagaimana ranah ijtihad justru diubah menjadi fitnah besar? Para propagandisnya menyebar ke setiap pelosok negri. Mengirimkan surat hasutan ke setiap pembangkang. Menulis risalah dan buku yang berisi fitnah tentang ijtihad Utsman bin Affan dengan ungkapan, "Kita sungguh menyayangkan sikap penguasa ini."
Hasilnya, rusaklah jiwa manusia, datanglah masa pembangkangan. Kemudian mereka mengepung rumah Utsman bin Affan, lalu menerobos rumahnya untuk membunuh pemimpinnya sendiri.
Mereka memotong para pemimpin jamaah dan mematahkan tulang rusuk organisasi mereka sendiri, lalu menyebarkan slogan pembenaran, "Semuanya ini kami lakukan, tulus ikhlas karena Allah."
Bagaimana penolakan terhadap ranah ijtihad berkembang menjadi pembunuhan terhadap karakter pemimpin dan pematahan tulang rusuk organisasi? Perselisihan pendapat secara terbuka dan permusuhan akan berakhir dengan fitnah dan bahaya yang besar. Tabiat fitnah ini selalu berkembang dan tidak akan dapat dikendalikan.
Sumber:
Muhammad Ahmad Rasyid, Hambatan-Hambatan Dakwah, Rabbani Press
0 komentar: