Mentaati Arah Kebijakan Pergerakan
Mereka yang benar-benar menginginkan kemaslahatan dakwah tanpa tercampur oleh hawa nafsu tersembunyi, niscaya mereka akan mempersiapkan gerakannya secara bersama atas dasar musyawarah, dan akan setia dalam mentaati arah kebijakan pergerakan. Akan tetapi, mereka adalah orang-orang yang suka terburu-buru sehingga terjatuh pada bergerak sendiri.
Seorang ahli fiqih generasi Tabiin, Nafi maula Ibnu Umar, pernah ditanya tentang pengorbanan seseorang yang tindakannya tidak berdasarkan perintah pemimpin dan tidak berdasarkan kebijakan jamaah,
"Apakah seseorang yang berada dalam pasukan boleh menyerang (musuh) tanpa ijin pimpinan?"
"Ia tidak boleh menyerang pasukan musuh kecuali dengan izin panglimanya." Ujar Nafi.
Imam Ibnu Qudamah juga memberikan panduan bagi para dai dalam berjuang dan menjadi dasar pergerakan,
"Para pasukan tersebut tidak boleh menyerang kecuali izin panglimanya, karena urusan perang diserahkan kepadanya, sedangkan ia lebih tahu tentang banyak dan sedikitnya musuh, tempat persembunyiannya, dan tipu daya mereka. Karena itu, diharuskan merujuk pada pendapatnya."
Jadi bagi para dai, tidak boleh bergerak menuruti ijtihad dan pendapat mereka sendiri. Karena hal itu akan menimbulkan bahaya yang menimpa muslimin secara umum.
Para dai diperbolehkan untuk mengambil inisiatif, apabila ada halangan untuk meminta izin, seperti datangnya serangan mendadak, sehingga dalam kondisi ini menyerang musuh suatu maslahat.
Seperti Salamah bin Akwa yang dipuji oleh Rasulullah saw, karena ketika sedang keluar dari Madinah lalu berpapasan dengan pasukan kafir yang sedang menyerang unta-unta Rasulullah saw, beliau menyerang orang kafir tanpa ijin Rasulullah saw.
Pahamilah dan tungulah, wahai orang-orang yang bersemangat. Karena engkau akan mendapatkan pahala berjaga-jaga sebesar pahala yang akan kamu dapatkan ketika menyerbu.
Sumber:
Muhammad Ahmad Rasyid, Hambatan-Hambatan Dakwah, Rabbani Press
0 komentar: