Menjelang Syahidnya Hasan Al-Banna
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Ikhwanul Muslimin telah menjadi organisasi yang besar, menyebar dan kuat di Mesir. Di setiap daerah bermunculan kantor cabangnya. Pengaruhnya hingga ke Irak, Suriah, Lebanon, Palestina, Yordania, Sudan dan beberapa negara Islam lainnya. Beragam delegasi dari beberapa negara juga mendatanginya.
Dalam suasana seperti itu, di sebuah acara besar, saat beliau menghadirinya, beliau diminta untuk memberikan sambutan. Saat melangkahkan kaki ke podium, salah seorang hadirin memekikan, "Hidup Hasan Al-Banna."
Ini merupakan hal lumrah dilakukan kepada para tokoh besar. Namun, saat di panggung, Hasan Al-Banna menolak pekikan tersebut dengan berkata, "Sesungguhnya hari di mana dipekikan Hasan Al-Banna tidak ada lagi."
"Pekikan kita adalah, Allah tujuan kami. Rasulullah saw pemimpin kami. Al-Qur'an pedoman kami. Jihad adalah jalan kami. Mati di jalan Allah adalah cita-cita kami tertinggi."
Di tengah melanglang buananya berdakwah, berhasil menyadarkan jutaan manusia dari kelalaian, saat mereka siap bergerak di bawah pimpinannya, seseorang bertanya kepada Hasan Al-Banna, "Apakah anda akan melihat buah kemenangan?"
"Tidak di generasiku atau di generasimu, tetapi pada generasi-generasi sesudah itu." Itulah jawaban Hasan Al-Banna dengan tenang dan penuh keyakinan.
Di saat raja Mesir dan penjajah Inggris ingin berupaya membunuh Hasan Al-Banna. Dua pekan sebelum pembunuhannya, seseorang bertanya, "Wahai ustadz, banyak isu-isu tentang engkau dan apa yang akan terjadi terhadap engkau."
"Apa yang akan terjadi? Apakah pembunuhan? Sesungguhnya kita tahu bahwa itu syahid, dan itu adalah cita-cita kita." Ungkap Hasan Al-Banna.
"Bagaimana dengan dakwah?" Ungkap orang itu.
"Aku telah menyelesaikan tugasku dan aku telah meninggalkan rijal (pejuang) dan aku melihat mereka dengan mata kepalaku bahwa mereka benar-benar rijal. Aku akan mati sekarang dengan tenang dan yang aku inginkan adalah aku mati syahid."
Dua pekan setelah perbincangan tersebut. Ada undangan dari pejabat Mesir untuk bertemu. Di malam hari sebelum pertemuan tersebut, Hasan Al-Banna bermimpi bertemu dan disambut oleh Ali bin Abi Thalib. Di pagi harinya, banyak yang menghalanginya agar tidak bertemu dengan pejabat Mesir tersebut. Namun dia tetap menepati janjinya.
Di saat sedang menunggu tersebut, seseorang dari dalam mobil memberondong dirinya dengan senjata. Darahnya pun bersimbah. Itulah cita-cita yang diridukannya.
Sumber:
Abdurahman Al-Mursy Ramadhan, Manhaj Islah, Era Intermedia
0 komentar: