Mengusung, Mendukung dan Beroposisi Terhadap Penguasa
Sebagian orang membicarakan kesalahan yang diambil oleh pemimpin, padahal hal tersebut pada hakikatnya bukanlah kesalahan apabila mau memeriksa apa yang sebenarnya terjadi.
Sebenarnya yang dipermasalahkan itu tentang prioritas antara berbagai maslahat yang dihadapi, dan mengikuti kaidah fiqh para ulama tentang meraih maslahat yang paling besar ketika terjadi kontradiksi antar beragam maslahat, walaupun dengan mengabaikan maslahat yang lebih kecil.
Kaidah fiqh tentang dibolehkannya menanggung salah satu kerusakan ketika terjadi kontradiksi antar dua kerusakan itu, dalam rangka menghindarkan diri dari kerusakan yang lebih besar.
Dengan kaidah ini, kadang-kadang imam Ibnu Taimiyah mengeluarkan pendapat yang kadangkala dipersepsikan sebagai pendapat aneh atau kurang tepat bagi yang tidak berpengalaman dalam urusan kebijakan politik umat.
Kebanyakan kritikan yang diarahkan ke organisasi berkisar sekitar masalah kaidah umum di atas, dalam mempertimbangkan tingkatan maslahat, atau sesuatu yang makruf dan bahaya (kerusakan) atau sesuatu yang mungkar.
Jadi, dalam setiap kerjasama dengan suatu kelompok atau partai yang punya cela, atau pernyataan yang mendukung amal kebaikan seorang penguasa atau pejabat yang tidak sempurna keislamannya dan lainnya, maka para pemimpin mempunyai alasan berdasarkan kaidah fiqh ini.
Bisa jadi keputusan yang dihasilkan tidak tepat, namun ketidaktepatan ini tidak dapat dijadikan sandaran untuk menilai seorang muslim. Ini hanyalah proses ijtihad dalam masalah kebijakan politik, sebagaimana yang terjadi pula dalam masalah yang lain, sehingga bisa salah dan benar, sesuai dengan ketajaman firasat, ilmu dan pengalaman seseorang.
Akan tetapi, patokan terpenting dalam menilai masalah ini adalah semua interpretasi dan ijtihad ini harus berdasarkan pada pendapat para ulama yang diakui oleh mazhab-mazhab fiqih masa lalu.
Namun demikian, segala langkah dan strategi, tidak mungkin para pemimpin tersebut membeberkan pembahasannya ketika memutuskan suatu kebijakan walaupun sudah berdasarkan kaidah fiqh. Sebab, kebijakan kadangkala didasarkan atas hal-hal yang mesti dirahasiakan. Tidak boleh dibeberkan secara terbuka, tidak boleh diketahui lawan, agar tidak dijadikan bahan strategi permusuhan mereka untuk menghadapinya.
Tradisi kami adalah mandiri dalam beramal, menyatukan, dan menutup jalan bagi orang-orang yang zalim.
Wahai para dai, janganlah anda menjawab semua kritikan, huruf demi huruf, karena hal itu merupakan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Ulama terdahulu juga telah menghadapi cobaan seperti ini. Semuanya adalah salah satu sunnatullah dalam amal Islami.
Sumber:
Muhammad Ahmad Rasyid, Hambatan-Hambatan Dakwah, Rabbani Press
0 komentar: