Koalisi dan Oposisi dengan Firaun
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Nabi Yusuf dari Palestina ke Mesir. Leluhurnya terdahulu, Nabi Ibrahim, pernah juga singgah di istana Firaun. Nabi Ibrahim berkomunikasi dengan Firaun. Bahkan, saat dari Mesir, Firaun menitipkan keluarganya, yang kemudian menjadi istri Nabi Ibrahim, yaitu Siti Hajar.
Nabi Yusuf merasakan buruknya sistem hukum di Mesir. Hingga harus dipenjara dengan rekayasa bukti dan dakwaan. Namun, Nabi Yusuf terus berupaya mengajukan banding ke Firaun. Hingga, bandingnya diterima karena Yusuf bisa menafsirkan mimpi Firaun.
Apakah Yusuf sakit hati dengan rekayasa hitam hukum Firaun? Yusuf justru menawarkan diri untuk menyelesaikan persoalan bangsa Mesir. Memilih koalisi, daripada kehancuran total bangsa Mesir. Bukankah ini tugas sang khalifah di muka bumi?
Berbeda dengan Nabi Musa, lebih memilih beroposisi. Sebelum beroposisi. Dia sudah menawarkan agar tidak beroposisi dengan memberikan dua opsi. Yaitu, Firaun menyembah Allah atau membiarkan dirinya dan bani Israel keluar dari Mesir. Namun kedua opsi tersebut di tolaknya.
Saat Mesir ditimpa wabah, Firaun meminta bantuan kepada Nabi Musa. Walaupun beroposisi, Nabi Musa tetap membantu Firaun untuk menyelesaikan persoalan Mesir. Para ahli sihir, merubah sikap dari koalisi menjadi oposisi, setelah memahami bahwa kebenaran itu berada di pihak Nabi Musa.
Namun ada pula sosok mukmin di era Nabi Musa yang memilih berkoalisi dengan Firaun. Dia berasal dari keluarga Firaun. Dia menyembunyikan keimanannya. Dia memiliki pemahaman yang kuat terhadap perjalanan bangsa Mesir dan perjalanan bangsa-bangsa di sekitar Mesir yang telah hancur.
Sosok mukmin ini memilih berkoalisi dengan Firaun, tidak mengikuti jejak oposisinya Nabi Musa. Tujuannya, menyelamatkan Mesir dari kehancuran dengan mengikuti opsi dari Nabi Musa dan meredam niat istana untuk membunuh Nabi Musa dan pengikutnya.
Mau berkoalisi atau beroposisi? Semuanya ranah ijtihadi. Semuanya dicontohkan oleh para nabi dan rasul dan orang shaleh terdahulu.
0 komentar: