Manajeman Naik Gunung dari Kitab Riyadhus Shalihin
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Keindahan akan menjadi kebahagiaan bila dinikmat bersama. Nikmat menjadi berkah bila dinikmati bersama. Bukankah Nabi Adam menikmati surga setelah Siti Hawa diciptakan? Bukankah Nabi Adam menikmati surga bersama Siti Hawa? Menikmati rezeki bila sendirian tidaklah nikmat.
Makan bila sendirian, tidak mengenyangkan. Minum bila sendirian tidak menghilangkan dahaga. Para Sahabat mengeluhkan, "Mengapa makan banyak tetapi tidak kenyang?" Rasulullah saw bertanya, "Apakah makannya sendiri-sendiri?" Kesendirian ini yang membuat makanan tidak mengenyangkan.
Rasulullah saw melarang para Sahabat membangun tenda kemah berpencaran di lereng dan lembah. Rasulullah saw memerintahkan untuk disatukan dalam satu tempat saja. Bukankah ada keberkahan dalam satu majlis? Dalam dinginnya malam, ada kehangatan kebersamaan.
Jumlah peserta ideal dalam satu kelompok minimal 3 orang. Sebab, bila sendirian sangat berbahaya dan dikepung setan. Bila berdua, bersama dua setan. Bila tiga orang atau lebih, maka akan selamat.
Angkatlah pemimpin dalam setiap kelompok. Berapa batas maksimal kelompoknya? Nabi Musa berpergian dari Mesir ke Palestina berjumlah 12 kelompok. Ini bukan ukuran, namun hanya beritiba kepada para nabi dan rasul.
Berangkat naik gunung saat pagi hari. Bila terdapat pemandangan yang indah berhentilah untuk menikmatinya. Bila daerahnya gersang, segeralah langkahnya. Saat beristirahat, taruhlah beban bawaannya.
Ucapkan takbir saat menanjak. Ucapkan Tasbih saat turun. Berdoalah selama perjalanan. Sebab, doa yang pasti dikabulkan bukan saja doa yang terzalim, tetapi juga sang musafir.
Berjalanlah dibelakang. Tetaplah membersamai kelompok. Sebab, Rasulullah saw menikmati perjalanan di belakang untuk menolong yang lemah, mendoakan dan memberi boncengan.
Sumber:
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, Al-Itishom
0 komentar: