Merekonstruksi Asal Usul Manusia, Bisakah?
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Bisakah manusia merekonstruksi sebuah kisah dari temuan bukti arkeologi dengan tepat? Bila bisa, mengapa Al-Qur'an harus menjelaskan kembali kisah kaum Aad, Tsamud, dan Luth? Padahal bukti-bukti arkeolognya sangat mudah ditemukan?
Allah memaparkan kembali kisah masa lalu, karena dengan segala bukti-bukti yang berserakan yang telah dan akan ditemukan sekalipun; tidak akan bisa direkonstruksi secara tepat dan benar, akan sangat banyak hipotesis yang bermunculan dan belum terjawab.
Seandainya, seluruh ilmuwan sejarah dunia berkumpul untuk merekonstruksi bukti arkeologi di tempat kaum Tsamud, Aad dan Luth berada, maka mereka tidak akan bisa memaparkan sedetail dan sangat bermanfaat seperti yang Al-Qur'an jelaskan.
Para sejarawan yang mengumpulkan bukti-bukti sejarah berupa fosil, benda, catatan dan wawancara, dari bukti, tempat dan museum yang sama saja, rekonstruksi sejarahnya tetap berbeda-beda. Inilah ketidaktahuan manusia akan masa lalu. Sebab, masa lalu memang gaib bagi manusia.
Bila keberadaan bukti-bukti saja; tidak bisa merekonstruksi kisah dan sejarah secara tepat dan benar, bagaimana bila tidak ada bukti-buktinya? Apalagi bila buktinya pernah ada tetapi tidak dimengerti lagi dan hancur karena ditelan waktu dan iklim?
Manusia itu makhluk langit bukan bumi. Jadi sekuat dan sehebat apapun pikiran dan teknologi pelacak bukti-bukti sejarah, tidak akan bisa mengungkapkannya. Karena buktinya tidak ada di bumi. Bukankah manusia pun tidak bisa melacak jejaknya sendiri di kandungan rahim ibunya?
Kisah Nabi Adam untuk memuaskan kedahagaan dan kebutuhan dasar manusia yang ingin selalu tahu asal usulnya dan mengapa berada di muka bumi. Tanpa perlu ekstra keras untuk menggalinya. Itulah rahmat Allah swt pada manusia.
0 komentar: