Hikmah dari Alam
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Bertani dan berkebun berarti menyiapkan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tidak saja manusia tetapi juga hewan dan tumbuhan lainnya. Hasil pertanian dan perkebunan akan mengisi "perut-perut" seluruh makhluk-Nya. Bila perut kenyang, maka akan menentramkan kehidupan.
Satu buah berarti satu kemaslahatan. Satu buah bisa jadi menjadi rangkaian produk-produk turunan lainnya. Berapa banyak kemaslahatan yang tercipta? Bukankah dasar perekonomian dan kesejahteraan adalah memberi makan dan minum?
Hasil panen dari menanam untuk meredam kekacauan. Rasulullah saw bersabda untuk mengolah tanah, menanam dan berternak, di saat huru-hara Hari Kiamat. Dengan menanam, interaksi lebih banyak kepada tanaman dan hewan yang senantiasa bertasbih dan bersujud. Terhindar dari kebisingan manusia.
Penglihatan, pendengaran dan hati diciptakan agar manusia fokus untuk memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah. Bertani membuat manusia terkepung dengan tanda-tanda kebesaran Allah. Inilah yang membuat hati dan keegoan nafsu tertunduk pada keagungan-Nya.
Dalam kisah persilatan, mengapa para pendekar utama lebih memilih kesunyian di saat tuanya? Memilih menjadi bertani dan warga biasa? Bahkan menanggalkan kehebatan dan kedigjayaannya.
Menyelesaikan persoalan dengan kepintaran dan ilmu. Menyelesaikan dengan pertengkaran dan pertempuran telah usai. Saatnya menyelesaikan kehidupan dengan hikmah dan kebijaksanaan yang dipelajari dari alam.
Bertani berarti memahami hikmah dan kebijaksanaan alam. Bukankah banyak nasihat dengan perumpamaan alam? Bukankah Rasulullah saw bersedih karena sedikitnya manusia yang mau mengambil hikmah kehidupan dari alam?
0 komentar: