Memilih Ujian Yang Resikonya Terukur
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Hidup itu ujian. Manusia itu khalifah yang diberikan kebebasan. Maka pilihlah ujian yang resikonya terukur dan terringan. Jangan mengambil resiko yang tidak terukur karena bisa menghancurkan dan sangat membebankan hingga taraf tak sanggup menanggungnya.
Ujian yang resikonya terukur adalah dengan tunduk dan taat kepada Allah. Ibadah adalah ujian bagi sang hamba. Ujian bagi sang khalifah, mau tetap menjadi wakil Allah di muka bumi atau wakil egonya? Mau mengikuti kebebasan egonya atau kebebasan yang terkelola dan terarah dengan bimbingan Allah?
Yang kikir, hartanya akan musnah. Yang tamak, hartanya tidak memberikan kemanfaatan walaupun melimpahkan ruah. Bila berzakat, harta yang "musnah" hanya 2,5 persen saja, bukankah "kehilangan" 2,5 persen sangat terukur? Sisanya yang 77,5 persen bebas untuk dimanfaatkan kepada yang mubah.
Kebanyakan manusia memilih untuk kikir bukan berbagi. Kikir adalah ujian dari hasutan nafsu. Dermawan adalah ujian, apakah mau ditaati atau diabaikan? Yang berakal akan memilih resiko yang terukur.
Tamak atau mencari yang halal? Semuanya ujian. Manusia bebas untuk memilih. Ketamakan menimbulkan kezaliman dan perampasan hak orang lain. Sedangkan yang halal menimbulkan ketentraman dan kebersamaan. Yang tamak, hartanya menjadi abu. Yang halal, membawa keberkahan. Namun, kebanyakan memilih ujian ketamakan.
Resiko puasa hanya lapar dan haus selama 12-14 jam. Sedangkan makan dan minum tak karuan. Gaya hidup yang bergemerlapan akan menghabiskan harta, penyakit badan yang akut yang kadang tak bisa disembuhkan. Mau memilih ujian yang mana? Berpuasa, resikonya paling ringan.
Mau menuhankan ego diri atau menuhankan Allah. Menuhankan Allah hanya butuh kerendahan hati dan mencampakkan kesombongan. Sedangkan menuhankan ego terlihat hebat dan bebas, namun jiwanya sengsara tak pernah bahagia. Bukankah lebih ringan merendahkan hati daripada sengsara hidupnya?
0 komentar: