Jejak Air dan Kezaliman Manusia
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Menyusuri sisi bawah gunung Halimun. Menapaki selokan yang kering di sisi tebingan. Dahulu, sepertinya air jernih mengalir di selokan tersebut. Mengapa sekarang kering?
Setelah hujan besar cukup deras semalaman, paginya mencoba menyelusuri selokan tersebut. Ternyata selokannya tetap kering. Terlihat jejak arus air yang cukup kencang dan erosi tanah dari gunung Halimun. Air hujan terbuang percuma. Padahal negri Saba menjadi makmur karena pengelolaan air hujan.
Di ujung selokan, ada pancuran kecil, yang kering di musim kemarau. Namun bila habis hujan, pancuran tersebut mengalirkan air. Bila tidak hujan beberapa hari, pancuran tersebut tak mengeluarkan air lagi. Bagaimana agar pancuran tersebut selalu mengeluarkan air?
Keberadaan air dan warna air menunjukkan karakter manusia terhadap alam? Adakah kasih sayang? Bila zalim, air akan menjauh dan hilang. Warna air tidak jernih lagi.
Di pegunungan, air keluar dengan sendirinya. Penghuninya tinggal menampung dan menyalurkannya ke rumah-rumah. Di musim kemarau pun, air terus mengalir dengan lebih jernih dan sejuk.
Di kota, harus memasang instalasi air tanah hingga ratusan meter untuk mendapatkan air. Warna airnya hijau hingga hitam. Tak bisa dikonsumsi. Apa artinya? Zalim terhadap alam.
Di pegunungan pun bila penduduknya zalim, air sungainya berwarna kemerahan bila hujan karena kerusakan hutan di gunung. Di setiap rumah harus memasang mesin instalasi air tanah. Air tanda kasih sayang atau kezaliman pada alam.
0 komentar: