Mengukur Kemuliaan Manusia
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Bersyukurlah, Allah tidak menilai hamba-Nya dari kekayaan dan kekuasaannya. Strata manusia tidak diukur dari penghimpunan dunianya. Tetapi dari interaksinya dengan Allah, yaitu taqwa. Jadi siapapun bisa mendapatkan derajat tertinggi. Inilah persamaan kemanusiaan.
Yang berkuasa dan berharta menghormati rakyat jelata. Siapa tahu yang jelata lebih bertakwa. Yang jelata menghargai yang berkuasa dan berharta. Siapa tahu yang berkuasa dan berharta lebih bertakwa. Yang bermaksiat pun dihargai, siapa tahu di akhir hayatnya meraih hidayah, lalu bertaubat. Takwa itu di hati. Sebab kerahasiaannya, semuanya saling menghargai.
Mengapa terjadi oligarki kekuasaan dan bisnis? Mengapa seseorang bisa menjadi sangat berkuasa? Mengapa muncul kediktatoran? Sebab orientasinya dunia. Para kaki tangan, pembela, dan penyanjungnya berebutan kue kekuasaan dan kekayaan. Siapa yang bisa memberi kepuasan nafsunya, dialah yang menjadi tuhan. Ini efek bila penghargaan tidak berdasarkan takwa.
Keterhinaan manusia atas manusia, disebabkan ukuran kemuliaan bukan lagi takwa. Penindasan manusia atas manusia, karena ukuran kemuliaan bukan lagi takwa. Hargailah manusia seperti Allah menghargai manusia. Bila Allah menghargai manusia karena takwanya, maka manusia pun menghargai manusia karena ketakwaanya juga. Tak ada ukuran selain takwa.
Takwa bukan "pemberian" Allah. Hasil olah diri. Hasil penempaan dan pendidikan diri. Hasil jihad diri. Sedangkan kekuasaan dan kekayaan merupakan pemberian Allah, jadi tak bisa diukur sebagai kemuliaan. Kafirin, munafikin, dan musyrikin pun diberikan kekayaan dan kekuasaan. Yang berbuat curang dan penipu pun diberikan kekayaan kekuasaan.
Kekuasaan dan kekayaan adalah ujian. Setiap yang diminta pertanggungjawaban oleh Allah tak bisa dijadikan kemuliaan, sebab di akhirat kelak akan menjadi beban. Setiap hal yang kehilanganya membuat semakin meringankan tanggungjawab di hadapan Allah, bukanlah kehilangan.
Takwa merupakan ukuran hakikat manusia. Selain ukuran ini, berarti memperturutkan hawa nafsu. Kehancuran tata nilai, oligarki, monopoli, eksploitasi, penindasan dan penghinaan, karena manusia telah salah dalam mengukur kemuliaan.
0 komentar: