Memilah Kepalsuan dan Hakikat
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Bagaimana mengetahui sesuatu itu kamuflase atau substansial? Bagaimana mengetahui sesuatu itu fatamorgan atau hakikat? Mudah saja, apakah yang dicita-citakan itu akan dibawa ke liang lahat? Bukankah kejeniusan itu diukur dari kesiapan kematian?
Yang ditinggalkan saat kematian, semuanya palsu dan tak berharga. Yang dibawa saat kematian, itulah yang hakikat. Yang hakikat, justru tak pernah terlihat. Bentuknya ketaatan, keikhlasan, dan keridhaan kepada Allah.
Kekayaan adalah kepalsuan, hakikatnya, mendistribusikan secara ikhlas. Kekuasaan itu kamuflase, hakikatnya menegakkan keadilan, kebenaran dan kemaslahatan. Bisnis itu kamuflase, hakikatnya menebar kemanfaatan dan menghormati hak orang lain.
Mengapa yang diburu justru yang palsu? Padahal hanya bisa digunakan untuk berbangga dan menyombongkan diri. Padahal kelak hanya menjadi sampah dan sebutan nama saja. Namun tak bisa memberikan manfaat dan mencegah kemudharatan.
Puasa itu penempaan diri untuk memahami hakikat. Latihan memahami sebatas apa yang kamuflase itu boleh digenggam untuk sekedar melanjutkan perjalanan menuju kematian. Mengambil yang diperlukan saja, tak berlebihan dan menyia-nyiakan. Mengambilnya untuk bekal kematian.
Kekuasaan untuk bekal kematian. Kekayaan untuk bekal kematian. Ilmu dan kecerdikan untuk bekal kematian. Kompetensi dan sumber daya apa pun untuk bekal kematian. Bukan pelampiasan ego dan membuat decak kagum manusia.
Saat semuanya menjadi bekal kematian, maka diri telah sampai pada pemahaman akan hakikat. Bila masih berkutat pada pelampiasan ego, maka akan terus dalam kubangan lumpur kamuflase yang menyiksanya.
0 komentar: