Membangun Kesadaran Keseimbangan
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Lapar itu bagian dari nikmat Allah. Melaparkan diri bagian dari pendidikan dan perbaikan diri. Dengan lapar, bukankah manusia jadi merasakan lezatnya makanan? Dengan haus, bukankah jadi merasakan kesegaran air? Dengan keterbatasannya manusia tahu akan makna nikmat-Nya.
Bila ingin paham nikmatnya jalan kaki, tanyakan pada mereka yang tidak bisa berjalan karena sebuah penyakit dan luka? Bila ingin paham nikmatnya melihat, tanyakan pada mereka yang sebelumnya bisa melihat? Bila ingin merasakan nikmatnya gigi, tanyakan pada mereka yang giginya ompong?
Nikmat itu baru terasa kelezatannya bila dicabut nikmatnya. Bagaimana agar kenikmatannya tidak tercabut? Belajarlah membutakan mata, membisukan lisan, memtulikan telinga, melaparkan perut dan menghauskan tenggorokan. Belajar mencabut nikmat agar Allah tidak mencabutnya karena melampaui batas dalam memberdayakan nikmat tersebut.
Allah menciptakan sesuatu ada ukurannya. Keseimbangan merupakan hukum yang ada di alam semesta. Bila melampaui sesuatu atau kekurangan sesuatu, maka alan muncul aksi dan reaksi untuk menyeimbangkannya. Bencana untuk menyeimbangkan ekosistem alam.
Bagaimana agar tidak terjadi bencana? Bagaimana agar tidak terjadi kegagalan dan musibah? Bagaimana agar muncul kesadaran akan keseimbangan? Bagaimana menciptakan sensitivitas adanya ukuran pada setiap nikmat Allah? Sadarilah, semuanya itu ujian.
Hidup adalah ujian. Nikmat itu ujian. Prinsip ini membangun kesadaran akan keseimbangan, batasan, dan ukuran sehingga tidak jatuh pada melampaui batas atau kezaliman. Setiap yang melampaui batas adalah kerusakan yang menciptakan datangnya teguran dari Allah.
Puasa merupakan langkah melakukan sesuatu yang berkebalikan secara sadar. Seperti bersedekah, menyerahkan milik kita secara sadar sebelumnya menjadi sesuatu yang melampaui batas.
0 komentar: