Menyuburkan Harapan
Ajaran sufi mengajarkan takut kepada Allah, bukan kepada makhluk. Ia mengajarkan kepada kita bahwa musibah yang menimpa kita tidak bermaksud mencelakakan kita, dan kecelakaan yang terjadi pada kita bukanlah musibah.
Jadi intinya, mengembalikan semua urusan kepada Allah. Selama kita berjalan di atas jalan Allah, memiliki niat yang bersih dan jiwa yang iffah, zuhud terhadap yang dimiliki manusia dan yakin kepada kekuasaan Maha Pencipta, maka takkan ada lagi sisa rasa takut dalam hati kita kepada manusia.
Dalam mengarungi kehidupan ini saya selalu bersikap optimis. Tak pernah sekalipun saya memberikan kesempatan bagi kata pesimis untuk masuk ke jiwaku. Sebabnya satu: Tak ada satu pun yang ada dan terjadi di dunia ini kecuali karena kehendak Allah. Kehendak Allah mustahil dilawan sebab segala keinginan-Nya pasti terwujud. Dia-lah Dzat Yang Maha Pemurah dan Penyayang.
Jika kita ditimpa peristiwa yang tidak menyenangkan maka kita harus melihatnya dari beberapa segi:
1. Bukankah Allah itu bijaksana? Benar, jadi segala sesuatu yang telah terjadi pasti ada hikmahnya.
2. Bukankah Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Benar, jadi di dalam ujian hidup terpendam hikmah yang belum sempat dicerna akal-akal kita.
3. Bukankah Allah itu adil? Benar, jadi tak ada satu pun kezaliman yang pantas dikeluhkan.
Saya selalu memiliki harapan. Semua harapanku penuh dengan optimisme dan kepastian. Sebab ia selalu bergantung kepada Yang Maha Tinggi lagi Maha Jaya. Saya sadar bahwa sekiranya ada seorang dai bisa lepas dari batu ujian maka Muhammad saw orang yang paling pantas untuk itu. Sebab, beliau orang yang paling dicintai Allah, yang paling dekat dengan-Nya dan paling tinggi kedudukannya di sisi-Nya.
Dalam kehidupan dunia ini, seorang manusia berdiri di antara dua karang: karang di mana takdirnya telah ditentukan dan karang di mana takdirnya belum diputuskan. Jadi apa alasannya seorang muslim yang memiliki keimanan kokoh harus merasa takut ketika takdirnya belum diputuskan? Tak ada seorang manusia pun yang akan takut karena ia begitu yakin dengan ketentuan takdir. Akan tetapi, ketika takdir telah diputuskan, kemanakah gerangan ia harus melarikan diri? Tak ada satu celah pun yang bisa dijadikan sebagai tempat persembunyian atau meloloskan diri dari takdir tersebut.
Kejayaan atau kelemahan tidak selamanya berpihak kepada kelompok tertentu saja. Sebab, hari-hari kejayaan akan dipergilirkan. Syaratnya, bertakwa kepada Allah dengan sebenarnya takwa, bertawakal kepada-Nya, sungguh-sungguh dalam bekerja (ihsan). Ihsan dalam berinovasi, dalam dunia bisnis, dalam pergaulan, dalam mengerahkan potensi, ihsan dalam memupuk pohon kebangkitan Islam di semua bidang kehidupan dan ihsan dalam membina kalangan pemuda yang kini telah bangkit setelah tidur panjang.
Semua ini berita gembira yang ditakdirkan Allah sebagai lahan tanaman dari harapan-harapan kita dan tali penguat bagi bulatan-bulatan tekad agar kita terus berjalan sampai ke tujuan. Perjalanan 1.000 mil dimulai dengan hitungan satu langkah.
Sumber:
Umar Tilmisani, Robbani Press
0 komentar: