Mengembalikan Kejayaan
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Allah menguji Nabi Ayyub dengan kekayaan berlimpah, anak yang banyak dan keluarga yang bahagia. Bagaimana bila sebaliknya? Miskin, kehancuran bisnis, kehilangan anak dan ditinggalkan istri? Apakah masih tetap berkarakter yang sama? Iman dan bertakwa? Perguliran kejayaan dan kehancuran. Perguliran kekayaan dan kemiskinan untuk menguji keistiqamahan di semua kondisi kehidupan.
Saat bangkrut dan miskin. Saat sakit dan hancurnya keluarga. Nabi Ayub hanya berdoa, "Ya Allah, sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang." Dengan doa tersebut Allah melenyapkan semua penyakit, mengembalikan dan melipatgandakan yang telah hilang. Semuanya rahmat dari Allah. Keistiqamahan dalam beragam kondisi, merupakan solusi persoalan hidup.
Nabi Yunus dalam kegelapan lautan, kegelapan malam dan kegelapan di perut ikan paus, berdoa, "Tidak ada tuhan selain Engkau, Maha suci Engkau, Sungguh, aku termasuk orang yang zalim. Dalam keterpurukan, tauhidkan Allah. Akui kezaliman diri bukan orang lain. Itulah jalan keluarnya dari persoalan. Menyalahkan hanya membuat rahmat Allah semakin jauh.
Tazkiyatu Nafs, membersihkan diri, awal semua perbaikan dan dikembalikannya kepemimpinan dan kejayaan. Seperti Nabi Adam yang bersegera mengatakan kepada Allah bahwa dirinya telah menzalimi dirinya sendiri. Awal semua perbaikan adalah hanya beristighfar dan bertaubat. Melihat ke dalam bukan menyalahkan ke luar.
Nabi Zakaria sudah tua renta. Istrinya juga sudah tua dan mandul. Hingga di usia senjanya belum memiliki putra. Nabi Zakaria berdoa, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkaulah ahli waris yang terbaik." Solusi hidup adalah yakin kepada Allah walaupun tidak memiliki sumberdaya sama sekali untuk meraihnya.
Ikhtiar yang dilakukan oleh Nabi Zakaria adalah bersegera melakukan kebaikan, berdoa dengan rasa penuh harap dan cemas dan hatinya khusyu kepada Allah. Allah tidak pernah menyia-nyiakan kebaikan para hamba-Nya. Itulah yang suratan takdir yang tercatat di Lauhul Mahfudz.
Kisah para nabi dan rasul untuk meneguhkan hati yang beriman. Menentramkan dalam kegelisahan. Terlihat cahaya walaupun di kegelapan. Optimisme walaupun tak memiliki sumber daya yang cukup untuk meraih impian. Syaratnya, lalui apa yang pernah dilalui dan kerjakan apa yang telah dikerjakan oleh para nabi dan rasul.
0 komentar: