Ilmu Penegak Kebenaran?
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Yang literatur dan referensi bacaan tentang demokrasi dan pemerintah sangat banyak, mengapa justru menjadi bagian indikasi kecurangan Pilpres 2024? Padahal di dua Pilpres sebelumnya, mereka yang menggugat kecurangan Pilpres. Ada juga pakar hukum tata negara yang jadi bagian indikasi kecurangan Pilpres kali ini. Apakah kepakaran telah mati?
Apakah ilmu tidak bisa menjadi pembimbing jalan hidup? Apakah ilmu tidak membuat seseorang menjadi pembela dan penegak kebenaran? Apakah ilmu tidak bisa menjinakan hawa nafsu dan membersihkan hati? Apakah ini yang disebut Imam Al Ghazali sebagai ulama suu?
Di kitab Ihya Ulumudin, lebih banyak membedah sarana pembersihan hati, penyakit hati dan sikap hati terhadap ritual ibadah. Mengapa tidak mengikuti methodelogi para Imam Mazhab Fiqh sebelumnya? Ilmu pun harus memiliki jiwa dan rasa. Ilmu pun harus diarahkan. Sebab, sangat banyak orientasi puncak ilmu adalah dunia.
Ilmu tidak bisa menjadi satu-satunya alat untuk melihat dan menegakkan kebenaran. Sebab, masih ada syahwat dan bisikan syetan. Seperti Nabi Adam, beliau telah diajarkan ilmu oleh Allah yang melampaui para malaikat. Namun jatuh oleh hawa nafsunya yang ingin hidup abadi. Dalam setiap keinginan selalu ada tipuan dan bisikan hawa nafsu dan syetan.
Bukankah banyak yang mengetahui rambu lalu lintas tetapi melabraknya? Bukankah banyak pembuat dan penegak rambu lalu lintas, justru yang melanggarnya? Jadi bukan semata-mata ilmu yang bisa menegakkan kebenaran. Hati yang bersih yang membimbing pada kebenaran.
Kiprah politik untuk mengungkap apa yang ada di hati. Kiprah bisnis untuk mengungkap apa yang ada di hati. Semua kiprah kehidupan untuk mengungkapkan apa yang ada di relung hati. Al-Qur'an menjelaskan bahwa wajah dan suara menjadi sarana membongkar apa yang ada di hati. Hati tak bisa disembunyikan.
Berkiprahlah di semua bidang kehidupan. Bukan untuk meraih sesuatu, tetapi untuk intropeksi berbolakbaliknya hati. Untuk membongkar semua bisikan hawa nafsu dan tipu daya syetan. Apakah diikuti? Apakah lebih memilih kehendak Allah dan Rasul-Nya?
0 komentar: