Gesekan Pemerintah Netanyahu dengan Tentara Cadangannya
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Berdasarkan Wikipedia, setiap pemukim Yahudi di pendudukan Israel, yang berusia 17 tahun harus mengikuti wajib militer selama 24-34 bulan. Pada 2016 saja, yang siap dikerahkan untuk tugas militer sebanyak 2,8 juta. Tentara militer aktifnya 169.500, sedangkan cadangannya sebanyak 465.000 personil.
The Washington Pos, pada 10/10/23 memberitakan, Militer penjajah Israel memanggil sekitar 360.000 tentara cadangan. Atau, setara 4 persen warganya. Ini menandai mobilisasi terbesar dan tercepat dalam sejarah. Namun juga, menjungkirbalikkan kehidupannya. Dimana, harus meninggalkan pekerjaan tetap dan keluarganya untuk operasi militer ke Gaza. Lalu, apa efeknya?
Terjadi keguncangan pada tentara cadangan. The Washington Post melihat beberapa tanda kekacauan dalam kecepatan proses penugasan tentara cadangan yaitu tidak tahu apa perannya dalam perang. Mereka bingung, marah, dan frustasi.
David Citron, seorang tentara cadangan berkisah, “Ribuan tentara, semuanya berjalan menuju pangkalan. Banyak kemarahan, banyak frustrasi, banyak keterkejutan,” imbuhnya. “Banyak orang yang benar-benar buta, termasuk saya sendiri.” Dalam kondisi mental seperti ini, dapatkah memiliki daya tempur yang kuat?
Disisi lain, petinggi militernya mengalami kebingungan tentang strategi dan target pertempuran dari agresi ke Gaza sebagai balasan infiltrasi Hamas. Sumber daya militer yang melimpah, namun salah strategi dan tak paham kekuatan musuh, bukankah akan sia-sia?
Raphael S Cohen, Direktur Project Air Force Rand Corporation, pada 13/1/2024 di Foreignpolicy.com menjelaskan kondisi Militer penjajah Israel sebelum agresi ke Jalur Gaza. Saran Militer Amerika, yaitu meminimalisir korban sipil dan menetapkan apa yang akan dilakukan setelah agresi selesai, seperti yang dilakukan Amerika di Irak dan Afganistan. Namun strategi Amerika bukan model yang tepat, karena Amerika kalah di Irak dan Afghanistan. Persoalan strategi ini membuat agresi darat ke Gaza sempat tertahan beberapa hari.
Bukankah wilayah Jalur Gaza berbeda dengan Afganistan yang luas? Bagaimana pasukan yang sangat besar terjun di Gaza yang sempit dan padat? Dimana, wilayahnya berdampingan dan telah lebih 70 tahun berkonflik. Amerika saja di Afghanistan yang luas, maksimal hanya mengerahkan 100.000 tentara.
Fakta lain yang mengejutkan, pasukan cadangan penjajah Israel ternyata mengalami kekurangan investasi dan tantangan kesiapan yang sistemik. Misalnya, laporan Januari 2023 dari Institut Studi Keamanan Nasional Israel, ternyata hanya 6 persen dari 360.000 personel yang telah menyelesaikan wajib militernya untuk memenuhi persyaratan tentara cadangan. Selama puncak protes terhadap reformasi peradilan tahun lalu, beberapa unit cadangan elit mengalami ketidakhadiran dalam latihan militer sebanyak lebih dari 40 persen. Artinya, pasukan cadangan tidak memenuhi syarat minimal untuk berperang.
The Time of Israel, 9/10/2023, juga mengungkapkan kekurangan investasi bagi kebutuhan tempur pribadi. Di media sosial, mereka mengatakan tidak dilengkapi perlengkapan perang dengan baik. Yang terungkap ke publik, salah satunya kurangnya plat keramik untuk rompi anti-peluru. Dengan terpaksa, mereka memilih untuk membelinya sendiri daripada harus meregang nyawa di medan pertempuran. Antar komandan pun kadang berselisih agar anggotanya mendapatkan perlengkapan tempur terlebih dahulu.
Konflik pemerintan Netanyahu dan tentara cadangan bukan saat sebelum agresi darat saja, jauh sebelumnya pada 22 Juli 2023, sekitar 10 ribu tentara cadangan penjajah Israel mengumumkan, akan meninggalkan tugasnya sebagai protes atas reformasi hukum pemerintah Netanyahu.
Kondisi ini sangat genting, menurut laporan Anadolu Agency, Kepala Staf Umum Herzi Halevi meminta pertemuan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk membahas situasi tentara cadangan yang meninggalkan tugas. Bayangkan, sedang berkonflik dengan pemerintah Netanyahu, lalu kemudian harus bertempur melawan Hamas di bawah pemerintahan yang tidak kredibel, ini sangat mempengaruhi mental juang. Ini menimbulkan perpecahan internal.
Menurut situs media Walla, tentara cadangan Israel muak dengan perilaku pimpinan mereka yang datang hanya untuk mengambil foto di zona pertempuran, lalu pergi begitu saja. “Kami bosan melihat perwira berpangkat mayor jenderal dan brigadir jenderal datang hanya untuk foto-foto di zona pertempuran lalu pergi. (Sedangkan) Kami belum pulang ke rumah. Selama berminggu-minggu,” ucap salah satu tentara.
Dengan kondisi seperti ini, maka pengerahan 360.000 tentara cadangan tidak efektif. Yang tewas, cacat dan depresi semakin banyak dan meluas. Akhirnya, demobilisasi tentara penjajah Israel dilakukan besar-besaran dari Gaza, dengan alasan memasuki pertempuran tahap ke tiga.
0 komentar: