Terus Meluas Kerusakan Mental Warga Penjajah Israel Bila Perang Gaza Tak Dihentikan
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Penyerbuan dan pembantaian terhadap sipil di Gaza oleh tentara penjajah Israel seperti terus berlanjut. Netanyahu, Perdana Mentri penjajah Israel, terus menyuarakan menghabisi Hamas di Gaza, baik kekuasaan, akar rumput, kekuatan militer maupun ideologinya. Apakah ini akan menguntungkan penjajah Israel?
Faktanya, justru menghancurkan masa depan mereka sendiri. Kesehatan mental warganya yang masih produktif terus anjlok. Tentara penjajah yang dikirim ke Gaza umumnya di usia 20-30 tahun. Mereka pemuda terpilih, terkuat dan terbugar. Namun harus menghadapi tekanan mental karena "dipaksa" membunuh rakyat sipil Gaza.
Sebuah studi yang dilakukan oleh para psikolog di Monash University Melbourne, tentara yang membunuh sipil menimbulkan trauma dibandingkan tentara yang membunuh tentara. Ada perbedaan efek di otak saat tentara membunuh sipil dan sesama tentara.
Beberapa kasus yang terungkap mengenai kerusakan kesehatan mental tentara penjajah Israel sebagai berikut:
"Tidak ada satu pun yang memberikan terapi untukku, bahkan aku sering kali mengompol di malam hari gara-gara trauma," ujar Ido Gal Razon. "Dia [korban] datang padaku dan bilang kenapa kamu membunuhku, kenapa kamu membunuhku. Emang kamu bisa lanjutkan hidup setelah ini? kamu tetap bisa makan dan sukses?" imbuhnya. Padahal pria tersebut adalah kandidat pilot dan terpilih dalam proyek Havatzalot Intelligence. Namun dia malah mengalami trauma berkepanjangan. Ungkapan ini disampaikan pada tahun 2016.
Seorang mantan tentara Israel berusia 26 tahun membakar diri sendiri akibat menderita stres setelah ikut dalam Perang Gaza pada 2014 lalu. Tentara tersebut bernama Itzik Saidian. Dia disebut datang ke sebuah yayasan khusus menangani tentara korban perang di dekat Tel Aviv dan menyiram dirinya dengan cairan mudah terbakar dan menyalakan api. "Itu karena tekanan psikologis yang signifikan," kata militer penjajah Israel pada Selasa (13/4/2021).
Saya Dani Eyalon, putra dari Ronen Eyalon," ungkapnya, demikian dikutip dari keterangan video pada akun Instagram littleproject.idn. "Ayahku telah terbaring stress selama sebulan dalam kondisi berbahaya. Kenapa?" sambungnya. Ayah Mencoba Bunuh Diri
Di hadapan Kementerian Pertahanan Israel, Dani mengungkap jika sang ayah setidaknya pernah mencoba bunuh diri. Bukan sekali atau dua kali, sang ayah diungkapnya pernah mencoba setidaknya sebanyak 10 kali. Sontak, hal itu membuatnya menjadi pemuda yang selalu waspada. Setiap saat, dia rela untuk menjaga sang ayah.
Avihai Levi yang pernah bertugas dalam perang sebelumnya di Gaza, memberikan pidato di Knesset. Dia mengadu, saat ini hidup dalam ketakutan secara terus-menerus, mengalami teror setiap malam, dan sangat bergantung pada konsumsi alkohol untuk mengatasi kenangan traumatis. “Ini istriku, aku hampir membunuhnya beberapa kali dengan tanganku beberapa tahun terakhir,” ujarnya dengan nada marah. Ia juga mengaku setiap malam ia terpaksa ngompol di celana. “Saya ngompol di celana setiap malam hari karena takut,” ujarnya. “Saya tidak bisa tidur jika saya tidak minum sebotol alkohol setiap hari,” tambah dia lagi.
Mereka yang masih hidup pasca perang Gaza sebelumnya telah mengalami kerusakan mental yang parah, padahal mereka masih usia produktif. Keluarga dan orang terdekat mereka pun ikut mengenai dampaknya karena harus menjaga dan memelihara mereka. Bahkan bisa menjadi korban atas kerusakan mental tersebut.
Bila jumlah pasukan reguler dan cadangan penjajah Israel mencapai 300.000 orang, seandainya mereka memiliki 3 orang terdekat, maka 1,2 juta warga penjajah Israel yang terkena dampak dari kerusakan mental akibat perang Gaza. Bagaimana nasib sebuah bangsa bila banyak warga mengalami kesehatan mental? Padahal menurut Ketua Organisasi Penyandang Disabilitas IDF, Idan Kleiman, ada sebanyak 10 ribu tentara Israel yang mengalami trauma akibat pertempuran melebih 7-8 jam.
Kerusakan mental tidak saja menghantui tentara, tetapi juga para pemukim penjajah Israel yang mendapatkan serangan rudal dari Hamas dan gerak perlawanan disekitar tanah pendudukan Israel. Bila perang Gaza tak dihentikan oleh penjajah Israel, maka yang rusak bukan warga Palestina tetapi mentalitas warganya sendiri.
0 komentar: