Sekenario Penjajah Israel Keluar dari Gaza Agar Tidak Dicap Pecundang
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Bagaimana penjajah Israel bisa keluar dari Gaza dengan tegak? Bukan sebagai pihak yang kalah? Ini yang sedang dipikirkan oleh pakar strategis mereka. Bukan lagi, apa rencana strategis setelah penjajah Israel bisa menjajah Gaza? Dahulu Amerika dan Barat mendesak penjajah Israel tentang konsep Gaza bila dikuasainya, sekarang Amerika dan Barat sedang mencari cara menyelamatkan wajah sang penjajah.
Gaung fase ketiga pertempuran sedang digencarkan beritanya, agar masyarakat penjajah Israel merasa tenang bahwa fase sebelumnya sudah mencapai target militer yang sudah ditetapkan. 5 brigade tempur cadangan yang berjumlah 120.000 personil pun ditarik. Sebelumnya bataliyon elit Golani juga ditarik dengan alasan memulihkan mental tempurnya personil. Menarik diri dari Gaza dengan alasan Gaza sudah dikuasai sehingga bersiap ke model pertempuran tahap tiga. Namun apa yang terjadi pada pergantian tahun 2024, saat Tel Aviv diserang dengan 27 roket Hamas, 8 roket yang tak bisa dihalau oleh Iron Dome. Bukankah ini pencapaian yang buruk? Bukankah keakuratan Iron Dome itu 90%?
Apakah penjajah Israel bisa mengandalkan gencatan senjata agar bisa keluar dari Gaza? Sampai saat ini masih sulit tercapai. Karena, gerakan perlawanan rakyat Palestina hanya menginginkan gencatan senjata permanen. Menghentikan total pertempuran yang dibarengi dengan masuknya bantuan kemanusiaan ke seluruh Gaza. Setelah itu tuntas, barulah penukaran sandera dengan pembebasan seluruh tahanan rakyat yang ada di penjara-penjara penjajah Israel. Walaupun pemukim penjajah Israel sepertinya menerima konsep ini, tetapi penguasa aliran kanan garis keras penjajah Israel masih menolaknya dengan alasan hanya memperkuat gerakan perlawanan.
Yang sedang diusahakan oleh militer penjajah Israel adalah tidak lagi menguasai Gaza secara menyeluruh seperti pada awal agresi, tetapi menguasai lokasi strategis tertentu di Gaza yang secara jangka panjang akan melemahkan Hamas. Ini dilihat dari pergerakan pasukan elitnya yang dipusatkan ke Gaza Tengah dan Selatan dengan model pertempuran baru. Dimana, helikopter Apache menjadi bagian tempur serangan darat. Sebelumnya, helikopter hanya membawa pasukan ke titik pertempuran dan membawa pasukan yang tewas atau terluka. Untuk menghadapi ini, Al-Qassam sudah mengeluarkan senjata anti pesawat Sam 18 yang sudah beberapa digunakan untuk menyerang helikopter penjajah Israel.
Target pertempuran di Gaza Tengah, terutama di Juhr al-Dik, adalah membelah Jalur Gaza menjadi dua, yaitu Gaza Utara dan Selata. Mengambat pergerakan rakyat Palestina dari utara ke selatan atau sebaliknya. Menghancurkan suplai pangan internal rakyat Gaza yang terpusat di Gaza Tengah. Serta, dijadikan pusat komando militer penjajah Israel dan dianggap paling aman untuk kehadiran militer penjajah Israel secara permanen. Namun apakah demikian?
Al-Duwairi, analis militer, menekankan bahwa Juhr al-Dik, yang dianggap sebagai daerah lunak yang luasnya tidak melebihi 6 kilometer, tetap masih sulit dikendalikan oleh penjajah Israel, dan sebagian besar operasi Brigade Al-Qassam terjadi darinya, yang ditandai dengan ketepatan dan kualitas, dan hasilnya menyakitkan bagi penjajah Israel.
Target khusus strategis lainnya ada di Gaza Selatan, yaitu mengendalikan penuh rute Philadelphi dimana pintu Raffah ada disini. Ini sebuah koridor sempit antara Jalur Gaza yang terkepung dan Mesir. Ini merupakan satu-satunya penyeberangan yang tidak dikuasai langsung oleh penjajah Israel. Menguasai rute ini berarti sebuah keberhasilan mutlak penjajah Israel mengepung Gaza.
Apakah dimungkinkan intervensi Amerika langsung di Gaza? Sepertinya sangat sulit. Dukungan Amerika berupa pengiriman 200 lebih pesawat kargo yang membawa peralatan militer, pemberian pesawat tempur, bantuan dana ke penjajah Israel dan menggunakan hak veto di PBB dalam resolusi Dewan Keamanan telah menurunkan popularitas Joe Biden yang di 2024 ini akan bertarung dalam Pilpres. Begitu dukungan Eropa terhadap Amerika pun terus menurun. Hal ini terlihat dari tidak ikutnya beberapa negara Barat dalam aksi maritim di Laut Merah untuk mengamankan lalulintas pelayaran internasional atas ancaman Yaman yang telah menghancurkan pelabuhan penjajah Israel di bagian selatan.
Bagaimana sekenario keluarnya penjajah Israel dari Gaza? Masih tergantung dari hasil pertempuran di lapangan. Yang menang, yang bisa mendikte dan menentukan. Atau, seberapa beraninya penjajah Israel menanggung kehancuran ekonomi dan dukungan internasional dari agresi ini.
0 komentar: