Membawa Medan Pertempuran Gaza ke Platform Media Sosial
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Memenangkan pertempuran tidak saja soal pertempuran di medan perang tetapi juga pertempuran psikologis dan informasi. Perlawanan rakyat Palestina, khususnya Hamas, sangat serius "memindahkan" medan pertempuran fisik ke medan pertempuran di media sosial. Setiap pertempuran fisik diabadikan melalui video lalu disebarkan ke sejumlah platform media sosial. Kualitasnya melebihi karya filem perang Hollywood.
Kebenaran akan mengalahkan kebohongan. Fakta akan menghancurleburkan klaim-klaim, walaupun yang mengucapkannya seorang perdana mentri, panglima perang dan badan intelejen. Sekarang sebuah era yang segala sesuatunya mudah divalidasi dan diverifikasi oleh setiap orang. Berapa banyak klaim dan kebohongan penjajah Israel dengan cepat terbongkar? Tak harus menunggu para investigator professional. Tak harus menunggu bertahun-tahun untuk mengungkapkannya.
Penguasa penjajah Israel mengklaim bahwa serangan darat ke Gaza sudah mencapai titik akhir. Hamas menyerah. Namun perlawanan rakyat Palestina, terutama Hamas, menjawabnya dengan mengirimkan video kehancuran infrakstruktur militer darat dan jasad-jasad tentara penjajah Israel yang bergelimpangan di jalan dan gedung. Akhirnya, penjajah Israel mengakui banyak kematian para perwiranya. Dari 400 yang diumumkan tewas, 100-nya merupakan para perwiranya. Adakah korban militer separah ini?
Video kehancuran infrakstruktur militer darat dan tewasnya tentara penjajah Israel tidak saja tersebar melalui ragam platform media sosial tetapi merambah media resmi yang tervalidasi kebenaran beritanya. Perhatikan berapa juta yang menonton dan menshare video perlawanan rakyat Palestina di media sosial? Sekarang di setiap berita Gaza di sejumlah media resmi pemberitaan selalu disisipi video-video tersebut. Masyarakat dunia "terkepung" oleh informasi yang tervalidasi dari gerakan perlawanan rakyat Palestina.
Jurnalis yang meliput di Gaza, juga memiliki mental pencari fakta, mental keberanian dan pengorbanan yang tak terkira. Walaupun kematian para Jurnalis mulai merangkak menuju 100 orang. Walaupun keluarga Jurnalis menjadi sasaran pembantaian penjajah Israel, mereka tetap bertahan di Gaza. Yang luka lalu sembuh pun, tetap ingin kembali meliput perlawanan rakyat Palestina. Goresan pena dan ucapan mereka mengungkap fakta yang kemudian disebarkan melalui platform media sosial dan media resmi pemberitaan. Penjajah Israel terkepung oleh pemberitaan praktek genosida dan kejahatan perangnya dari para jurnalis dan video kehancuran infrakstruktur militer yang dibuat oleh gerakan perlawanan rakyat Palestina. Apa akibatnya?
Hasil survei Alvara Research Center, golongan muda yang terdiri dari generasi milenial (kelahiran 1980-1994) dan Z (kelahiran 1995-2000-an), 34% respondennya ketagihan internet dengan menghabiskan waktunya selama 7 jam sehari. Hasil survei CSIS pada 2023, 59% golongan muda menjadikan media sosial sebagai sumber informasi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh McKinsey (2018), generasi Z merupakan generasi yang menikmati kemandirian dalam proses belajar dan informasi. Mereka senang untuk memegang kendali akan keputusan yang mereka pilih. Mereka pun tidak menelan bulat-bulat informasi yang berseliweran di media sosial. Apa pengaruh prilaku ini, saat gerakan perlawanan rakyat Palestina berhasil membawa medan pertempuran nyata ke platform media sosial?
Sebuah survei terbaru menemukan lebih dari separuh anak muda, 51%-nya, di Amerika Serikat usia 18 tahun – 24 tahun, meyakini krisis saat ini di Gaza harus diselesaikan dengan menghapus negara Israel dan mengembalikan wilayah itu ke Hamas serta warga Palestina. Jajak pendapat ini dilakukan Harvard-Harris yang dipublikasi pada Jumat, 15 Desember 2023. Padahal mereka hidup, dimana dunia yang dikomandoi oleh Amerika, telah memasukkan gerakan perlawanan rakyat Palestina sebagai tindakan teroris oleh undang-undang mereka sendiri.
Data dari Proyek Data Lokasi & Peristiwa Konflik Bersenjata (ACLED) yang meliput demonstrasi antara 7 dan 27 Oktober, mencatat ada 3.761 aksi demo pasca serangan ini di seluruh dunia. Sekitar 95% aksi berjalan damai, namun sekitar 5% berubah menjadi kekerasan atau dibubarkan oleh polisi atau badan keamanan lainnya. Mayoritas demonstrasi, sekitar 86%, bersifat pro-Palestina, sementara sebagian kecil lainnya bersifat netral, menyerukan perdamaian dan gencatan senjata tanpa mengambil sikap pro-Israel atau pro-Palestina secara eksplisit," ujar lembaga itu dikutip Reuters, Selasa (14/11/2023).
Mayoritas pemuda berusia 18-24 tahun di Inggris pun berpihak kepada Palestina dalam situasi yang sedang berlangsung, menurut hasil jajak pendapat YouGov pada Senin (16/10/2023). Dari 2.574 orang dewasa yang disurvei dengan pertanyaan “Pihak mana dalam konflik Israel-Palestina yang lebih Anda dukung?”, 39 persen pemuda berusia 18-24 tahun mengatakan bahwa mereka bersimpati pada pihak Palestina, sementara 11 persen mengatakan bahwa mereka bersimpati pada “Israel”. Padahal Ingris dan Eropa, telah memasukkan gerakan perlawanan rakyat Palestina sebagai kelompok teroris dan wilayah yang negara-negara belum mengakui Palestina sebagai negara.
Bagaimana masa depan penjajah Israel dari beragam survei, riset dan kajian di kalangan generasi Z? Suara kehancuran penjajah Israel terus menggema. Dukungan terhadap rakyat Palestina terus membahana. Platform media sosial telah mengubah dan mengobrak abriknya dari warisan kepungan informasi kebohongan yang direkayasa raksasa media pemberitaan oleh generasi pendahulunya yang bermaksud membenarkan penjajahan Zionis Israel di tanah Palestina. Kehancuran penjajah Israel itu pasti.
0 komentar: