Badai Al-Aqsha Dari Gaza Seperti Energi Pembebasan Baitul Maqdis pada Era Shalahuddin Ayubi
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Badai Al-Aqsha itulah sandi gerakan perlawanan rakyat Palestina pada 7 Oktober 2023. Sandi yang menyatukan seluruh faksi perlawanan. Sandi yang menyatukan Gaza, Tepi Barat, dan para pengungsi Palestina yang menyebar di negara-negara Arab dan dunia. Sandi yang menyatukan kaum Muslimin. Bukan itu saja, Sandi Badai Al-Aqsha telah menjadi fokus perhatian dunia yang mengalahkan isu-isu apa pun yang ada.
Sandi Badai Al-Aqsha membuat gerakan perlawanan di Yaman, Libanon, Irak dan Suriah berpadu menyerang semua infrastruktur penjajah Israel. Juga melumatkan program normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan penjajah Israel yang dirancang Amerika. Amerika dan NATO fokus mengerahkan sumber dayanya ke Gaza, sejenak melupakan perang Ukraina yang sebelumnya dianggap bisa menjadi cikal bakal perang dunia ke-3. Ada apa dengan sandi Badai Al-Aqsha? Mari melihat sejarah.
Immanudin Zanky, pendiri Bani Zanky di Syam pada era kekhalifahan Abbasiyah, memiliki putra yang bernama Nurudin Zanky. Mereka berdua menghadapi tantangan berupa serbuan Tentara Salib yang membumihanguskan kaum Muslimin di sekitar Baitul Maqdis atau Masjid Al-Aqsha. Juga menguasai Masjid Al-Aqsha. Bagaimana strategi menghadapinya? Bagaimana satu kesultanan menghadapi serbuan gabungan seluruh kerajaan Eropa?
Immanudin Zanky dan Nurudin Zanky memahami keterbatasan sumberdaya dan infrakstruktur militernya. Lalu apa yang dilakukan? Mereka menyerukan jihad pembebasan Masjidil Aqsa. Dengan seruan ini, kaum Muslimin berbondong-bondong datang sebagai sukarelawan pasukan. Menurut Ibnu Katsir, puncak berbondong-bondongnya kaum Muslimin menyambut seruan pembebasan Al-Aqsha terjadi di era Shalahuddin al-Ayubi.
Menurut Ibnu Katsir, sambutan Muslimin saat itu seperti sedang menyaksikan para Sahabat yang menyambut seruan jihad Rasulullah saw. Seluruh suku, yang kaya dan miskin, bangsawan dan rakyat jelata, terutama ulama dan sufi, menjadi bagian terbesar dalam pasukan Shalahuddin Al-Ayubi dalam setiap pertempuran. Seruan pembebasan Baitul Maqdis atau Madjid Al-Aqsha telah mengerahkan semua sumber daya Muslimin.
Gelora pembebasan Al-Aqsha merata di seluruh masjid. Sebelum shalat, para khatib menggelorakan semangat tersebut. Setelah turun dari mimbar, jamaah shalat kembali menyuarakan semangat pembebasan Al-Aqsha. Seluruh dunia Islam bergema dengan gelora pembebasan Al-Aqsha. Para ulama menulis beragam risalah keutamaan berjihad dan mendorong santrinya menunaikan seruan tersebut. Para mursyid tharqiah pun menempa para saliknya untuk pembebasan Al-Aqsha.
Menurut Ibnu Katsir, Nurudin Zanky telah memerintahkan untuk mengumumkan kepada prajurit, para pejuang, dan para pemuda, yang datang secara sukarela dari berbagai negri dan termasuk orang-orang asing, agar bersiap siaga menghadapi bangsa Eropa, kaum musyrik dan ateis.
Di pertempuran Hithtin, saat Shalahuddin Ayubi meraih kemenangan atas Tentara Salib, mereka yang tidak memiliki kemampuan tempur, salah satunya tugaskan untuk membakar jerami kering yang mengelilingi pasukan salib, sehingga berkobarlah nyala api dan panasnya, kebetulan saat itu angin bertiup ke arah pasukan salib, sehingga asap dan api berkumpul menyelimuti pasukan salib. Hal ini merupakan pukulan yang sangat mematikan bagi pasukan salibis. Demikian yang diungkapkan oleh ibnu Al-Atsir.
Sandi Badai Al-Aqsha bukanlah rekayasa baru, tetapi sebuah pemahaman atas energi sejarah kepahlawanan, pengorbanan dan pertempuran dari para sultan, panglima perang, dan mujahidin Islam yang telah membebaskan Palestina khususnya Masjidil Aqsa sebelumnya. Energinya berasal dari Masjid Al-Aqsha sehingga seluruh jiwa suci terpanggil, berjuang dan berkorban untuknya.
0 komentar: