Membuang Belenggu Hukum Sebab Akibat
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Nabi Sulaiman berkeliling semalaman mendatangi istri-istrinya. Tekadnya, dari istri-istrinya akan lahir putra-putranya yang akan dibentuk satu pasukan para pahlawan yang mengusung kebenaran. Ternyata tekad yang kuat tanpa mengucapkan, "Insya Allah." Akhirnya gagal. Bukankah Nabi Sulaiman kekasih Allah? Bukankah Nabi Sulaiman memiliki seluruh sumber daya? Dirinya sehat, gagah, dan tidak mandul, begitupun para istrinya.
Kafirin Mekah ingin menjatuhkan harga diri Rasulullah saw. Mereka mendatangi Ahlul Kitab di Madinah. Para Ahlul Kitab menyarankan agar Muhammad ditanyakan tentang beberapa kisah yang sudah hilang dari muka bumi dan hal-hal yang tak bisa dijawab oleh manusia biasa. Bila bisa menjawabnya, maka dia seorang Nabi.
Pendeta Yahudi melanjutkan kisahnya. "Tanyakanlah kepada dirinya tentang pemuda zaman dulu dan apa yang terjadi pada mereka, karena sungguh cerita pemuda ini sangat menarik. Lalu tanyakan pula kepadanya tentang seorang pengembara yang telah sampai ke Masyriq dan Maghribi, apa pula yang terjadi kepada mereka." "Tanyakan pula kepada dia apa itu ruh?"
Rasulullah saw dengan sangat yakin bisa menjawabnya. Namun lupa mengucapkan, "Insya Allah." Beberapa hari sudah berlalu. Namun, malaikat Jibril tidak juga datang untuk memberikan jawaban. Keresahan terus menggelayutinya. Akhirnya, Allah mengutus Jibril untuk memberikan jawaban tersebut. Rasulullah saw lupa mengucapkan, "Insya Allah." langsung ditegur oleh Allah. Padahal Rasulullah saw adalah penghulu, pemimpin, para Nabi. Satu-satunya yang diberikan hak untuk memberikan syafaat kepada umat manusia di akhirat kelak. Namun semuanya, tak berarti bila mengabaikan hakikat setiap peristiwa yaitu atas ijin Allah.
Nabi Ibrahim sudah tua. Begitupun istrinya Siti Sarah. Nabi Zakaria sudah lemah. Istrinya pun mandul. Maryam wanita suci. Namun semuanya bisa memiliki anak. Bukankah menurut hukum sebab-akibat tidak mungkin bisa? Bukankah menurut sains yang ditopang oleh metodologi ilmiah, hal itu tidak akan bisa terjadi. Namun hanya dengan Firman Allah, 'Kun fayakun." Dengan ijin Allah, semuanya bisa tejadi. Syaratnya hanya keyakinan pada Allah dan teguh berada di jalan-Nya.
Prinsip "Hanya dengan ijin Allah" bisa merobek semua hukum sebab akibat. Bisa melampaui semua hukum sebab akibat yang sering kali mengekang akal hingga dijadikan "Tuhan". Bila hukum sebab akibat membelenggu diri , bagaimana bisa bangkit di tengah keterbatasan sumber daya? Bagaimana bisa bangkit di tengah kepungan kelemahan dan keterpurukan?
Hukum sebab akibat hanya cocok untuk proses yang linier, teratur dan perbaikan kecil. Namun prinsip "Hanya dengan ijin Allah" diperlukan untuk sebuah terobosan sederhana tetapi memiliki lompatan dan dampak yang spektakuler. Semua ketidakmungkinan dihancurkan dengan prinsip " Hanya dengan ijin Allah." Itulah mengapa generasi yang mencintai Allah dan dicintai Allah saja yang bisa membawa pada kebangkitan yang sebelumnya dianggap tidak mungkin karena terbelenggu oleh hukum sebab akibat.
0 komentar: