Pengaruh Membunuh Rakyat Sipil Pada Mentalitas Pertempuran
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Penjajah Israel membunuh rakyat sipil yang ada di rumah sakit, sekolah dan kamp pengungsian, mengapa? Dimana 65 persen nya anak dan wanita. Kekejaman ini apakah berpengaruh terhadap mental tempur tentaranya?
Sebuah studi dilakukan oleh para psikolog di Monash University Melbourne untuk lebih mengerti apa yang terjadi pada otak seorang pembunuh. Mereka merekrut 48 subyek dan meminta mereka untuk memindai otak mereka menggunakan alat functional magnetic resonance imaging (fMRI) saat mereka menonton tiga video dengan skenario yang berbeda.
Satu video menampakkan seorang prajurit membunuh prajurit lawan, selanjutnya prajurit tersebut membunuh warga sipil, dan terakhir seorang prajurit yang menembak namun tak mengenai siapapun. Seluruh subyek menonton video tersebut dari sudut pandang prajurit dan diberi pertanyaan di akhir "Siapa yang kamu tembak?" dan harus menekan satu tombol yang mengindikasikan jawaban mereka. Setelah dipindai, mereka juga ditanyai menggunakan rating 1-7, seberapa bersalah yang mereka rasakan di tiap skenario.
Pertama, peneliti fokus terlebih dahulu pada aktivitas orbitofrontal cortex, sebuah area di otak bagian depan yang telah lama diketahui terlibat dalam sensitivitas moral, nilai moral dan penentu pilihan bagaimana harus bersikap. Kedua, pengaruh pada Temporoparietal junction (TPJ) terdekat juga yang berperan dalam beban moral ini, memproses rasa agensi - tindakan melakukan sesuatu dengan sengaja sehingga memiliki tanggung jawab untuk itu.
Hasilnya, ada area lain yang disebut fusiform gyrus yang lebih aktif saat para subyek membayangkan mereka yang membunuh para warga sipil. Fusiform gyrus bertanggung jawab dalam menganalisa wajah, mengungkapkan bahwa para subyek sebelumnya mempelajari ekspresi para korban imajiner mereka terlebih dahulu. Berarti ekspresi warga sipil yang tewas terekam luar biasa sehingga sangat mempengaruhi dan mengganggu kesehatan jiwanya.
Sedangkan saat para subyek membayangkan mereka membunuh para prajurit lawan, ada aktivitas lebih besar pada area yang disebut lingual gyrus, sebuah area yang terlibat dalam bisnis penalaran spasial yang jauh lebih memihak. Artinya, subyek merasa memiliki alasan logis untuk melakukannya.
Sebagian besar para subyek mengaku merasa sangat bersalah usai menonton video tersebut. Sehingga dapat disimpulkan, jelas bahwa 'akar' moral dan akar 'saraf' pada pembunuh benar-benar terlibat, sehingga pembunuh atau psikopat sekalipun bukanlah 'berdarah dingin dan tak memiliki moral'. Rasa bersalah yang merasuki jiwa tentara yang membunuh rakyat sipil berlipat lebih besar. Bila ujicoba ini saja menggambarkan kondisi tersebut, maka apa yang terjadi pada tentara Amerika yang membunuh rakyat sipil di Iraq? Ada dua penyakit kejiwaan utama yang menghantui mereka.
Pertama, gangguan stres pasca trauma berupa gangguan kejiwaan yang dapat berkembang setelah pengalaman pribadi langsung atau menyaksikan suatu peristiwa yang menimbulkan ancaman kematian atau cedera serius. Gejalanya, intrusi yaitu mengalami kembali gejala seperti kilas balik, mimpi buruk, dan reaktivitas terhadap pengingat trauma. Penghindaran pikiran, perasaan, atau pengingat trauma eksternal terkait trauma. Perubahan negatif dalam kognisi dan suasana hati misalnya, keyakinan dan emosi negatif, menyalahkan diri sendiri, dan pengaruh yang terbatas. Gairah dan reaktivitas misalnya, kewaspadaan berlebihan, mudah tersinggung, respons terkejut, gangguan tidur, dan kesulitan konsentrasi.
Kedua, cedera struktural yang disebabkan oleh trauma dan/atau gangguan fisiologis fungsi otak sebagai akibat dari kekuatan eksternal yang ditandai dengan hilangnya atau penurunan tingkat kesadaran, kehilangan ingatan atas peristiwa sesaat sebelum atau sesudah cedera. Perubahan kondisi mental pada saat cedera seperti kebingungan, disorientasi, pemikiran melambat.
Defisit neurologis seperti kelemahan, kehilangan keseimbangan, perubahan penglihatan, dan kehilangan sensorik. Bila kejiwaannya seperti ini, bagaimana bisa bertahan lama dalam pertempuran?
Bila tentara Amerika di Irak mengalami hal ini, maka tentara penjajah Israel sangat mudah juga untuk dihantui penyakit tersebut. Karena beratnya beban perasaan bersalah dengan membunuh rakyat sipil dan tidak memiliki alasan filosofi yang kuat untuk berperang di Palestina. Hanya, mengikuti perintah komando saja. Jadi mental bertempur rakyat Palestina akan lebih kuat dan memiliki daya tahan tempur lebih lama karena memiliki alasan filosofis dan menghormati rakyat sipil dalam bertempurnya.
0 komentar: