Energi Sifat Wara
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Tiba-tiba muncul obsesi baru dalam bertani yaitu menapaki langkah menuju wara, yaitu berhati-hati terhadap yang halal. Ini untuk membersihkan jejak langkah masa lalu. Ini bentuk jihad istighfar dan taubat akan masa lalu.
Masa lalu tak bisa diubah dan diperbaiki namun dengan memperbaiki masa hidup yang tersisa semoga Allah menutupi dan mengampuni. Seorang sufi berkata, "Taubat tidak bisa menghapuskan catatan masa lalu, walapun Allah telah mengampuninya." Jejak langkah itu masih terlihat walaupun diakhirnya ditutup dengan akhir yang baik.
Penguasa hanya bisa mengelola kekuasaannya dengan mensejahterakan rakyat dan mewujudkan keadilan dengan menegakan kebenaran bila memiliki sifat wara. Wara menandakan kesempurnaan akal dalam berinteraksi dengan hiruk pikuk dunia.
Ulama, pengusaha dan penguasa yang tercatat dalam tinta emas sejarah peradaban adalah mereka yang berkarakter wara. Mengambil dunia sesuai kebutuhannya. Mengambil dunia untuk akhiratnya. Mengambil dunia untuk meneguhkan perannya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.
Kekayaan itu tak berguna. Yang disombongkan dan dibanggakan itu tak berguna. Yang melampaui kebutuhan itu tak berguna. Yang berguna itu hanya yang semakin merendahkan diri di hadapan Allah. Semakin rendah semakin kuat untuk menghadapi yang paling keras dan kuat.
Perhatikan ulat. Ulat yang mematikan pohon itu ulat yang berbulu dan menyeramkan, atau ulat yang lemah yang kulitnya lembut tak berbulu? Yang mengkeroposkan kayu itu binatang yang kuat, besar dan bertenaga besar atau seekor rayap? Semakin lemah semakin kuat menghancurkan yang sangat kuat. Tak butuh tanduknya banteng untuk merobohkan pohon.
Banteng hanya bisa memakan rerumputan yang lemah. Ulat kecil yang lembut tanpa bulu justru bisa merobohkan pohon yang besar. Sifat wara terlihat sebuah kelemahan namun sebenarnya ada kekuatan sedikit untuk menghancurkan yang paling kokoh.
0 komentar: